Kejaksaan Agung barubaru ini mengungkap kasus korupsi besar di PT Pertamina yang melibatkan pengoplosan BBM Pertalite menjadi Pertamax. Kasus ini mengejutkan banyak pihak, termasuk karyawan PT Pertamina Patra Niaga, anak perusahaan Pertamina, yang turut menjerat Direktur Utama, Riva Siahaan.
Meski penahanan Riva Siahaan mengguncang banyak pihak, kantor PT Pertamina Patra Niaga di Wisma Tugu, Jakarta Selatan, tetap beroperasi seperti biasa.
Aktivitas kantor berjalan lancar, dan suasana ramai saat jam makan siang, menandakan operasional tidak terganggu.
Hari, seorang karyawan yang telah bekerja di perusahaan itu selama 15 tahun, mengaku terkejut saat mendengar kabar penangkapan Riva Siahaan.
Sebab, kasus dugaan korupsi yang diusut Kejagung dan menjerat Riva Siahaan itu terjadi sebelum Riva menjabat sebagai Dirut PT Pertamina Patra Niaga.
Diketahui, Riva Siahaan diangkat sebagai Dirut PT Pertamina Patra Niaga pada 14 Juli 2023.
Sebelum itu, ia menduduki jabatan strategis di induk dan anak perusahaan Pertamina, mulai dari penanggung jawab pelanggan utama perusahaan, pemasaran dan niaga, hingga penanggung operasional minyak mentah dan gas.
Adapun kasus dugaan korupsi PT Pertamina yang diusut Kejagung terjadi pada tahun 2018 hingga 2023.
"Kaget. Karena setahu saya, itu terjadi sebelum dia menjabat Dirut," kata Hari saat ditemui Tribunnews di kantor PT Pertamina Patra Niaga.
Hari menggambarkan Riva Siahaan sebagai sosok atasan yang dekat dengan karyawan, bahkan menyebut hubungan mereka seperti ayah dan anak.
"Beliau dekat dengan karyawan, seperti ayah dan anak. Setiap ada acara pasti hadir. Seperti belum lama acara menyambut Ramadhan. Walaupun beliau nonmuslim, tapi beliau ikut hadir," jelasnya.
Edy, karyawan lainnya yang bekerja di bagian IT, juga merasa tak menyangka atas kasus yang menjerat Riva.
"Lumayan kaget juga. Enggak menyangka juga. Beliau termasuk yang suka menyapa karyawan, kalau ketemu senyum, gitu," ungkap Edy.
Meski tak pernah berbincang langsung, Edy mengakui bahwa Riva selalu tampil profesional dalam seminarseminar perusahaan, khususnya di bidang pemasaran dan branding Pertamina Patra Niaga.
Kejagung Temukan Pertalite Dioplos jadi PertamaxKejaksaan Agung (Kejagung) mengumumkan penetapan tersangka dan penahanan terhadap tujuh orang terkait kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina, Subholding, dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 20182023 yang di antaranya bermodus BBM kualitas oktan RON 90 (Pertalite) dicampur atau dioplos menjadi RON 92 (Pertamax).
Para tersangka terdiri dari empat petinggi anak perusahaan PT Pertamina (Persero) dan tiga bos perusahaan swasta, sebagai tersangka hingga ditahan Kejagung.
Empat petinggi anak perusahaan PT Pertamina (Persero) itu yakni Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan; Direktur Optimasi Feedstock dan Produk PT Kilang Pertamina Internasional, Sani Dinar Saifuddin; Vice President Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, Agus Purwono; dan pejabat PT Pertamina International Shipping, Yoki Firnandi.
Sementara, tiga orang dari pihak swasta yakni Beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa, Muhammad Kerry Adrianto Riza; Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, Dimas Werhaspati; dan Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak, Gading Ramadhan Joedo.
TERSANGKA KORUPSI PERTAMINA Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan tujuh orang sebagai tersangka dan melakukan penahanan terkait kasus dugaan dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina, Subholding, dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 20182023 yang di antaranya bermodus BBM kualitas oktan Research Octane Number atau RON 90 (Pertalite) dicampur atau dioplos menjadi RON 92 (Pertamax). Sebanyak empat orang tersangka adalah petinggi anak perusahaan PT Pertamina dan tiga orang dari pihak swasta. (Tribun Video)Kejagung mengungkapkan, salah satu modus operandi kejahatan tersebut yakni pengoplosan Pertalite (RON 90) menjadi Pertamax (RON 92) dan menjualnya dengan harga lebih tinggi. Kejaksaan juga mengungkapkan bahwa pengoplosan tersebut terjadi di depodepo, yang jelas bertentangan dengan regulasi yang ada.
