Lisa Rachmat Klaim Ditekan Hingga Diancam Dilistrik Saat Diperiksa Penyidik Soal Kasus Ronald Tannur
GH News February 25, 2025 07:06 PM

Pengacara Ronald Tannur, Lisa Rachmat mengklaim sempat diancam dilistrik oleh penyidik ketika memberikan keterangan dalam tahap penyidikan atas kasus suap vonis bebas Gregorius Ronald Tannur yang melibatkan tiga Hakim Pengadilan Negeri Surabaya.

Hal itu diungkapkan Lisa saat dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang kasus suap vonis bebas dengan terdakwa tiga Hakim PN Surabaya Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (25/2/2025).

Pengakuan itu bermula ketika Lisa dicecar Jaksa terkait keterangan yang ia tuangkan dalam berita acara pemeriksaan (BAP) soal pemberian uang untuk Erintuah Damanik.

"Ini ada yang akan kami sampaikan di dalam keterangan saksi nomor 40 tanggal 11 November 2024, saudara menyatakan adanya fakta pemberian yang dalam perkara Gregorius Ronald Tannur kepada bapak Erintuah Damanik?" tanya Jaksa.

Mendengar hal itu, Lisa justru membantah dan menyatakan bahwa keterangan dirinya itu tidak benar.

Kepada Jaksa Lisa mengatakan dirinya sebelumnya telah menyatakan keberatannya kepada penyidik dan meminta agar keterangan di BAPnya diganti.

"Tidak benar pak, itu sudah saya bilang keberatan," kata Lisa.

Jaksa saat pun heran dengan pernyataan Lisa tersebut, pasalnya BAP yang diutarakan pengacara Ronald Tannur itu telah ditandatangani serta diparaf.

Menyikapi keheranan Jaksa, Lisa mengaku saat itu sudah meminta agar penyidik mengganti keterangannya saat di BAP.

"Kan saya minta ganti pak dan sudah diganti itu bukan (keterangan) saya dan saat itu saya minta JPU untuk dikonfrontir," ucap Lisa.

"Saudara minta pada siapa?" tanya Jaksa.

"Ke JPU," kata Lisa.

"JPU mana?" cecar Jaksa.

"Ya penyidik lah pak maksudnya," ujar Lisa.

"Penyidik maksudnya?" tanya Jaksa memastikan.

"Ya, saya minta dikonfrontir uang siapa itu," ucap Lisa.

Setelah itu, Jaksa pun melanjutkan membacakan BAP milik Lisa Rachmat.

Dalam BAP tersebut diketahui pada 25 Juli 2024 Erintuah Damanik menelepon Lisa dan menanyakan posisinya pada saat itu.

Saat itu Erintuah meminta Lisa agar menemuinya dan datang ke Surabaya.

Kemudian Lisa pun menyanggupi permintaan dari Erintuah tersebut yang kemudian pada 26 Juli 2024 ia berangkat ke Surabaya menggunakan pesawat melalui Bandara Halim Perdanakusuma.

Setibanya di Surabaya, Lisa bergegas menuju rumahnya di Jalan Kendal Sari Nomor 2  menggunakan taksi.

Di sana lanjut Jaksa, Lisa mengambil uang dengan pecahan 100 Dollar Singapura berjumlah 150 ribu Dollar Singapura.

Setelah itu, Lisa pun berangkat menemui Erintuah dengan membawa uang yang sudah ia masukan ke dalam tas kain.

Saat dalam perjalanan, Lisa mengaku diberi tahu Erintuah mengenai lokasi pertemuan melalui sambungan telepon.

Adapun saat itu Lisa diminta Erintuah untuk menemuinya di Jalan Raya Darmo tepatnya dekat rumah makan cepat saji yang bersebelahan dengan masjid.

Setibanya di lokasi Lisa pun bertemu dengan Erintuah setelah menunggu selama 15 hingga 20 menit.

Saat menemui Lisa, diketahui bahwa Erintuah menggunakan mobil berwarna merah dan mobilnya itu parkir tepat didepan taksi yang ditampung Lisa Rachmat.

Setelah itu, Lisa pun turun dari taksi dan mengantar uang tersebut ke Erintuah yang saat itu masih di dalam mobil.

Merespon kedatangan Lisa, Erintuah pun dalam keterangan Lisa langsung menurunkan kaca mobil dan menerima uang tersebut.

