Advokat sebagai Penjaga Suara Keadilan dan Kebenaran?
Gagad Enjang Pamungkas February 24, 2025 12:20 AM
Fenomena dugaan pelecehan pengadilan (contempt of court) yang dilakukan oleh advokat sangat menarik perhatian. disamping kericuhan perseteruan para advokat belakangan ini berdampak pada presepsi masyarkat terhadap advokat. juga ada hal menarik yakni terdapat tudingan terhadap majelis hakim yang menangani kasus tidak netral.
Secara historis Advokat termasuk salah satu profesi tertua sehingga profesi ini dalam perjalannannya juga dinamai sebagai officium nobile. Advokat berasal dari Bahasa latin yaitu advocare, yang artinya to defend (mempertahankan) atau membela. Sehingga profesi advokat adalah membela klien atau masyarakat yang membutuhkan jasa hukum.
Hakim sebagai wakil Tuhan dalam memutuskan kebenaran dan keadilan. Maka tidak salah menempatkan hakim seolah-olah sebagai “wakil Tuhan”. Namun “wakil Tuhan” dan diberi gelar “Yang Mulia” memiliki kewenangan besar itu perlu di kontrol supaya “Yang Mulia” tidak salah memutuskan perkara.
Hakim juga bisa tersesat atau menyalahgunakan kewenangannya seperti halnya kasus hakim sebagai mafia peradilan. Sehingga wibawa para majelis hakim yang menjaga selain jaksa adalah advokat. Jaksa memang berperan sebagai pengendali proses perkara (dominus litis) dan penjaga gerbang peradilan. Namun ada kecenderungan hakim untuk membenarkan jaksa. Pertama, di dalam UU Kejaksaan ada prinsip “kejaksaan adalah satu dan tidak terpisahkan” artinya, tidak adak check and balance mechanism dan di dalam mindset Jaksa adalah bagaimana cara mencari kesalahan seseorang. Bukan melakukan perhitungan yang mengarah kepada kebanaran, melainkan cara mencari kesalahan seseorang. Terlebih lagi, ada kultur birokrasi militeristik.
salah salah satu kontrol terbesar tersebut ada pada profesi Advokat. Peranan advokat dalam pengadilan ialah sebagai penjaga (pengawal) kekuasaan pengadilan. Dalam hal ini advokat mengawal supaya penegak hukum yang lain khususnya Hakim tidak melakukan penyelewengan-penyelewengan sehingga tidak merugikan hak terdakwa.
Kegigihan warisan dalam memperjuangkan wibawa hakim untuk berpihak pada kebenaran ada pada Yap Thien Hiem. Yap selalu mengutamakan kebenaran adalah harga mati. Ia membela sebuah kasus bukan untuk kemenangan, melainkan demi menggali dan menemukan kebenaran. Selain itu ada Adnan Buyung Nasution dalam memperjuankan keadilan dan kebenaran masa orde lama dan orde baru terekam jelas dalam Sejarah.
Dan kenyataannya sekarang profesi Advokat Menurut Jurnal Hukum & Pembangunan (2022), 65% masyarakat tidak percaya pada advokat karena citra mereka yang dianggap "hanya mencari keuntungan" hal ini tentu kontradiktif dengan para advokat yang seharusnya dituntut berani mencari kebenaran bukan keuntungan. Para Advokat Indonesia harus belajar pada sejarahnya terutama pada pahlawan hukum sebelumnya.