TIMESINDONESIA, BANDUNG – Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Wamendikdasmen), Atip Latipulhayat, menjadi pembicara utama dalam kuliah umum yang bertajuk “Deep Learning dalam Pendidikan Era Digital” di Auditorium Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Bandung, pada Senin, 17 Februari 2025. Kuliah umum ini bertujuan untuk memberikan wawasan kepada para akademisi, mahasiswa, dan tenaga pendidik mengenai konsep serta implementasi deep learning dalam konteks pendidikan, terutama dalam menghadapi tantangan era digital yang terus berkembang.
Dalam sesi kuliah umum tersebut, Wamen Atip menegaskan bahwa deep learning lebih dari sekadar metode atau kurikulum baru dalam dunia pendidikan. Menurutnya, deep learning adalah paradigma atau pendekatan pembelajaran yang harus diadopsi oleh sistem pendidikan nasional.
“Deep learning bukan hanya sekadar hafalan, tetapi sebuah proses untuk memahami dengan mendalam. Kami ingin anak-anak kita tidak hanya membaca, tetapi memahami; tidak hanya menghitung, tetapi menganalisis; tidak hanya menghafal, tetapi mampu menerapkan dan berinovasi,” ujarnya dengan tegas. Ia menambahkan bahwa pendekatan ini sangat relevan untuk mempersiapkan generasi muda Indonesia agar lebih siap menghadapi tantangan di dunia yang semakin kompleks.
Wamen Atip juga menyampaikan pentingnya transformasi pendidikan di Indonesia, agar sistem pendidikan lebih adaptif terhadap perkembangan zaman. “Kita berada di era yang sangat dinamis, di mana perubahan terjadi begitu cepat dan tak terduga. Oleh karena itu, kita perlu menyiapkan generasi mendatang dengan keterampilan berpikir kritis, kreatif, serta fleksibilitas yang tinggi,” ujar Wamen Atip.
Menurutnya, deep learning adalah jawaban atas kebutuhan tersebut, karena pendekatan ini mendorong siswa untuk berpikir lebih kritis dan kreatif, serta dapat mengaplikasikan pengetahuan yang didapatkan dalam kehidupan sehari-hari.
Selain itu, Wamen Atip juga menyoroti tantangan yang dihadapi pendidikan Indonesia, terutama dalam aspek literasi, numerasi, dan keterampilan berpikir tingkat tinggi (Higher Order Thinking Skills atau HOTS). Ia menegaskan bahwa meskipun Indonesia sudah memiliki berbagai kebijakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan, masih ada banyak siswa yang hanya mampu membaca tanpa memahami makna dari bacaan tersebut. “Banyak siswa yang hanya bisa membaca, tetapi tidak bisa memahami maknanya. Dalam bahasa Arab, kita menyebutnya baru sebatas ‘iqra’ (membaca), belum sampai pada ‘tilawah’ yang berarti memahami dan menginternalisasi,” jelasnya.
Lebih lanjut, Wamen Atip juga mengungkapkan bahwa pendekatan deep learning akan membawa perubahan besar dalam hubungan antara guru dan siswa. Selama ini, banyak pembelajaran yang bersifat satu arah, di mana guru berperan sebagai pusat informasi dan siswa hanya sebagai penerima informasi. Dengan deep learning, diharapkan tercipta lingkungan pembelajaran yang lebih interaktif, di mana siswa tidak hanya pasif menerima materi, tetapi aktif dalam membangun pemahamannya sendiri. Guru, dalam hal ini, berfungsi sebagai fasilitator yang membimbing siswa untuk menemukan jawaban dan mengembangkan pengetahuan mereka lebih dalam. “Dengan deep learning, kita ingin mengubah pola pembelajaran yang selama ini satu arah menjadi dua arah, yang lebih dialogis dan berbasis pada pemahaman mendalam,” tegasnya.
