Tragis, Adik Habisi Nyawa Abang dengan Pedang di Sukabumi, Buntut Harta Warisan Orangtua
Randy P.F Hutagaol February 24, 2025 01:30 AM

TRIBUN-MEDAN.com - Sungguh tragis apa yang terjadi pada adik kakak ini.

Sang adik tega membunuh kakaknya gara-gara harta warisan orangtua.

Peristiwa itu dialami oleh Hendra (55) yang dibunuh adiknya, Prengki (53), di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Sabtu (22/2/2025).

Insiden maut itu terjadi akibat masalah warisan orang tua.

Konflik berkepanjangan itu akibat masalah pembagian warisan tanah.

Konflik antara Hendra dan Prengki telah berlangsung lama, terutama terkait warisan yang belum ada titik temu.

 Alfi (28), keponakan dari pelaku dan korban, menyatakan Hendra sebenarnya sudah dilarang untuk menemui Prengki.

Sebelum-sebelum, jauh-jauh hari juga sudah kita larang datang ke sana," katanya saat ditemui di RSUD Syamsudin SH, Sabtu.

Alfi menjelaskan Prengki memiliki karakter emosional.

"Lumayan gampang emosi, tempramen, apalagi masalah harta," tambahnya.

Menurut Alfi, pada Jumat (21/2/2025) malam, Hendra berangkat ke Caringin Pasir Datar untuk menuntaskan masalah warisan.

"Awal tahunya dari istrinya uwa, katanya korban berangkat malam jam 23.00 udah nggak di rumah, pagi subuh ke rumah om Bonar dulu," ujarnya.

Keluarga terkejut ketika mendapati Hendra sudah meninggal dunia dengan kondisi bersimbah darah.

Kasubsi PIDM Polres Sukabumi Kota, Ipda Ade Ruli, menjelaskan, insiden bermula ketika Hendra datang ke rumah kontrakan Prengki dan menggedor pintu.

"Kakak dan adik bertemunya sebentar," ucap Ade.

Setelah terjadi cekcok, Hendra keluar dari rumah, diikuti oleh Prengki yang membawa senjata tajam jenis samurai.

"Tidak lama pelaku juga ikut keluar dari rumah dengan menenteng senjata tajam jenis Samurai dan menghampiri korban yang menunggunya di lahan kosong," jelas Ade.

Usai kejadian, pihak kepolisian segera melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) dan membawa korban ke rumah sakit untuk kepentingan penyelidikan.

"Kita juga sudah cek lokasi TKP dan tim inafis Satreskrim langsung melakukan pemeriksaan di lokasi kejadian," tutup Ade.

Keluarga Hendra yang bernama Alfi menyatakan akan menyerahkan kasus ini kepada pihak kepolisian dan berharap pelaku dihukum sesuai dengan hukum yang berlaku.

"Ingin dihukum seadil-adilnya walaupun keluarga sendiri, tapi kalau sudah membunuh, walaupun darah kandung, sudah tidak normal," kata Alfi.

Sementara itu, kasus anak minta warisan lainnya juga pernah terjadi Semarang, Jawa Tengah.

Seorang ayah sudah pasrah meski sempat kaget istrinya dibunuh oleh anak kandung sendiri.

Ayah bahkan mengungkap bagaimana tabiat dari sang anak.

Ayah baru tahu peristiwa tragis itu ketika sedang berada di tempat kerjanya.

Peristiwa itu diketahui terjadi di Semarang, Jawa Tengah.

Pembunuhan tragis yang dilakukan anak terhadap ibu kandung itu terjadi di Jalan Gunungsari RT 010 RW 009, Kelurahan Jomblang, Kecamatan Candisari, Semarang, Jawa Tengah, Selasa (18/2/2025).

Sang anak bernama Imam Ghozali (36), seorang pengangguran yang sering buat onar diduga pencandu pil koplo.

Imam Ghozali diduga membunuh ibunya, Salamah.

Moeh Ghozali, suami Salamah dan ayah pelaku, mengungkapkan ia tidak mengetahui kejadian tersebut hingga pagi hari.

"Saya baru tahu pukul 07.30. Saya diberitahu teman saya  datang ke tempat kerjaan. Bahwa saya harus pulang karena istri di bunuh," ujarnya kepada tribunjateng.com, Rabu (19/2/2025).

Moeh menjelaskan, pada saat kejadian, ia sedang bekerja dan tidak mengetahui alasan di balik tindakan anaknya tersebut.

"Saya tidak tahu di mana lukanya dan apa penyebabnya," tambahnya.

Imam Ghozali merupakan anak pertama dari lima bersaudara.

Menurut Moeh, Imam pernah meminta warisan rumah yang mereka tinggali.

"Adik-adiknya marah waktu itu. Kamu gimana, wong tuo (orang tua) masih ada kok ngomong warisan," ungkapnya.