"Pak Damanik bertanya pada saya berapa ini? Dan Saya jawab 150 (Ribu SGD)," ungkap Jaksa saat beberkan BAP Lisa.

Mendengar rangkaian BAP yang dijelaskan Jaksa, Lisa pun kemudian kembali membantahnya dan berupaya memberikan klarifikasi.

Adapun penjelasan dari Lisa, bahwa pernyataan soal pemberian uang 150 Ribu SGD itu setelah adanya pengakuan dari Erintuah dalam proses penyidikan.

Kata Lisa saat itu Erintuah telah terlebih dahulu diperiksa oleh penyidik dan mengatakan bahwa telah menerima uang dari dirinya.

Terkait hal ini, Lisa pun mengklaim bahwa dirinya merasa ditekan dan dipaksa mengaku oleh penyidik sehingga dirinya melontarkan telah memberikan uang kepada Erintuah sebesar 150 Ribu SGD.

Alhasil ia pun meminta agar Jaksa menanyakan terlebih dahulu kepada Erintuah perihal adanya pemberian uang tersebut oleh dirinya.

"150 ini saya ditekan oleh penyidik untuk mengaku pak, karena Pak Damanik mengaku menerima uang dari saya. Dari itu pak (awal mula pernyataan memberi 150 Ribu SGD ke Erintuah)," jelas Lisa.

Mendengar pernyataan Lisa, Jaksa pun tak langsung mempercayai hal tersebut.

Pasalnya keterangan yang disampaikan Lisa dalam BAP telah dilengkapi dengan tandatangan dan paraf wanita tersebut.

Selain itu, ketika di awal persidangan, Lisa kata Jaksa juga telah menyatakan bahwa dirinya menyampaikan keterangan kepada penyidik dalam kondisi bebas dan tanpa tekanan.

"Ini bertolak belakang dengan keterangan saudara?" cecar Jaksa.

"Loh bukan bertolak belakang, karena tolong tanyakan yang Pak Damanik mengaku katanya menerima uang dari saya lebih dulu, dari situ lah timbul 150 ini," jawab Lisa.

Meski mengaku keterangan yang ia sampaikan di BAP merupakan pernyataan dirinya, Lisa mengatakan bahwa hal itu bukan pernyataan sesungguhnya.

Pasalnya menurut Lisa, ia terpaksa menyampaikan hal itu karena dipaksa penyidik.

Bahkan dalam kesaksiannya tersebut, Lisa mengaku saat itu merasa takut karena dikelilingi banyak penyidik bahkan ia mengklaim sempat diancam akan disetrum.

"Ya tapi keterangan ini saya ngarang pak karena takut banyak saya digerombolin dan saya ditekan disuruh mengaku bahkan saya mau dilistrik pak, izin mohon maaf," ujar Lisa.

Hanya saja ketika diminta oleh Jaksa siapa saja sosok penyidik yang memeriksa hingga mengancam menyetrum dirinya, Lisa tak bisa menjawab.

Ia hanya mengatakan bahwa penyidik yang memeriksanya saat itu cukup banyak.

"Banyak pak yang memeriksa saya," ucapnya.

Dakwaan Lisa Rachmat

Dalam perkara Ronald Tannur ini Lisa yang juga berstatus sebagai terdakwa sebelumnya juga telah menjalankan sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Lisa Rachmat didakwa memberikan suap kepada hakim di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya senilai Rp1 miliar dan 308 dolar Singapura serta di Mahkamah Agung (MA) Rp5 miliar.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, Parade Hutasoit menyatakan suap dilakukan untuk mengondisikan perkara Ronald Tannur, baik di tingkat pertama maupun kasasi.

"Supaya majelis hakim di tingkat pertama menjatuhkan putusan bebas Ronald Tannur dan di tingkat kasasi memperkuat putusan bebas itu," ungkap JPU dalam sidang pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (10/2/2025).

Jaksa menceritakan perbuatan Lisa berawal dari saat ibunda Ronald Tannur, Meirizka Widjaja meminta Lisa untuk menjadi penasihat hukum Ronald Tannur.

Keduanya kemudian bertemu dan Lisa meminta agar Meirizka menyiapkan sejumlah uang untuk pengurusan perkara Ronald Tannur.

Sebelum perkara pidana Ronald Tannur dilimpahkan ke PN Surabaya pada awal 2024, Lisa menemui Zarof Ricar (perantara) serta tiga hakim, yakni Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo, sebagai upaya memengaruhi hakim yang akan memeriksa dan memutus perkara pidana atas nama Ronald Tannur dengan tujuan untuk menjatuhkan putusan bebas.

