TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI Eddy Soeparno meyakini kasus dugaan korupsi minyak mentah yang melibatkan anak usaha Pertamina tidak akan mengganggu distribusi BBM.
Dia meminta internal Pertamina juga melakukan pengawasan ketat.
Menurutnya, Pertamina punya prosedur perusahaan yang ketat ketika ada direksi maupun jajarannya tidak dapat menjalankan tugas karena satu dan lain hal.
"Sebagai perusahaan dengan reputasi internasional, saya yakin dalam waktu dekat pihak Pertamina akan menetapkan pejabat atau pelaksana tugas yang akan melaksanakan tugas dirut baik Patra Niaga maupun International Shipping, mengingat transportasi dan distribusi BBM sangat vital bagi perekonomian nasional," kata Eddy dalam keterangannya Kamis, 27/2/2025.
Eddy juga mendukung Kementerian BUMN dan Dewan Komisaris Pertamina lebih proaktif melakukan pengawasan internal agar kejadian serupa tidak terulang.
Pasalnya, dia menilai kasus ini menggerus kepercayaan masyarakat terhadap salah satu BUMN terkemuka yang berperan sentral terhadap penyediaan kebutuhan esensial masyarakat.
"Direksi BUMN secara rata-rata menerima kompensasi dan fasilitas yang sangat memadai dari perusahaan di mana ia bernaung," kata Waketum PAN itu.
"Karena tidak ada alasan bagi para Direksi BUMN untuk menyalahgunakan kewenangannya untuk hal-hal negatif seperti memperkaya diri, memanfaatkan pengaruh, dan lain-lain," pungkasnya.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung menetapkan Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Persero periode 2018 - 2023.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung, Abdul Qohar, menuturkan praktik lancung yang dilakukan oleh Riva ialah membeli pertalite kemudian dioplos (blending) menjadi pertamax.
"Modus termasuk yang saya katakan RON 90 Pertalite tetapi dibayar harga RON 92 Pertamax kemudian diblending, dioplos, dicampur," katanya saat konferensi pers di Kejagung Jakarta Selatan, Selasa, 25/2/2025.
Adapun pengoplosan ini terjadi dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga.
Pengoplosan itu dilakukan di depo, padahal hal itu tidak diperbolehkan atau bertentangan dengan ketentuan yang ada.
Qohar berjanji akan buka-bukaan nantinya terkait model pengoplosan setelah proses penyidikan rampung.
"Pasti kita tidak akan tertutup, semua kita buka, semua kita sampaikan kepada teman-teman wartawan untuk diakses kepada masyarakat," paparnya.
Sebelumnya, Kejagung menetapkan tujuh orang tersangka dalam kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina Persero Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerjasama (K3S) 2013-2018, Senin, 24/2/2025 malam.
Adapun penetapan ketujuh tersangka ini merupakan hasil penyidikan lanjutan yang dilakukan oleh Kejagung dalam kasus dugaan korupsi tersebut.
Tujuh orang itu ditetapkan sebagai tersangka usai pihaknya melakukan ekspose atau gelar perkara, di mana ditemukan adanya serangkaian tindak pidana korupsi.
Hal itu didasari atas ditemukannya juga sejumlah alat bukti yang cukup baik dari keterangan sedikitnya sebanyak 96 saksi dan keterangan ahli, maupun berdasarkan bukti dokumen elektronik yang kini telah disita.
Adapun ketujuh orang tersangka itu yakni RS selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, SDS selaku Direktur Feedstock and Product Optimization PT Pertamina Internasional, ZF selaku Direktur Utama PT Pertamina Internasional Civic.
Kemudian AP selaku Vice President (VP) Feedstock, MKAN selaku Beneficial Owner PT Navigator Katulistiwa, DW selaku Komisaris PT Navigator Katulistiwa, dan DRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.
Akibat perbuatannya, para tersangka pun diduga melanggar Pasal 2 ayat 1 Juncto Pasal 3 Juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Usai ditetapkan sebagai tersangka, mereka kini ditahan selama 20 hari ke depan.
Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).