Anggota Komisi IV DPR RI Rina Saa’dah mengusulkan integrasi dan digitalisasi perizinan ruang laut dan pesisir antara Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) serta Pemerintah Daerah.
Usulan ini untuk menghindari terulangnya kasus pagar laut serta munculnya pelanggaran ruang laut dan pesisir diberbagai daerah.
“Sistem satu pintu ini bisa mengurangi birokrasi berbelit, menekan praktik korupsi, dan mencegah konflik penguasaan ruang laut yang merugikan masyarakat pesisir. Sebab pola ini menekankan proses yang transparan dan publik bisa ikut mengawasi,” ujar Rina Saa’dah melalui keterangan tertulis, Senin (3/3/2025).
Saat ini izin Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) merupakan kewenangan KKP yang telah dilakukan melalui sistem OSS dan esea.kkp.go.id.
Namun izin ini terkait erat dengan Peraturan Daerah tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan PulauPulau Kecil (RZWP3K) yang merupakan kewenangan Pemerintah Daerah serta Kementerian ATR/BPN dalam hal penerbitan Hak Atas Tanah di wilayah pesisir dan pulaupulau kecil.
“Melalui integrasi dan digitalisasi perizinan tersebut diharapkan semua persoalan bisa diselesaikan dalam satu pintu. Selain itu melalui cara ini juga terjadi sinkronisasi dan kerjasama antar instansi sehingga potensi tumpang tindih data maupun perizinan bisa dihindari atau diketahui sejak dini," jelasnya.
Rina juga mengusulkan integrasi perizinan dilakukan dengan membangun platform portal terpadu.
Tujuannya memudahkan proses perizinan sehingga pemohon hanya perlu mengakses satu portal resmi untuk semua jenis izin terkait pemanfaatan ruang laut dan pesisir.
Selain itu melalui pola ini juga menciptakan proses yang transparan sehingga masyarakat bisa mengetahui proses perizinan secara online.
“Dalam pelaksanaannya juga bisa memanfaatkan sistem berbasis GIS (Geographic Information System) untuk memantau batas wilayah laut dan daratan maupun mengintegrasikan dengan Big Data Ocean yang sedang dikembangkan oleh KKP guna memperkuat pengawasan secara real time, selain dengan patroli berkala dan mekanisme pelaporan cepat untuk mencegah Pembangunan dan kegiatan illegal,” jelas Rina.
Untuk itu Rina menegaskan perlu adanya regulasi yang lebih jelas soal batas pemanfaatan ruang laut dan pesisir, serta peran Kementerian ATR/BPN maupun pihak lain yang terkait, seperti penegak hukum.
Sehingga tindakan terhadap pelanggar, termasuk sanksi administratif dan pidana jika diperlukan bisa dilakukan dengan lebih tegas dan jelas.
Mengingat kawasan pesisir dan ruang laut adalah area publik, Rina juga mengingatkan perlu adanya kanal aduan masyarakat yang efektif.
Hal ini agar nelayan atau warga pesisir bisa melaporkan jika terjadi proyek maupun kegiatan mencurigakan oleh pemegang izin.
Sebab, nelayan maupun masyarakat sekitar merupakan pihak yang merasakan langsung akibat kegiatan pemanfatan ruang kaut dan pesisir.
”Melibatkan nelayan dan komunitas pesisir dalam perencanaan tata ruang penting untuk menghindari konflik kepentingan,” pungkasnya.