TRIBUNNEWS.COM - Perkumpulan warga Batak di Kabupaten Magetan, Jawa Timur menyatakan dukungannya kepada tergugat dalam polemik Bitner Sianturi dengan penjual sayur keliling atau biasa disebut ethek.
Tak hanya untuk pedagang ethek, warga Batak juga memihak kepada Kepala Desa Pesu, Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD), serta Ketua RT setempat.
Dukungan tersebut disampaikan saat mendatangi Kantor Desa Pesu pada Senin (10/2/2025).
Warga Batak menuntut agar Bitner Sianturi mencabut gugatan yang diajukan ke Pengadilan Negeri (PN) Magetan.
Mereka menilai Bitner Sianturi tidak pantas menuntut masalah ini ke meja hijau.
Hal ini diungkapkan oleh Ketua Pemuda Batak Bersatu Magetan Raya, Jaken Benediktus Sinurat.
"Kami sudah menyampaikan sikap secara resmi kepada kepala desa dan pedagang etek bahwa ini sudah keterlaluan."
"Pedagang ethek itu bebas saja di mana berdagang, jadi tidak pantas seorang Bitner Sianturi menuntut," ujarnya saat ditemui di kantor Pemuda Batak Bersatu, Selasa (11/2/2025).
Jaken menambahkan, tindakan Bitner Sianturi ini telah mencoreng nama baik warga Batak.
“Tindakan Bitner Sianturi telah mencoreng nama baik warga Batak. Maka dari itu, kami mendorong agar gugatan tersebut dicabut,” ujar Jaken.
Meski berasal dari latar belakang yang sama dengan Bitner Sianturi, Pemuda Batak Bersatu Magetan Raya menolak kasus ini dikaitkan dengan isu Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan.
"Ini adalah masalah oknum, bukan kelompok. Kami percaya pemerintah daerah mampu menjaga situasi tetap kondusif," tambahnya.
Jaken melanjutkan, pihaknya tetap menghormati langkah hukum yang masih berlangsung.
Dia juga berharap, majelis hakim PN Magetan memberikan putusan yang adil untuk kedua belah pihak.
Menurutnya, gugatan Bitner Sianturi terhadap pedagang ethek dan perangkat desa sudah termasuk keterlaluan.
"Kita minta dari Pemuda Batak Bersatu untuk mencabut laporannya biar kasus ini mereda," imbuhnya.
Sementara itu, Kepala Desa Pesu, Gondo, menyatakan kesiapannya menghadiri sidang kedua, yang dijadwalkan berlangsung pada Rabu (12/2/2025).
“Insya Allah akan datang,” tandas Gondo.
Gondo juga mengapresiasi dukungan yang diberikan Pemuda Batak Bersatu kepada para tergugat.
Menyikapi tuntutan Bitner Sianturi terkait ganti rugi sebesar Rp10 juta, Gondo menegaskan tidak akan memberikannya berapapun besarnya.
"Sikap kami tetap tidak akan memberikan ganti rugi berapapun meski hanya Rp 10.000 terhadap tuntutan tersebut. Kami tetap memilih penyelesaian secara kekeluargaan," katanya.
Dalam agenda mediasi kedua yang direncanakan akan dilaksanakan Rabu (12/2/2025) besok, Gondo lebih memilih penyelesaian secara damai.
Gondo juga menyatakan tetap menganggap Bitner Sianturi sebagai warganya yang perlu dilindungi.
Bitner Sianturi berdomisili di Desa Pesu karena menikah dengan seorang warga setempat.
"Sebagai kepala desa, saya tetap menganggap beliau sebagai warga kami. Warga harus tetap dilindungi. Beliau menikah dengan warga kami, anaknya sekarang bahkan sudah kuliah, mungkin sudah ada 25 tahun tinggal di sini," ucapnya.
Diberitakan sebelumnya, Bitner Sianturi yang merupakan pedagang toko kelontong mengaku mengalami kerugian sebesar Rp500 juta akibat beredarnya pedagang ethek di wilayah Desa Pesu.
Bitner menuntut ganti rugi sebesar Rp10 juta kepada para tergugat.
Dia memutuskan membawa permasalahan ini ke PN Magetan lantaran kesal kesepakatan yang dibuat sejak tahun 2022 dilanggar oleh pihak pedagang ethek.
Sidang mediasi pertama yang dilakukan pada Rabu (5/2/2025), belum mencapai kesepakatan sehingga sidang kedua dijadwalkan pada Rabu (12/2/2025).
(Isti Prasetya, TribunJatim.com/Febrianto Ramadani, Kompas.com/Sukoco)