Moeh juga mengungkapkan Imam sering membuat ulah dan pernah terlibat keributan di luar rumah.

"Anak saya bilang katanya mau di massa. Minta tolong ke ketua RT tetapi tidak berani, yang berani menghadapi saya" jelasnya.

Moeh Ghozali menyatakan, ia ikhlas jika anaknya dihukum seberat-beratnya.

"Saya tidak masalah jika dihukum seberat-beratnya. Jika perlu dihukum mati," tegasnya.

Sementara itu, kasus anak bunuh ibu kandung juga pernah terjadi di Sleman, Yogyakarta.

Nasib nahas dialami ibu kandung yang dibunuh anaknya sendiri di Sleman, DI Yogyakarta.

Pelakunya adalah seorang pria berinisial A.

A ditangkap polisi setelah diduga melakukan kekerasan hingga menyebabkan ibu kandung berinisial MM meninggal.

Ternyata, pelaku sudah menganiaya MM pada 29 Desember 2024 dan 1 Januari 2025.

Hal itu seperti yang diungkap oleh Kapolresta Sleman, Kombes Pol Edy Setyanto Erning Wibowo.

"Kemudian pada 7 Januari 2025, korban meninggal dunia," kata Edy Setyanto dalam jumpa pers, Kamis (30/01/2025), dilansir Kompas.com. 

Kronologi Kejadian

Kasus pembunuhan terhadap ibu kandung di Sleman ini, terungkap setelah penemuan jenazah korban di sebuah kebun kosong pada 12 Januari 2025.

Pelaku diduga melakukan kekerasaan terhadap ibunya hingga korban meninggal dunia pada 7 Januari 2025. 

Usai membunuh ibunya, pria berinisial A sempat membiarkan jenazah korban tergeletak di tempat tidur selama beberapa hari. 

"Setelah beberapa hari, pada 10 Januari 2025, pelaku kemudian membawa jenazah korban ke kebun kosong di sekitar rumah dan menutupnya dengan daun," ungkap Edy Setyanto. 

Kapolresta Sleman mengungkapkan, ada penemuan mayat pada Minggu (12/1/2025) sekitar pukul 16.40 WIB.

"Saat ditemukan (di kebun kosong), mayat ditutup dedaunan dan dalam kondisi mulai membusuk," kata Kombes Pol Edy Setyanto, Kamis.

Setelah diketahui adanya laporan penemuan mayat itu, pihak kepolisian melakukan identifikasi.

Jenazah pun dibawa ke RS Bhayangkara untuk dilakukan autopsi.

Hasil autopsi menunjukkan adanya luka di leher bawah dan patah tulang rusuk, yang mengindikasikan adanya tindak kekerasan.

"Kami curigai ada tindak kekerasan dan kami lakukan pemeriksaan," jelas Edy. 

Pelaku Tinggal Serumah dengan Korban

Lebih lanjut, Edy menjelaskan, pelaku adalah anak kandung korban yang tinggal satu rumah dengan korban.

Hal tersebut, diketahui dari hasil penyelidikan polisi. 

"Pelaku anak kandung korban yang tinggal sama-sama dengan korban," tuturnya.
 
Sementara itu, dari hasil keterangan yang didapat, pelaku melakukan tindak kekerasan terhadap ibu kandungnya pada 29 Desember 2024.

Di mana pelaku memukul bagian rusuk korban bagian kanan dan kiri.

Akibatnya, korban meninggal dunia. 

Pelaku lantas membawa korban ke kebun kosong yang berada di sekitar rumah.

Pelaku Merasa Jengkel

Edy juga mengungkapkan, pelaku tega melakukan kekerasan terhadap ibu kandungnya karena merasa jengkel.

"Motif pelaku merasa jengkel kepada korban karena korban merasa tidak sesuai terus saat dilayani oleh pelaku dalam kehidupan sehari-hari," ucapnya.

Edy menyebut, selama ini, korban dan pelaku tinggal serumah, hanya berdua.

"Kakak-kakaknya (kakak pelaku) sudah berkeluarga dan tinggal bersama keluarganya. Pelaku ini tinggal bersama korban, jadi yang merawat korban selama ini adalah pelaku," jelas Edy. 

Pelaku Terancam Hukuman Paling Lama 15 Tahun

Akibat perbuatannya, pelaku dijerat Pasal 44 ayat (3) jo pasal 5 huruf (a) Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2024 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.

Adapun ancaman hukuman terhadap pelaku ini, paling lama 15 tahun penjara.

"Ancaman hukuman paling lama 15 tahun penjara," kata Edy.

Penyidik juga berkoordinasi dengan pihak RSJ Grhasia, Pakem, Kabupaten Sleman untuk melakukan pemeriksaan kejiwaan pelaku.

 

(*/tribun-medan.com)

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter dan WA Channel

 

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.