Sukses! Itulah satu kata untuk menggambarkan penyelenggaraan Shrimp Outlook 2025 oleh JALA di Marriot Hotel Yogyakarta pada Kamis, 27 Februari 2025, kemarin.
---
Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
---
Intisari-Online.com -JALA sukses menyelenggarakan Shrimp Outlook 2025. Setidaknya ada 300 pelaku bisnis udang, termasuk pembubidaya dan petambak, yang hadir pada acara yang berlangsung di Marriot Hotel Yogyakarta pada Kamis, 27 Februari 2025 itu.
Acara dengan tema "Navigating Local Challenges with Global Insights" itu dibuka dengan sambutan oleh Direktur Jenderal Penguatan Data Saing Produk Kelautan dan Perikanan, Budi Sulistiyo dan Southeast Asia Technical Director - Aquaculture, USSEC, Lukas Manomaitis; dan Shrimp Outlook 2025 Report oleh CEO of JALA, Liris Maduningtyas.
Dalam sambutannya, Budi menekankan tentang dinamika industri perikanan di Indonesia, termasuk industri udang. Tak lupa, dia juga menekankan tentang prinsip-prinsip ekonomi biru yang tengah digalakkan oleh pemerintah Indonesia.
Sementara Lukas lebih menekankan apa saja tantangan dan peluang yang dihadapi oleh industri udang di Indonesia secara umum. Tak lupa, dia juga menyambut hangat seluruh peserta datang hari itu.
Lalu Liris menyampaikan laporan Shrimp Outlook 2025 secara umum. Dia memaparkan kondisi budidaya udang Indonesia sepanjang 2024 dan harapan untuk 2025.
"Rata-rata keseluruhan produktivitas udang Indonesia 2024 sebesar 11,55 ton/ha. Tahun 2025, industri udang harus fokus pada peningkatan keberlanjutan dan kepatuhan terhadap regulasi, serta memperkuat branding udang Indonesia di pasar global," ujar Liris.
Secara garis besar, Shrimp Outlook 2025 menunjukkan rasa optimis yang cukup tinggi terhadap udang Indonesia. Meski begitu, ada beberapa tantangan yang harus tetap dihadapi, termasuk tantangan berupa penyakit yang biasa menerpa udang.
"Industri udang Indonesia bisa meningkat ketahanannya terhadap penyakit dengan menggunakan metode pengujian yang sesuai, memvalidasi semua informasi yang didapat, serta tidak sungkan meminta saran dan pakar terpercaya," ujar CEO Genics, Dr. Melony Sellar, salah satu pemateri dalam acara tersebut.
Yang juga menarik adalah pemaparan dari Yahira Piedrahita yang merupakan Executive Director National Aquaculture Chambar Ecuador. Dia menjelaskan kenapa negaranya bisa menjadi produsen udang terbesar di dunia.
"Ekuador fokus pada program peningkatan genetika lokal dan teknologi inovatif untuk mendorong produktivitas udang. Produktivitas ini juga harus diiringi keberlanjutan dan keseimbangan lingkungan, yaitu dengan penggunaan probiotik, saprotam berkualitas, dan manajemen kualitas air," terangnya.
Lalu bagaimana dengan kondisi industri udang Indonesia terkini? "Pada Q4 2024, volume ekspor udang Indonesia mulai stabil dan mengalami sedikit peningkatan. Salah satu kekuatan utama Indonesia di pasar global adalah keragaman produk udangnya, yang perlu terus dikembangkan untuk meningkatkan daya saing," begitu jawaban dari Direktur Global Shrimp Forum Willem van der Pijl, lewat Zoom.
Saran yang juga menarik disampaikan oleh co-Founder Haven Foods, Nicholas Leonard, yang mengaku begitu mencintai Indonesia dan orang-orangnya, pada sesi diskusi panel terakhir. Dia mengatakan bahwa, terkait industri dan budidaya udang, Indonesia tak perlu membandingkan diri dengan engara lain.
"Fokus saja pada kolaborasi dan konsistensi pada budidaya berkelanjutan. Karena potensi Indonesia, dari segi sumber daya alam dan petambaknya, sangat besar," terangnya.
Selain itu semua, mari kita berharap supaya industri udang Indonesia menempati posisi penting dalam percaturan industri udang dunia, sebagaimana negara-negara lain seperti Ekuador, Vietnam, India, dan China. Semoga.