#KaburAjaDulu: Nasionalisme di Tengah Pilihan Menantang
Chusnaini Laila Nadhifah February 24, 2025 08:00 PM
Belakangan ini ramai-ramai warganet menyerukan hastag #kaburajadulu disejumlah media sosial. Hastag #kaburajadulu dikalangan Masyarakat ini menjadi semacam ungkapan populer yang mencerminkan keinginan untuk menghindar dari masalah atau tantangan, baik dalam konteks kehidupan pribadi maupun sosial. Dalam banyak kasus, kata ini sering dipakai untuk menyatakan keinginan dan menjauh dari situasi yang dirasa rumit atau penuh tekanan.
Maraknya berita tentang hastag #kaburajadulu membuat cuplikan dari video Mentri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) kembali viral yang diunggah pada salah satu akun warganet dimedia sosial.
Mentri Energi dan Sumber Daya Mineral, Bahlil Lahadahlia, memberikan respon. Beliau mempertanyakan rasa nasionalisme anak muda yang memilih bekerja kerja di luar negri: “kalau teman-teman berfikir untuk pergi keluar negri, saya malah meragukan nasionalisme kalian”. Cuitan dari Mentri Bahlil Lahadahlia ini menuai tanggapan pro dan kontra dikalangan masyrakat, karna seperti yang kita ketahui mencari pekerjaan di Indonesia memang tidak mudah, belum lagi persyaratan dan ketentuan lain yang harus kita penuhi. Dan dikarenakan inilah banyak anak muda yang memilih pergi keluar negri untuk mencari pekerjaan, bahkan beberapa dari mereka mengungkapakan jika kinerja mereka lebih dihargai disana.
Salah satu contoh nyata yakni cerita konten kreator yang tinggal di Jepang, ia membagikan video kekesalannya terhadap ucapan Bahlil Lahadahlia lewat akun tiktoknya hingga tembus 3 juta views sebelum akhirnya video itu ditake down. Menurutnya, orang kabur karena negara gagal menjamin kesejahteraan rakyatnya padahal mereka punya keluarga yang harus dicukupi hidupnya, negara tidak bisa memenuhi, terpaksa mereka kerja di luar negri.
Dia juga mengungkapkan bahwa orang-orang yang kerja di luar negri itu menyumbang devisa paling besar untuk negara setiap tahunnya. "Kami yang memilih berkerja di luar negri justru diragukan nasionalimenya, dibalik keputusan kami untuk bekerja ke luar negri itu ada keluarga yang harus dinaikkan derajatnya, ada istri yang sedang hamil dan harus dinafkahi setiap harinya, ada juga anak yang yang harus dipastikan biaya pendidikannya dan juga kesehatannya terjamin. Semua itu kita lakukan untuk keluarga kita di Indonesia tuh sejahtera, karna apa? yah karna tidak bisa menjamin kesejahteraan keluarga kami di Indonesia. Bisa-bisanya dilakukan nasionalismenya, hei pak, coba bapak pergi ke tempat teman bapak yang kerja di APBN silahkan buat dispill penyumbang devisa negara terbesar ke-2 itu dari siapa pak, nomor satu dari migas saya tahu pak, nomor dua itu dari siapa? dari saya bukan, dari teman-teman kami yang kerja diluar negri? bukan, tapi dari siapa pak? coba dilihat pak dan kami sudah menyumbang devisa negara berapa ratus triliun untuk negara setiap tahunnya. Kayak gitu masi dibilang ga nasionalisme, kalau maksud bapak dituntut nasionalisme harus berada di Indonesia, bekerja di Indonesia, oke saya terima tantangan bapak ini kalo videonya sudah saya upload, saya baru aja baru aja konsultasi ke atasan jepang, saya mau minta pulang ke indonesia supaya nasionalisme saya dihargain saya bakalan beli tiket pulang dan saya akan berkontribusi untuk bangsa, tapi saya mau lihat juga pejabat-pejabat seperti bapak ini apakah bisa menunjukkan nasionalismenya kepada kami para pejuang desa".
Sebelum membahas lebih lanjut kita harus memahami apa makna nasionalis, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) nasionalis adalah orang yang mencintai dan memperjuangkan bangsanya. Kata nasionalis memiliki dua pengertian, yaitu mencintai nusa dan bangsa sendiri, dan orang yang memperjuangakan kepentingan bangsanya; patriot.
Tanggapan mantan Gubernur DKI Jakarta.
