TRIBUN-MEDAN.com - Vonis hukuman dan uang pengganti terdakwa dugaan korupsi tata niaga komoditas timah, Harvey Moeis bertambah dua kali lipat.
Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Jakarta menambah hukuman uang pengganti Harvey Moeis dari Rp 210 miliar menjadi Rp 420 miliar
Adapun pidana uang pengganti ini dijatuhkan Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Jakarta Teguh Harianto saat membacakan putusan, Kamis (13/2/2025).
Hakim Teguh menyatakan, pidana pengganti itu harus dibayarkan dalam waktu satu bulan setelah terbit putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap.
"Menghukum terdakwa untuk membayar uang pengganti kerugian keuangan negara sebesar Rp 420 miliar," kata Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Jakarta Teguh Harianto saat membacakan putusan, dilansir dari Youtube KompasTV.
Jika dalam waktu satu bulan uang itu belum dibayar, harta benda Harvey Moeis akan dirampas untuk negara.
"Apabila terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut maka diganti pidana penjara selama 10 tahun," ujar hakim Teguh.
Adapun dalam pidana pokoknya, hukuman Harvey diperberat dari 6,5 tahun menjadi 20 tahun penjara. Artinya, hukuman pidana badan Harvey ditambah sekitar tiga kali lipat.
"Menjatuhkan terhadap terdakwa Harvey Moeis dengan pidana penjara selama 20 tahun dan denda sejumlah Rp 1 miliar dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan delapan bulan kurungan," tutur hakim Teguh.
Pengadilan Tinggi Jakarta menilai, Harvey Moeis terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang secara bersama-sama.
"Menjatuhkan pidana kepada Harvey Moeis selama 20 tahun dan denda sebesar Rp 1 miliar subsider 8 bulan kurungan," kata Ketua Majelis Hakim Teguh Harianto di ruang sidang di PT Jakarta, Kamis pagi.
Selain itu, Hakim Teguh juga menyebut perbuatan Harvey Meois tidak mendukung upaya pemerintah dalam memberantas korupsi.
Sementara itu, kata Hakim Teguh tidak menyebutkan adanya alasan meringankan dalam menghukum Harvey Moeis.
"Hal meringankan, tidak ada," kata Hakim Teguh.
Hakim anggota PT Jakarta pun mengungkapkan peran penting Harvey Moeis dalam kasus korupsi tata niaga timah ini.
"Menimbang bahwa terdakwa Harvey Moeis adalah salah satu aktor yang berperan penting dalam terjadinya tindak pidana korupsi tata niaga komoditas timah."
Selain itu Harvey juga berperan sebagai koordinator di beberapa PT 'boneka' atau perusahaan-perusahaan cangkang ilegal.
"Serta sebagai koordinator di beberapa PT boneka atau perusahaan-perusahaan cangkang ilegal," terang hakim anggota PT Jakarta di ruang sidang, Kamis (13/2/2025).
Pengacara Sebut Prinsip Hukum Telah Wafat
Kuasa hukum Harvey Moeis, Junaedi Saibih, menyayangkan keputusan Hakim memberatkan hukuman kliennya menjadi menjadi 20 tahun penjara.
Junaedi Saibih menilai telah wafatnya rule of law atau prinsip negara hukum yang menjamin keadilan dan supremasi hukum di Indonesia.
Diketahui, Harvey sempat dihukum 6,5 tahun oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat atas kasus korupsi tata niaga komoditas timah.
"Innalillahi wa inna ilaihi rajiun, telah wafat rule of law pada hari Kamis, 13 Februari 2025, setelah rilisnya bocoran putusan pengadilan tinggi atas banding yang diajukan JPU terhadap putusan PN Jakarta Pusat," kata Junaedi kepada Kompas.com, Kamis (13/2/2024).
Junaedi pun meminta publik untuk mendoakan penegakan hukum di Indonesia supaya bisa berjalan berdasarkan aturan yang berlaku.
Ia lantas menyinggung istilah latin "ratio legis" yang tidak boleh kalah dengan "ratio populis".
Adapun ratio legis adalah alasan atau tujuan di balik pembuatan undang-undang.
Dalam penjelasan lain, ratio legis juga bisa diartikan sebagai pemikiran hukum yang berdasarkan akal sehat dan nalar.
Sementara itu, ratio populis kerap diartikan sebagai penilaian masyarakat.
"Mohon doanya agar hukum dapat tegak kembali dan ratio legis tidak boleh kalah oleh ratio populis, apalagi akrobatik hukum atas penggunaan ketentuan hukum yang salah adalah pembangkangan atas legalitas," kata Junaedi.
Hukuman terdakwa dugaan korupsi pada tata niaga komoditas timah, Harvey Moeis, diperberat dari 6,5 tahun menjadi 20 tahun penjara di tingkat banding.
Helena Divonis 10 Tahun
Majelis Hakim Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta memperberat hukuman Helena Lim terdakawa korupsi timah menjadi 10 tahun dari 5 tahun penjara usai banding.
Ketua Majelis Hakim PT Jakarta, Budi Susilo mengatakan, Helena dalam kapasitasnya sebagai pemilik perusahaan money changer PT Quantum Skyline Exchange (QSE) melakukan korupsi bersama-sama Harvey Moeis dan terdakwa lainnya.
Wanita yang dijuluki crazy rich Pantai Indah Kapuk (PIK) ini juga dinilai terbukti melakukan indak pidana pencucian uang (TPPU).
Selain itu, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta memperberat hukuman denda Helena Lim dari Rp 750 juta menjadi Rp 1 miliar.
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Helena Lim selama 10 tahun dan denda sebesar Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan," kata hakim Budi di ruang sidang PT Jakarta, Kamis (13/2/2024).
Majelis hakim juga menjatuhkan hukuman pidana tambahan berupa uang pengganti sebesar Rp 900 juta, merujuk pada keuntungan yang diterima PT QSE dari pembelian valuta asing (Valas) Harvey Moeis dan terdakwa lainnya.
"Dengan memperhitungkan barang bukti yang disita pada tahap penyidikan," kata hakim Budi.
Sebelumnya, Helena dihukum 5 tahun penjara, denda Rp 750 juta dan uang pengganti Rp 900 juta oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
Sebagaimana terdakwa lainnya, hukuman yang dijatuhkan pada Helena juga lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum.
Keberatan atas putusan itu, pihak Kejagung menyatakan mengajukan banding karena dinilai belum memenuhi rasa keadilan.
(*/ Tribun-medan.com)