Dirtipidum Bareskrim Polri Bantah Gelapkan Bukti Sertifikat Tanah: Sudah Dikembalikan, Kasus SP3
Adi Suhendi February 28, 2025 12:32 AM

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipiddum) Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro membantah anak buahnya melakukan penggelapan, menyembunyikan, dan menahan tanpa dasar hukum surat tanah milik Brata Ruswanda.

Bahkan, menurutnya kasus tersebut saat ini sudah dihentikan dengan dikeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).

“Tanggal 21 Januari 2025, dilaksanakan gelar perkara di Pidum dengan hasil dihentikan. Tanggal 24 Februari 2025, di SP3. Rekomendasi untuk dihentikan berdasarkan gelar di Biro Wasidik yang dihadiri pelapor dan terlapor pada 30 September 2024,” kata Djuhandani saat dikonfirmasi wartawan, Kamis (27/2/2025).

Saat ini, kata Djuhandani, penyidik juga telah mengembalikan surat tanah tersebut kepada korban dan kuasa hukumnya pada Rabu (26/2/2025).

“Dokumen yang diserahkan sebagai barang bukti dalam perkara pemalsuan dokumen, dan/atau memasuki pekarangan tanpa izin sudah dikembalikan kepada kuasa hukum pelapor atas nama Poltak Silitonga,” jelas dia.

Maka dari itu, Djuhandani menegaskan penyidik tidak pernah melakukan penggelapan terhadap barang bukti yang diserahkan terlapor kepada penyidik.

Akan tetapi, lanjut Djuhandani, penyidik harus tetap mengikuti prosedur untuk pengembalian barang bukti tersebut.

“Penyidik tidak pernah melakukan penggelapan terhadap barang bukti yang diserahkan oleh terlapor kepada penyidik, terkait pengembalian barang bukti harus sesuai prosedur rekomendasi dari gelar perkara yang menyatakan laporan polisi tersebut di SP3. Selain itu, dalam proses SP3 juga ada pengawasan dari pimpinan secara berjenjang,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Djuhandani membeberkan rekomendasi kepada penyidik agar perkara laporan polisi Nomor: LP/1228/X/2018/ Bareskrim tanggal 2 Oktober 2018, yang ditangani oleh Unit IV Subdit III Dittipidum Bareskrim Polri untuk memberikan kepastian hukum berupa penghentian penyidikan.

Kemudian, terhadap Laporan Polisi Nomor : LP/1229/X/2018/ Bareskrim tanggal 2 Oktober 2018, yang ditangani oleh Unit IV Subdit III Dittipidum Bareskrim Polri untuk dilakukan pendalaman dengan melakukan pengecekan lokasi patok yang beralamat di Jln. Padat karya Raya Rt. 12/ 04, Kelurahan Baru Kecamatan Arut Selatan Kabupaten Kobar Pangkalan Bun Palangkaraya.

“Apakah plang atau patok masuk di dalam area SHM Nomor:7293 seluas 1.117 m2 atas nama Almarhum Brata Ruswanda. Apabila tidak masuk dalam lokasi SHM tersebut, maka penyidik memberikan kepastian hukum berupa penghentian penyidikan,” tuturnya.

Selanjutnya, terhadap barang bukti telah dilakukan dengan hasil uji Laboratorium Forensik dengan Nomor Lab: 3939/DCF/2022 tanggal 24 November 2022.

Hasilnya ditemukan bahwa satu lembar asli surat keterangan/bukti menurut adat nomor : Pem-3/13/KB/1973 tanggal 22 Januari 1973, yang dibuat di Kampung Baru Pangkalan Bun dan ditandatangani oleh Kepala Kampung Baru atas nama Gusti Achmad, dengan hasil uji Laboratorium Forensik non identik.

Selanjutnya, satu lembar asli surat keterangan pinjam atau pakai tanah Nomor: 138/SEK/UM-4/III/1973 tanggal 21 Maret 1973, dari Y.H Ratih B.SC selaku peminjam kepada Brata Ruswanda sebagai pemilik tanah, dengan hasil uji Laboratorium Forensik non identik.

“satu lembar asli surat pernyataan pemilikan tanah atas nama Y.H Ratih B.SC tanggal 26 Maret 1992, dengan hasil uji Laboratorium Forensik non identik,” tukasnya.

Dilaporkan ke Propam

Sebelumnya, Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro bersama dengan tiga anak buahnya dilaporkan ke Div Propam Polri.

Hal itu terkait dugaan penggelapan barang bukti surat tanah di Kotawaringin Barat Provinsi Kalimantan Tengah milik Brata Ruswanda.

Ahli waris Brata Ruswanda, Wiwik Sudarsih tidak terima surat-surat tanahnya dengan objek seluas 10 hektare di Kotawaringin Barat dinyatakan palsu. 

Di meminta Brigjen Djuhandani segera mengembalikan barang bukti berupa dokumen berharga tanah miliknya yang diberikan bertahun-tahun yang lalu.

"Tujuan saya datang ke sini untuk mengambil surat-surat yang ada di Mabes Polri. Pokoknya, apa pun alasannya seharusnya diberikan, karena itu kan kita sudah meminta, sudah lebih dari empat kali kami datang ke sini," kata Wiwik di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Senin (24/2/2025).

Laporan terhadap Djuhandani teregister dalam Nomor: SPSP2/000646/II/2025/BAGYANDUAN, tertanggal 10 Februari 2025.

Pihaknya juga membuat aduan ke SPKT Bareskrim Polri atas dugaan melanggar Pasal 28 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang ITE dan Pasal 390 KUHP mengatur tentang tindak pidana menyebarkan berita bohong yang merugikan orang lain. 

Namun, laporan ditolak karena pernyataan Djuhandani dinilai penyidik tidak terdapat unsur pidana.

Kuasa hukum Wiwik, Poltak Silitonga menyebut persoalan ini berawal dari pelaporan mantan Bupati Kotawaringin Barat (Kobar), Nurhidayah atas dugaan menguasai 10 hektare lahan milik pelapor.

Pelaporan terhadap mantan kepala daerah itu dilayangkan Tahun 2018 dengan laporan polisi (LP) Nomor: LP/1228/X/2018/BARESKRIM dan Laporan Polisi Nomor: LP1229/X/2018/BARESKRIM.

Saat penyelidikan, kata Poltak, penyidik meminta surat tanah kliennya yang merupakan anak pertama Brata Ruswanda. 

Kemudian, pelapor Wiwik memberikan surat tanah asli itu yang sejatinya tidak perlu diberikan, hanya ditunjukkan.

"Tetapi, karena kita sudah menduga ada konspirasi antara penyidik dengan Bupati Kotawaringin Barat yang berkuasa itu dibujuk-bujuk lah ibu ini untuk memberikan suratnya. Tanpa didampingi pengacara gitu loh," katanya.

Akhirnya, pelapor Wiwik memberikan sertifikat tanahnya dengan harapan segera diproses penyidik. 

Namun, nyatanya perkara itu tidak tuntas hingga 2024.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.