Mantan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, memberikan respon terkaid tred ini. Anies menyampaikan pesan tentang mencintai Indonesia melalui unggahan akun media sosial yang diunggah pada Jumat (14/02/2025). Menurutnya cinta terhadap tanah air tak hanya sebuah perasaan bangga pada saat negara sedang tidak baik-baik saja. Wujud cinta itu justru diuji ketika Indonesia mengahadapi kesulitan. “Cinta itu diuji ketika negara sedang menghadapi banyak tantangan, sedang butuh perubahan tapi amat wajar jika terkadang kita merasa lelah perjuangan tanpa istirahat itu bisa terasa berat. Ini seperti bertepuk sebelah tangan sudah berusaha untuk mencintai tapi rasanya seperti tidak ada balasan. Maka tidak apa-apa ambil berhenti sejenak bukan berarti menyerah ya, justru dengan memberi napas untuk diri sendiri kita bisa kembali dengan energi yang lebih baik”.
Video Anies Baswedan mantan Gubernur DKI Jakarta yang diunggah pada akun twittternya, jumat 14/02/2025 (sumber: https://x.com/aniesbaswedan?t=kQOOxGlAAWNRe5IhvMYjDA&s=09).
zoom-in-whitePerbesar
Video Anies Baswedan mantan Gubernur DKI Jakarta yang diunggah pada akun twittternya, jumat 14/02/2025 (sumber: https://x.com/aniesbaswedan?t=kQOOxGlAAWNRe5IhvMYjDA&s=09).
Dalam kalimat berikutnya Anies juga menegaskan bagi masyarakat yang memiliki kesempatan untuk pergi ke luar negri, kesempatan ini bisa menjadi jalan untuk mengembangkan diri dan memperluas wawasan. Namun bukan berarti menghilangkan kewajiban untuk tetap memberikan kontribusi bagi tanah air. Sementara itu bagi masyarakat yang tetap tinggal di Indonesia kita juga tidak boleh merasa bahwa segala masalah yang ada hanya bisa dihadapi jika mereka pergi keluar negri, justru masyarakat yang tetap tinggal di Indonesia harus saling mendukung dan menghadapi tantangan ini semua Bersama-sama. “bagi yang berkesempatan pergi, gunakan peluang tersebut sebaik-baiknya, tetap kontribusi untuk indonesia dimanapun kalian berada. sementara bagi yang tetap tinggal di Indonesia, mari kita saling mendukung dan menghadapi tantangan ini bersama-sama”.
Contoh lain dari cerita Vicky Natasya orang Indonesia yang menetap di Jerman sebagai guru yang membagikan pendapatnya lewat unggahan video disalah satu akun media sosialnya. Menurutnya, nasionalisme itu bukan soal kita tinggal dimana tapi apa yang kita lakukan untuk bangsanya dimanapun kita berada. "Jadi kalo saya tinggal di Jerman saya tidak cinta Indonesia? tapi setiap hari saya selalu bikin konten edukasi untuk para orang tua dan guru di Indonesia. Apa mahasiswa Indonesia LPDP yang dikirim ke luar negri dan balik-balik bawa ilmu, apa mereka juga gak nasionalis? nasionalisme itu bukan soal kita tinggal dimana pak tapi apa yang kita lakukan untuk bangsanya dimanapun kita berada. Bahkan karna saya sukses di Jerman saya bisa membuka lapangan kerja untuk masyarakat di Indonesia, bapak emang udah bisa ngasih makan rakyat? atau malah bapak makan uang mereka. Sebenernya yang harus kita ragukan itu bukan rasa nasionalismenya tapi karna sistem yang buat kita pingin pergi!".
Dalam konteks ini, menurut mendapat saya, yang perlu kita pahami adalah rasa nasionalis untuk berkontribusi bagi Indonesia tidak hanya soal apa yang kita bisa lakukan secara langsung di dalam negri, tetapi juga bagaimana kita bisa memberikan dampak positif dari tempat manapun kita berada.
Anak muda yang pergi ke luar negeri dengan niat mengembangkan diri dan membawa pengetahuan atau pengalaman kembali untuk Indonesia juga bisa dikatakan menunjukkan rasa nasionalisme yang tinggi. Sebaliknya, bagi mereka yang memilih tetap tinggal di Indonesia, dukungan satu sama lain dalam menghadapi tantangan yang ada juga merupakan bentuk nyata dari nasionalisme.
Pada akhirnya, nasionalisme bukan soal tempat, tetapi tentang bagaimana kita berkontribusi untuk kemajuan bangsa. Baik yang berada di luar negeri maupun yang tinggal di Indonesia, kita semua memiliki peran untuk memajukan negara. Maka, penting untuk saling mendukung, apapun pilihan kita, karena kontribusi nyata untuk bangsa datang dari setiap usaha yang dilakukan bersama, tanpa memandang di mana kita berada.
Chusnaini Laila Nadhifah, mahasiswa sarjana kebidanan Universitas Muhammadiyah Surabaya.
© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.