"Modus termasuk yang saya katakan RON 90 (Pertalite), tetapi dibayar (harga) RON 92 (Pertamax) kemudian diblending, dioplos, dicampur," ujar Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung Abdul Qohar, dalam konferensi pers di Kejagung, Jakarta, Selasa (25/2/2025).
Qohar mengungkapkan, perbuatan para tersangka itu mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 193,7 triliun.
"Adanya beberapa perbuatan melawan hukum tersebut telah mengakibatkan adanya kerugian negara sekitar Rp193,7 triliun yang bersumber dari berbagai komponen," kata Qohar.
Kejaksaan Agung memastikan bahwa seluruh bukti akan disampaikan ke publik setelah proses penyidikan selesai.
"Pasti kita tidak akan tertutup, semua kita buka, semua kita sampaikan kepada temanteman wartawan untuk diakses kepada masyarakat," paparnya.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar menegaskan temuan modus operandi BBM RON 90 dioplos menjadi BBM RON 92 merupakan hasil penyidikan yang disertai alat bukti.
"Modus termasuk yang saya katakan RON 90 (Pertalite), tetapi dibayar (harga) RON 92 (Pertamax) kemudian diblending, dioplos, dicampur," ujar Harli.
Ia pun menegaskan, tempus temuan tersebut merupakan dari penyelidikan atas produk BBM tahun 20182023, bukan saat ini.
"Jadi kita sampaikan masyarakat harus tetap tenang karena sesungguhnya yang kami lakukan penyidikan terkait dugaan korupsi importasi minyak mentah dan produk kilang di Pertamina di tahun 20182023," terang Harli.
Atas dasar itu, Harli pun menyebut, bahwa anggapan masyarakat yang mengira BBM jenis Ron 92 atau Pertamax yang saat ini beredar oplosan adalah tidak tepat.
Pasalnya minyak yang sebelumnya diblending atau dicampur oleh Riva dkk untuk dijadikan kualitas lebih tinggi kini sudah habis dipakai.
"Minyak itu habis pakai, jadi jangan ada pemikiran di masyarakat bahwa seolaholah bahwa minyak yang sekarang dipakai itu adalah oplosan, itu enggak tepat."
Selain itu Harli juga menjelaskan, bahwa fakta hukum dalam praktik korupsi tersebut kini sudah selesai.
Sehingga Harli meminta agar masyarakat tidak menyalahkartikan hal tersebut dan tetap tenang.
"Karena penegakkan hukum ini rekan media mendukung, masyarakat mendukung supaya apa? Supaya tuntas tapi jangan sampai menimbulkan keresahan di masyarakat karena peristiwanya ini sudah selesai," pungkasnya.
PT Pertamina Patra Niaga Membantah PERTAMINA PATRA NIAGA Gedung PT Pertamina Patra Niaga di Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (26/2/2025). Kini, Kejaksaan Agung (Kejagung) sedang mengusut kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina, Subholding, dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 20182023, yang turut menjerat empat petinggi dari tiga anak perusahaan PT Pertamina (Persero), yakni PT Pertamina Patra Niaga, PT Kilang Pertamina Internasional, PT Pertamina International Shipping. (Tribunnews.com/Ibriza Fasti Ifhami)Penjelasan pihak Kejagung perihal modus kejahatan dugaan BBM RON 90 (Pertalite) dioplos menjadi BBM RON 92 (Pertamax) mendapat bantahan dari pihak PT Pertamina Patra Niaga.
Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga, Heppy Wulansari, mengatakan tidak ada pengoplosan BBM Pertamax, di mana kualitas Pertamax dipastikan sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan pemerintah yakni RON 92.
“Produk yang masuk ke terminal BBM Pertamina merupakan produk jadi yang sesuai dengan RON masingmasing, Pertalite memiliki RON 90 dan Pertamax memiliki RON 92. Spesifikasi yang disalurkan ke masyarakat dari awal penerimaan produk di terminal Pertamina telah sesuai dengan ketentuan pemerintah,” ujar Heppy, dalam keterangannya, Rabu (26/2/2025).
Menurutnya, treatment yang dilakukan di terminal utama BBM adalah proses injeksi warna (dyes) sebagai pembeda produk agar mudah dikenali masyarakat.
Selain itu, juga ada injeksi additive yang berfungsi untuk meningkatkan performance produk Pertamax.
"Jadi bukan pengoplosan atau mengubah RON. Masyarakat tidak perlu khawatir dengan kualitas Pertamax," jelas Heppy.