KPK Diminta Ungkap Aktor di Balik Dugaan Korupsi CSR BI Meski Libatkan Pejabat
Malvyandie Haryadi February 13, 2025 05:39 PM

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Al Washliyah, Aminullah Siagian meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan aktor dugaan kasus korupsi CSR BI, walaupun itu melibatkan politisi.

Dia pun mendukung langkah KPK untuk segera mencari aktor yang terlibat dalam kasus tersebut. Pasalnya, publik kini menanti soal dugaan aliran dana CSR tersebut yang dikabarkan melibatkan banyak pihak.

“Kami menilai proses hukum yang tengah berlangsung sudah terlalu berlarut-larut tanpa adanya penetapan satupun nama tersangka, KPK sudah banyak memanggil pihak-pihak yang dipanggil ke KPK untuk dimintai keterangan dan upaya paksa penggeledahan juga sudah dilakukan,” kata Aminullah kepada wartawan, Rabu (12/2/2025).

Aminullah mendukung KPK untuk segera menetapkan tersangka kasus CSR BI, meski hal itu melibatkan petinggi BI maupun politik atau anggota DPR.

Dia pun bakal menggelar aksi unjuk rasa di depan KPK, jika lembaga antirasua itu lamban dan tidak menentapkan tersangka pada kasus CSR BI.

Menurutnya, hal itu penting agar tidak semakin kuat dugaan bahwa betul adanya pasca revisi UU KPK 2019, telah betul-betul kehilangan independensinya ketika mengusut perkara korupsi yang melibatkan aktor-aktor dengan latar belakang pekerjaan tertentu.

“Dalam waktu dekat, Gerakan Pemuda Al Washliyah akan turunkan 5000 orang ke KPK untuk aksi, menginap 3 hari untuk usut kasus ini,” tandansya.

ICW Desak KPK

Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lamban dalam mengusut kasus dugaan korupsi program corporate social responsibility alias dana CSR Bank Indonesia (BI) atau program sosial Bank Indonesia (PSBI).

Sebab hingga kini KPK tak kunjung menetapkan tersangka dalam perkara itu. Padahal KPK telah menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) sejak Desember 2024.

"ICW menilai proses hukum yang tengah berlangsung sudah terlalu berlarut-larut tanpa adanya penetapan satu pun nama tersangka. Padahal, kasus ini sudah lama ditetapkan ke tahapan penyidikan, di mana sudah pasti peningkatan status perkara dari penyelidikan sebelumnya telah didasari dari setidaknya temuan ada minimal dua alat bukti yang cukup sebagaimana diatur oleh UU KPK," kata Peneliti ICW Yassar Aulia dalam keterangannya, Rabu (5/2/2025).

"Dengan demikian, semestinya perbuatan pidana serta konstruksi perkaranya sudah cukup terang untuk kemudian diidentifikasi pula siapa tersangka dari kasus ini," imbuhnya

ICW turut menyoroti terkait saksi yang sudah lumayan banyak diperiksa guna mengusut kasus ini, seperti dua anggota DPR RI, Satori dan Heri Gunawan.

Termasuk penggeledahan di kantor Bank Indonesia dan kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

"Dapat dipastikan petunjuk-petunjuk yang didapatkan oleh penyidik pasti tidak lah sedikit dari proses tersebut," kata Yassar.

"Di saat bersamaan, sempat ada pengakuan dari anggota Komisi XI DPR periode 2019–2024 yang menyatakan ke publik bahwa dana CSR BI justru mengalir ke seluruh anggota Komisi XI DPR RI," sambungnya.

Menurut ICW, KPK perlu betul-betul memverifikasi ada atau tidaknya keterlibatan dari pihak-pihak lain seperti politisi dalam penyalahgunaan pemberian dana CSR BI yang seharusnya diberikan ke yayasan penerima program bantuan PSBI. 

Salah satu caranya, dapat diungkap identitas-identitas individu yang merupakan pemilik manfaat akhir atau beneficial owner dari yayasan-yayasan yang mendapatkan dana. 

"KPK dapat merujuk skema yang telah disediakan oleh Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 13 Tahun 2018 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi dalam Rangka Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme," kata Yassar.

Adapun dana CSR Bank Indonesia yang disalurkan ke Komisi XI DPR dan saat ini sedang diusut KPK ditaksir mencapai triliunan rupiah. 

KPK menduga dana CSR menyimpang untuk kepentingan pribadi dengan modus melalui yayasan.

Mulanya penyidik KPK menemukan terjadinya penyimpangan dalam pemberian dana CSR itu. 

KPK mengantongi data dan informasi jika dana CSR itu diduga tidak sesuai peruntukkannya. 
"Kami dapat informasi, juga kami dapat dari data-data yang ada CSR yang diberikan kepada para penyelenggara negara ini melalui yayasan yang disampaikan, direkomendasikan kepada mereka tapi tidak sesuai peruntukkannya," kata Direktur Penyidikan KPK, Brigadir Jenderal Polisi Asep Guntur Rahayu, beberapa waktu lalu.

Diduga Yayasan sengaja digunakan lantaran BI tidak menyalurkan CSR ke rekening pribadi. 
Para penikmat menggunakan sejumlah cara agar dana itu dinikmati untuk pentingan pribadi. 

Biasanya yayasan yang diberikan CSR direkomendasikan oleh pihak yang mengajukan. 
Dalam kasus ini, misalnya, yang menyampaikan nama adalah anggota Komisi XI DPR RI sebagai mitra BI.

"Ini kemudian mereka olah. Jadi ada yang kemudian dipindah dulu ke beberapa rekening lain dari situ menyebar tapi terkumpul lagi di rekening yang bisa dibilang representasi penyelenggara negara. Ada yang dalam bentuk bangunan, ada yang dalam bentuk kendaraan dan lain-lain. Jadi di situ penyimpangannya," tutur Asep Guntur.

KPK saat ini sedang mempertajam bukti dugaan anggota Komisi XI DPR RI yang menyelewengkan dana CSR BI. 

Upaya itu sejurus dengan pernyataan Satori selaku anggota DPR RI Fraksi Partai NasDem yang sudah diperiksa pada Jumat, 27 Desember. 

Di mana Satori saat itu menyebut jika semua Komisi XI DPR ikut menerima dana CSR. 
"Itu yang kita sedang dalami di penerima yang lain. Karena berdasarkan keterangan saudara S (Satori), teman-teman sudah catat ya, seluruhnya juga dapat. Ya, kan, seluruh anggota Komisi XI terima CSR itu," kata Asep.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.