Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Jepang
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO – Sebuah gedung apartemen di Kota Oarai, Prefektur Ibaraki, yang menghadap ke Samudra Pasifik, digerebek oleh petugas otoritas Jepang, 21 Februari 2025 05.30 pagi,
Dikutip dari Gendai Business (GB), banyak warga negara Indonesia (WNI) ilegal ditangkap dalam operasi tersebut.
Sebanyak 29 WNI ditangkap, dikelilingi pejabat Biro Imigrasi dan penyidik kepolisian dengan rompi merah.
Jumlah total WNI yang berada di apartemen yang digerebek tersebut melebihi 50 orang.
Penangkapan bermula satu penyelidik bergegas ke apartemen sekaligus.
Ketika memasuki lantai yang dipenuhi ruangan tempat mereka bersembunyi, mereka mengetuk pintu satu per satu.
Polisi mungkin mengawasi melalui teropong ke berbagai pintu dan mempertimbangkannya.
"Namun, ternyata satu per satu, pemuda Indonesia keluar dari ruangan dengan tertib," tulisnya.
Sebanyak 29 orang ditangkap.
Mereka tetap diam tanpa mengucapkan sepatah kata pun sebelum akhirnya dibawa oleh penyelidik kepolisian.
"Hari ketika mereka kembali ke apartemen itu tidak akan datang lagi," tulis GB.
Tingkat Pekerja Ilegal di Prefektur Ibaraki
"Jumlah pekerja ilegal di Prefektur Ibaraki adalah yang tertinggi di Jepang," tambah GB.
Kota Oarai di Prefektur Ibaraki adalah kota kecil dengan populasi sekitar 15.000 orang di pantai Pasifik wilayah Kanto utara.
Pertanian, perikanan, dan pengolahan makanan laut berkembang pesat di kota ini.
Banyak WNI tinggal di Oarai, membentuk sekitar setengah dari penduduk asing, dan mereka menjadi bagian tak terpisahkan dari kota sebagai tenaga kerja di industri lokal.
Namun, masih ada masalah overstay (tinggal secara ilegal) di Kota Oarai.
Menurut Badan Layanan Imigrasi, jumlah pekerja ilegal di Prefektur Ibaraki pada tahun 2023 mencapai 2.748 orang, menjadikannya yang tertinggi di Jepang.
Pada Juli 2024, sebanyak 29 imigran ilegal Indonesia ditangkap di sebuah gedung apartemen di Kota Oarai.
Pada Oktober 2023, mantan presiden perusahaan real estat kondominium tempat penangkapan itu terjadi dikirim ke Kantor Kejaksaan Distrik Tokyo karena dicurigai membantu dan bersekongkol dalam pelanggaran Undang-Undang Kontrol Imigrasi.
Dalam penyelidikan, ia mengakui tuduhan tersebut dengan alasan ingin mencegah meningkatnya jumlah unit kosong di gedungnya.
Di sekitar Pelabuhan Perikanan Oarai, terdapat sebuah kondominium berwarna coklat tua di daerah perumahan yang dihiasi ladang.
Menurut pejabat setempat, harga sewa untuk unit berukuran 3LDK di gedung itu sekitar 70.000 yen.
Bahkan saat ini, mayoritas penghuninya adalah orang Indonesia.
Kesaksian Saksi Mata dan Pejabat
Pada hari kejadian, seorang pria Jepang yang tinggal di gedung apartemen itu mengenang penangkapan tersebut.
Ia memperkirakan lebih dari 50 orang. Saya bangun sekitar pukul 05.30 pagi untuk minum di balkon ketika melihat sekelompok polisi berompi merah berkerumun di sekitar apartemen saya.
Ada empat mikrobus yang diparkir di tempat parkir, dan staf Biro Imigrasi datang belakangan.
Mereka mengetuk tiap ruangan satu per satu dan menggedor pintu.
"Para overstay dibawa pergi dengan tenang, mungkin karena mereka sudah menyadari hal ini akan terjadi," katanya.
Sebanyak enam kamar digeledah, dan penangkapan dilakukan terhadap orang-orang yang ada di dalamnya.
Mereka tinggal bersama dalam kelompok lima atau enam orang per kamar.
"Tidak jarang orang Indonesia berbicara keras di lorong pada tengah malam atau merokok di area umum gedung apartemen, yang menyebabkan perkelahian di malam hari. Polisi sering bergegas ke lokasi," tulis GB.
Akibat kondisi lingkungan yang buruk dan kepadatan di lantai pertama, beberapa penghuni lain memilih pindah. Hal ini membuat pemilik gedung frustrasi.
"Jika apartemen kosong, lebih baik disewakan kepada siapa pun untuk mendapatkan penghasilan," ungkapnya.
Keberadaan Broker Imigrasi
Setelah insiden ini, hampir 50 orang Indonesia melarikan diri dari apartemen tersebut dengan membawa perabotan mereka.
Sang pemilik juga menyebut tentang seorang broker imigrasi bernama "K" yang diduga menjadi perantara pemindahan imigran ilegal ke apartemen tersebut sejak 2022.
"K mulai sering masuk dan keluar dari apartemen. Ia tidak terlalu tinggi, memiliki tato di punggung tangan, dan tampak seperti orang yang baik.
K mengurus pembayaran sewa, tetapi selalu ada masalah.
Dia berkata, 'Saya tidak bisa membayar sewa karena tidak mendapat uang dari penghuni.' Namun, saat saya tanyakan ke penghuni, mereka berkata sudah membayar kepada K. Itu membuat saya sangat kesal," ungkap pemilik apartemen.
Setelah kejadian ini, pemilik apartemen memutuskan untuk tidak lagi menerima penyewa asing melalui broker seperti K.
Wartawan GB mencoba menghubungi broker "K" melalui nomor telepon yang diberikan oleh pejabat kondominium. Namun, meskipun telah ditelepon berkali-kali, tidak ada jawaban.
Rahasia yang Terungkap: Peran Broker Imigrasi
Keberadaan broker imigrasi terungkap melalui wawancara dengan seorang pengusaha pengolahan makanan laut di Oarai.
"Sebelum pandemi COVID-19, orang Indonesia yang tidak saya kenal sering datang ke tempat saya dan bertanya, 'Apakah Anda ingin menggunakan tenaga kerja asing?' Saya curiga dan bertanya, 'Apakah Anda memiliki visa kerja?' Mereka menjawab, 'Tidak, saya tidak punya,' jadi saya menolak," ungkap pengusaha tersebut.
Yuyasu Sakamoto (75), perwakilan NPO Asosiasi Ibaraki Indonesia, mengaku terganggu dengan keberadaan para broker ini.
"Orang Indonesia yang cerdik menelepon semakin banyak kenalan dari negara asal mereka dan menerima biaya rujukan dengan mengatakan, 'Jika kamu datang ke Oarai, ada pekerjaan.'
Saya menduga broker ini adalah orang Jepang-Amerika. Ada enam atau tujuh orang yang tidak bekerja, hanya bermain-main di belakang saya, jadi saya tidak benar-benar tahu apa yang mereka lakukan," ujarnya.
Diskusi mengenai tenaga kerja Indonesia di Jepang semakin ramai dibicarakan di grup WhatsApp Pecinta Jepang. Bagi yang ingin bergabung secara gratis, dapat mengirimkan email ke: tkyjepang@gmail.com dengan mencantumkan nama, alamat, dan nomor WhatsApp.