Klaim Pertamax Tak Dioplos, tapi Pertamina Akui Tambahkan Zat Aditif untuk Tambah Performa Produk
GH News February 27, 2025 02:05 PM

PT Pertamina Patra Niaga menegaskan Pertamax yang dijual di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) tak dioplos.

Meski demikian, pihak Pertamina mengakui adanya penambahan zat aditif untuk Pertamax.

Pelaksana Tugas Harian Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina Patra Niaga, Mars Ega Legowo Putra, memastikan tidak ada proses pengubahan RON untuk Pertamax.

"Di Patra Niaga, kita terima di terminal itu sudah dalam bentuk RON 90 dan RON 92, tidak ada proses perubahan RON."

"Tetapi, untuk Pertamax, kita tambahkan zat aditif. Jadi di situ ada proses penambahan aditif dan penambahan warna," ungkap Ega dalam rapat bersama Komisi XII DPR RI, Rabu (26/2/2025).

Menurut Ega, penambahan zat aditif itu dilakukan untuk meningkatkan performa mesin kendaraan.

Ega menjelaskan, penambahan zat aditif bertujuan sebagai antikarat, detergensi supaya mesin menjadi lebih bersih, dan membuat ringan kendaraan.

Ia menyebut penambahan zat aditif juga dilakukan untuk bensin maupun solar.

Selain itu, penambahan zat aditif juga bertujuan untuk menambah nilai dan performa produk.

Ia menjelaskan, sudah ada rumusan yang menjadi standar dalam menambahkan produk zat aditif untuk Pertamax.

Rumusnya adalah setiap satu liter Pertamax, ditambahkan 0,33 militer.

"Penambahanpenambahan aditif tersebut adalah sifatnya untuk menambah value dari performansi produkproduk tersebut. Skema ini juga sama dengan badan usaha yang lain," jelas Ega, dilansir Kompas.com.

Lebih lanjut, Ega mengungkapkan zat aditif itu didapat dari Afton Chemical Corporation, berdasarkan hasil lelang

Sebagai informasi, Afton Chemical Corporation adalah perusahaan yang mengembangkan dan memproduksi zat aditif minyak bumi.

"Produknya untuk aditif cuma satu yang kita pakai. Sebenarnya dari Afton," kata Ega.

Kejagung Pastikan Pertamax Dioplos

Sementara itu, Kejaksaan Agung (Kejagung) memastikan Pertamax dioplos menggunakan RON lebih rendah untuk Pertalite atau Premium.

Hal itu diketahui lewat temuan penyidik dan diperkuat dari keterangan saksi.

"Tetap penyidik menemukan tidak seperti itu. Ada RON 90 (Pertalite) atau di bawahnya 88 diblending dengan 92 (Pertamax)."

"Jadi RON (90 atau 88) dengan RON (92), sebagaimana yang saya sampaikan tadi," jelas Direktur Penyidik Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, Rabu.

Abdul menambahkan, Pertamax yang dioplos Pertalite maupun Premium, dijual seharga normal Pertamax.

"Jadi hasil penyidikan, tadi saya sampaikan itu. RON 90 atau di bawahnya itu tadi fakta yang ada, dari keterangan saksi, RON 88 diblending dengan (RON) 92 dan dipasarkan seharga (RON) 92," jelasnya.

Untuk lebih memastikan terkait temuan penyidik tersebut, Qohar mengatakan pihaknya bakal menggandeng ahli untuk menelitinya.

"Nanti ahli yang meneliti. Tapi faktafakta alat bukti yang ada seperti itu. Keterangan saksi menyatakan seperti itu," pungkas Qohar.

Hingga saat ini, Kejagung telah menetapkan sembilan tersangka dalam kasus korupsi di Pertamina yang merugikan negara hingga Rp193,7 triliun.

Sembilan tersangka itu terdiri dari enam petinggi Pertamina dan tiga pihak swasta. Berikut daftarnya:

Dirut PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan; Direktur Optimasi Feedstock & Produk PT Kilang Pertamina Internasional, Sani Dinar Saifuddin VP Feedstock PT Kilang Pertamina Internasional, Agus Purwono; Dirut PT Pertamina International Shipping, Yoki Firnandi; Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, Maya Kusmaya; VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga, Edward Corne; Beneficiary owner dari PT Navigator Khatulistiwa, Muhammad Keery Andrianto Riza; Komisaris PT Khatulistiwa dan PT Jenggala Maritim, Dimas Werhaspati; Komisaris PT Jenggala Maritim dan PT Orbit Terminal Merak Gading, Ramadan Joede.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.