Kemudian pada 5 Maret 2024, Wakil Ketua PN Surabaya mengeluarkan penetapan penunjukan majelis hakim dalam perkara pidana Ronald Tannur Nomor 454/Pid.B/2024/PN SBY, dengan susunan majelis hakim yang terdiri atas Erintuah sebagai hakim ketua serta Mangapul dan Heru sebagai hakim anggota.

Selanjutnya selama proses persidangan perkara pidana Ronald Tannur di PN Surabaya, Erintuah, Mangapul, dan Heru telah menerima uang tunai sebesar Rp1 miliar dan 308 ribu dolar Singapura dari Lisa.

Uang yang diberikan Lisa kepada ketiga terdakwa, kata JPU, berasal dari Meirizka dengan cara menyerahkan secara langsung (tunai) maupun dengan cara transfer rekening kepada Lisa.

Setelah para terdakwa menerima uang tersebut dari Lisa untuk pengurusan perkara pidana Ronald Tannur, ketiga hakim nonaktif tersebut menjatuhkan putusan bebas terhadap Ronald Tannur dari seluruh dakwaan penuntut umum, sebagaimana Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 454/Pid.B/2024/PN.Sby tanggal 24 Juli 2024.

Selanjutnya di tingkat kasasi, Lisa berupaya mengurus perkara pidana Ronald Tannur pada PN Surabaya melalui mantan pejabat MA Zarof Ricar untuk memperkuat putusan bebas Ronald Tannur.

Berdasarkan penetapan Ketua MA Register 1466/K/Pid/2024 tanggal 6 September 2024, majelis hakim kasasi perkara Ronald Tannur terdiri atas Hakim Ketua Soesilo, yang didampingi hakim anggota Sutarjo dan Ainal Mardhiah.

Setelah mengetahui susunan majelis hakim kasasi perkara Ronald Tannur, lanjut JPU, Lisa melakukan pertemuan dengan Zarof dan memberi tahu susunan tersebut.

"Zarof pun mengaku mengenal Soesilo dan Lisa meminta Zarof untuk memengaruhi hakim yang mengadili perkara kasasi itu agar menjatuhkan putusan kasasi yang menguatkan putusan PN Surabaya atas kasus Ronald Tannur," ucap JPU menambahkan.

Apabila Zarof bisa melakukan hal tersebut, Lisa menjanjikan uang senilai Rp6 miliar, dengan pembagian sebanyak Rp5 miliar untuk Majelis Hakim dan Rp1 miliar untuk Zarof.

Sebagai tindak lanjut dari pertemuan dengan Lisa tersebut, Zarof, pada 27 September 2024 bertemu dengan Soesilo pada saat menghadiri undangan Pengukuhan Guru Besar di Universitas Negeri Makassar.

Dalam pertemuan itu, Zarof menyampaikan kepada Soesilo tentang permintaan perbantuan dalam perkara kasasi Ronald Tannur, yang ditanggapi Soesilo dengan menyampaikan akan melihat perkaranya terlebih dahulu.

Pada 1 Oktober 2024, JPU menuturkan Lisa kembali memastikan kepada Zarof mengenai bantuan tersebut, yang dilanjutkan pada 2 Oktober 2024 dengan penyerahan uang oleh Lisa dalam bentuk pecahan dolar Singapura senilai Rp2,5 miliar untuk biaya pengurusan kasasi perkara Ronald Tannur kepada Zarof di kediamannya.

Kemudian pada 12 Oktober 2024, Lisa kembali menyerahkan uang senilai Rp2,5 miliar kepada Zarof, sehingga total uang yang disimpan Zarof terkait pengurusan kasasi perkara Ronald Tannur di rumahnya sebesar Rp5 miliar.

Pada 22 Oktober 2024, majelis hakim kasasi yang terdiri atas Hakim Ketua Soesilo dan hakim anggota Ainal Mardhiah dan Sutarjo pun menjatuhkan putusan kasasi Ronald Tannur, dengan adanya perbedaan pendapat (dissenting opinion) oleh Soesilo, yang pada pokoknyamenyatakan Ronald Tannur tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan oleh penuntut umum.

Atas perbuatannya, Lisa terancam pidana pada Pasal 6 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf a juncto Pasal 18 dan Pasal 15 UndangUndang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke1 KUHP.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.