Rektor UPI, M. Solehuddin, juga memberikan pandangannya mengenai pentingnya penerapan deep learning di perguruan tinggi. Dalam sambutannya, Solehuddin menegaskan bahwa UPI sebagai institusi pendidikan yang berfokus pada inovasi memiliki tanggung jawab besar dalam mengembangkan dan menerapkan konsep deep learning di Indonesia. “UPI sebagai universitas yang berorientasi pada inovasi dan kualitas pendidikan harus menjadi pelopor dalam implementasi deep learning. Pendidikan harus bisa menjawab kebutuhan zaman, dan deep learning adalah kunci untuk memastikan bahwa mahasiswa dan tenaga pendidik memiliki keterampilan yang relevan di era digital ini,” ungkap Solehuddin.
Menurutnya, keberhasilan pendidikan tidak hanya ditentukan oleh kurikulum yang baik, tetapi juga oleh cara pembelajaran disampaikan. “Seorang guru atau dosen yang baik tidak hanya menyampaikan materi, tetapi juga membangun pemahaman mendalam di antara peserta didik. Dengan cara ini, ilmu yang mereka peroleh bukan hanya sekadar untuk dihafal, tetapi bisa diterapkan dalam kehidupan nyata,” tambahnya. Ia juga mengingatkan bahwa konsep deep learning ini harus dilihat sebagai bagian integral dari upaya menciptakan pendidikan yang bermakna, bukan hanya sebagai proses menghafal yang sering terjadi dalam pendidikan konvensional.
Solehuddin berbagi pengalamannya tentang pelajaran yang paling membekas dalam dirinya, yaitu ketika guru SD-nya mengajarkan sebuah lagu dengan penuh makna. Guru tersebut tidak hanya mengajarkan lirik lagu, tetapi juga mengajarkan makna dan konteks di balik lagu tersebut. “Hal-hal seperti inilah yang membentuk konsep deep learning. Pembelajaran yang tidak hanya menghafal, tetapi benar-benar memahami dan menginternalisasi ilmu,” kenangnya. Hal ini menjadi salah satu contoh konkret bagaimana pendidikan yang mendalam dapat membawa dampak yang lebih besar bagi siswa.
Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan UPI, Nandang Budiman, juga menegaskan komitmen UPI untuk tidak hanya membahas aspek teoretis dari deep learning, tetapi juga mengimplementasikannya dalam sistem pendidikan di kampus. “Kami tidak hanya ingin sekadar membahas konsep deep learning dalam forum akademik, tetapi juga menerapkannya dalam kurikulum, metode pengajaran, dan penelitian. Kami ingin menciptakan lingkungan akademik yang mendorong pembelajaran berbasis pemahaman mendalam,” kata Nandang.
Fakultas Ilmu Pendidikan UPI sendiri telah merancang berbagai strategi untuk mengimplementasikan deep learning, di antaranya adalah pengembangan kurikulum berbasis deep learning, pelatihan bagi dosen dan tenaga pendidik tentang penerapan pendekatan ini, serta penelitian yang mengevaluasi efektivitas deep learning di berbagai jenjang pendidikan. Selain itu, UPI juga berfokus pada pembelajaran berbasis proyek dan kolaboratif yang mendorong mahasiswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah nyata. “Kami juga telah mulai menerapkan deep learning dalam program magang, penelitian berbasis komunitas, dan proyek interdisipliner yang memungkinkan mahasiswa untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan inovatif,” jelas Nandang.
Kuliah umum ini dihadiri oleh berbagai kalangan, mulai dari dosen, mahasiswa, hingga tenaga kependidikan, baik yang hadir secara langsung di Auditorium Fakultas Ilmu Pendidikan maupun secara daring melalui Zoom dan YouTube. Antusiasme peserta terlihat dari sesi diskusi interaktif yang berlangsung, di mana banyak yang menunjukkan minat besar dalam memahami dan mengimplementasikan konsep deep learning dalam proses pembelajaran mereka.
Di akhir acara, Wamen Atip kembali menegaskan bahwa pendidikan yang bermutu tidak hanya bergantung pada kurikulum atau materi yang diajarkan, tetapi juga pada cara pengajaran dan interaksi antara pendidik dan peserta didik. “Dengan pendekatan deep learning, kita bisa menciptakan ekosistem pembelajaran yang lebih dinamis, inovatif, dan relevan dengan kebutuhan masa depan. Ini adalah langkah besar bagi pendidikan Indonesia untuk menjadi lebih adaptif dan berdaya saing global,” pungkasnya. (*)
\