Retret Kepala Daerah, Pengamat Politik Beberkan Dampaknya pada Otonomi dan Desentralisasi
Muhammad Zulfikar February 23, 2025 04:32 PM

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Agenda retret kepala daerah di Magelang yang digagas oleh Presiden RI Prabowo Subianto mendapat sorotan berbagai kalangan termasuk pengamat politik. 

Pengamat politik dan Direktur Eksekutif PARA Syndicate, Virdika Rizky Utama mencermati kegiatan ini dan mengaitkannya dengan arah kebijakan desentralisasi di Indonesia. 

Dia menilai retret lebih dari sekadar ajang silaturahmi atau koordinasi teknis. 

Virdika khawatir acara ini merupakan bagian dari strategi politik membangun hierarki kekuasaan baru yang menempatkan kepala daerah yang seharusnya otonom, kini malah sebagai subordinat pemerintah pusat.

“retret ini mengisyaratkan nostalgia pada era Orde Baru, ketika kepala daerah hanya menjadi kepanjangan tangan Jakarta. Padahal, pemilihan langsung kepala daerah adalah capaian besar demokrasi pasca-Reformasi, yang menjamin kepala daerah bertanggung jawab kepada rakyat, bukan kepada pusat,” ujar Virdika Rizky Utama dalam keterangannya di Jakarta, Minggu (23/2/2025)

Virdika menyoroti kontradiksi dalam langkah Prabowo. Sebagai presiden yang terpilih melalui mekanisme pemilihan langsung, Prabowo justru ingin menempatkan kepala daerah—yang juga dipilih langsung oleh rakyat—sebagai bawahan. 

Dalam rezim pemilihan langsung, lanjut dia, kepala daerah juga mendapat mandat rakyat yang setara dengan presiden meski hanya berbeda skala wilayah. 

“retret semacam ini tidak hanya tidak relevan, tetapi juga berpotensi merusak sendi-sendi desentralisasi yang menjadi roh semangat Reformasi 1998,” ujarnya.

Virdika juga mengaitkan retret dengan upaya membangun sentralisme birokratis.

“retret ini berisiko menjadi ritual legitimasi untuk normalisasi sentralisasi. Dengan mengumpulkan kepala daerah dalam forum tertutup, Presiden ingin menciptakan ilusi harmoni, padahal yang terjadi adalah pemaksaan kesepakatan,” kata Virdika.

Lebih rinci, dia menduga retret ini bukan semata untuk kepentingan pembangunan daerah, melainkan strategi politik jangka panjang Prabowo untuk Pemilu 2029. Setidaknya ada tiga kemungkinan agenda di balik retret ini.

“Pertama, memetakan mana kepala daerah yang bisa menjadi sekutu dan mana yang harus dinetralisasi. Kedua, membentuk mesin politik di tingkat daerah untuk mengamankan suara pada Pemilu 2029. Ketiga, meredam potensi oposisi daerah agar mereka tidak bersekutu dengan calon lain,” jelasnya.

Dalam skenario ini, kepala daerah bukan lagi sekadar pejabat publik, tetapi bisa berperan sebagai operator politik bagi kepentingan elite pusat. “Ini menciptakan konflik kepentingan yang merendahkan martabat otonomi daerah,” tambahnya.

Dampak terhadap Otonomi Daerah

Virdika mengingatkan pula jika retret semacam ini menjadi rutinitas, ada beberapa dampak yang bisa terjadi di antaranya melemahnya akuntabilitas kepala daerah, karena mereka lebih takut kepada pusat daripada kepada rakyat yang memilih mereka.

Kemudian, inovasi daerah bisa mandek lantaran kebijakan lokal yang progresif akan dikorbankan demi patuh pada instruksi pusat. 

Berikutnya potensi korupsi sistemik meningkat, karena koordinasi tertutup antara pusat dan daerah bisa menjadi ajang negosiasi politik, bagi-bagi proyek, atau markup anggaran.

“Lebih parah lagi, sentralisasi ini bisa memperlebar ketimpangan daerah. Kepala daerah yang kritis terhadap pusat mungkin akan dijegal, sementara daerah yang patuh diberi bantuan seadanya,” pungkas Virdika.

Dengan berbagai konsekuensi yang mengancam otonomi daerah dan demokrasi, retret kepala daerah ini perlu dikritisi secara mendalam. 

Dia berharap pemerintah tetap mengedepankan koordinasi antara pusat-daerah dalam semangat otonomi dan orientasi pada kepentingan masyarakat secara luas.

Tito: yang Tidak Hadir Rugi

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menegaskan bahwa kepala daerah yang tidak mengikuti retret yang berlangsung di Akademi Militer Magelang, Jawa Tengah, akan merugikan diri sendiri.

Retret ini diadakan selama sepekan, dimulai pada Jumat, 21 Februari 2025.

Tito mengatakan, retret ini merupakan kesempatan penting bagi para kepala daerah untuk membangun jaringan dan mendapatkan relasi. 

"Kepentingan daerah lebih penting dan inilah kepentingan bangsa, kepentingan untuk rakyat masing-masing." 

"Jadi yang nggak mengambil bagian, ya rugi sendiri nanti," kata Tito saat konferensi pers di Akademi Militer Magelang, Jawa Tengah, Sabtu (22/2/2025). 

Dalam retret ini, kepala daerah dapat berinteraksi langsung dengan menteri yang memberikan materi, serta mendiskusikan kendala yang mereka hadapi di daerah masing-masing.

"Orientasi kepala daerah sangat-sangat penting, bukan kepentingan pusat tetapi daerah itu sendiri, supaya kepala-kepala daerah ini memiliki bekal yang cukup sebelum lima tahun melangkah."

"Mereka (yang tidak ikut retret) kehilangan momentum untuk mendapatkan teman baru, mengenal para menteri dan juga kenal dengan gubernur. Mereka harus cari jalur sendiri untuk kenal," kata Tito.

Ketidakhadiran dan Alasan

Dari total 501 kepala daerah, sebanyak 53 di antaranya tidak hadir.

Enam di antaranya absen karena alasan kesehatan dan keperluan keluarga, sementara 47 lainnya belum memberikan konfirmasi kehadiran.

Ketidakhadiran ini diduga terkait dengan instruksi Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, yang meminta para kadernya untuk menunda kehadiran di retret, menyusul penahanan Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto oleh KPK.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.