Menakar Pentingnya Personal Branding, Jangan Sampai Narsistik
Adelin Aprilia February 26, 2025 06:41 PM
Dewasa ini dunia digital menjanjikan banyak kemudahan, termasuk popularitas seseorang. Saat ini followers menjadi aset tidak terlihat yang perlu dimiliki manusia modern, dimana semakin banyak pengikut di media sosial semakin banyak peluang karir, mulai dari endorsment sampai brand ambassador. Menurut Peters ia menjelaskan bahwa membangun personal branding bukan hanya tentang menunjukkan siapa kita, tetapi juga tentang membangun kepercayaan dengan audiens.
Personal branding diperlukan guna membangung citra diri seseorang dalam dunia digital, orang lain akan mengenal kita dari karakter yang kita bangun dan kita tampilkan. Personal branding membantu seseorang dalam menunjukkan keunikan, kemampuan, dan nilai-nilai mereka kepada audiens yang lebih luas tanpa terbatasi oleh jarak geografis. Selain itu personal branding juga diperlukan guna membangun reputasi diri di era digital
Lebih dari sekadar membangun citra diri, personal branding juga menunjukkan kemampuan komunikasi seseorang. Setiap postingan di media sosial, cara seseorang menjawab komentar, cara seseorang menampilkan aktivitas keseharian bahkan cara berpakaian dalam sebuah acara publik adalah bentuk komunikasi non-verbal yang memperkuat atau bahkan merusak merek citra pribadi individu
Ketika media sosial menjadi panggung bagi banyak orang, kita semakin sadar bahwa apa yang kita tampilkan bisa memengaruhi cara orang memandang kita. Tapi, apakah semua ini sehat? ketika niat seseorang dalam membranding diri ingin mendapatkan pujian berlebih yang nantinya akan berdampak pada kesehatan mental
Gangguan kepribadian narsistik adalah kondisi psikologis yang ditandai dengan rasa penting diri yang berlebihan, kebutuhan akan pujian yang konstan, dan kurangnya empati terhadap orang lain. Menurut American Psychiatric Association (2013) dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-5), individu dengan NPD sering merasa dirinya istimewa dan layak mendapat perlakuan khusus. Hal ini bisa membuat mereka sulit membangun hubungan yang sehat dengan orang lai
Narsistik sendiri merupakan sikap berlebih seseorang dalam membangun citra diri guna mendapatkan pujian, narsistik dapat dikatakan sebagai ciri kepribadian di mana individu memiliki perhatian yang berlebihan pada diri sendiri, kebutuhan akan pengaguman, dan kurangnya empati terhadap orang lain. Hal ini dipicu karena tayangan media sosial yang sering menunjukkan kebahagiaan seseorang. selain itu adanya media sosial sering kali memicu perilaku narsistik melalui fokus pada perolehan ‘like’, pengikut, dan komentar pujian, yang dapat memberikan gratifikasi instan dan pengakuan sosial, sehinga banyak orang mengejar eksistensi dengan cara berlebihan.
Berikut cara membangun membangun personal branding yang sehat dalam dunia digital,
1. Kenali diri sendiri: Identifikasi kelebihan, kekurangan, dan tujuan Anda.
2. Tetapkan nilai-nilai: Tentukan nilai-nilai yang ingin Anda wakili dalam personal branding Anda.
3. Buat konten yang berkualitas: Buat konten yang informatif, inspiratif, dan relevan dengan target audiens Anda.
4. Jaga konsistensi: Pastikan semua konten dan interaksi Anda konsisten dengan personal branding Anda.
5. Jangan lupa untuk mendengarkan: Dengarkan umpan balik dari orang lain dan jangan takut untuk meminta saran.
6. Tetap humble: Jangan biarkan kesuksesan Anda membuat Anda menjadi sombong atau tidak peduli.
Dengan membangun personal branding yang sehat, seseorang dapat meningkatkan kesadaran diri, membangun reputasi yang positif, dan mencapai tujuan karir yang diinginkan tanpa menjadi narsistik. Branding diri yang baik selalu berakar pada niat untuk membawa manfaat, bukan sekadar menarik perhatian.