TRIBUNNEWS.COM - Belasan ribu karyawan PT Sri Rejeki Isman (Sritex) Tbk yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK), akan dipekerjakan kembali.
Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli mengatakan bahwa para pekerja Sritex itu dapat dipekerjakan dalam dua pekan ke depan.
Menurutnya, hal ini bisa memberikan ketenangan kepada para pekerja yang terkena PHK.
"Kementerian Ketenagakerjaan juga mengapresiasi berbagai komitmen dan langkah yang dilakukan oleh kurator, seperti yang tadi sudah disampaikan bahwa dalam 2 minggu ke depan pekerja akan dipekerjakan kembali," kata Yassierli, usai rapat dengan Presiden Prabowo di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (3/3/2025).
Sementara itu, Kurator PT Sritex, Nurma Sadikin, menjelaskan alasan para karyawan bisa dipekerjakan lagi karena sudah ada investor yang berminat menyewa aset berupa alat berat milik perusahaan.
Opsi sewa alat berat itu sengaja dibuka untuk meningkatkan harta perusahaan yang telah dinyatakan pailit.
Hal tersebut juga dilakukan untuk menjaga agar nilai aset yang dimiliki perusahaan tidak turun.
Pengumuman soal pihak penyewa alat berat PT Sritex Tbk akan diumumkan dalam dua minggu ke depan.
"Yang mana kami juga sudah berkomunikasi dan sudah ada juga investor yang menghubungi kurator, dan kita sudah dalam proses komunikasi yang mana dalam dua minggu ini kurator akan memutuskan siapa investor yang akan menyewa aset Sritex," ucap Nurma, Senin.
Setelah ada investor baru yang menyewa alat berat PT Sritex Group ini, Nurma pun berharap ke depannya bisa menyerap tenaga kerja lagi, seperti para karyawan Sritex yang menjadi korban PHK.
"Yang mana ini akan menyerap tenaga kerja yang mana juga ini bisa karyawan yang telah terkena PHK dapat di-hire kembali kemudian oleh penyewa yang baru," ujar dia.
Mengenai hal ini, Nurma belum bisa memastikan apakah semua karyawan yang dipecat PT Sritex bisa direkrut secara permanen oleh investor baru atau hanya sementara selama alat berat perusahaan tekstil itu disewakan.
"Kita tidak bisa pastikan," ucap Nurma.
Nurma juga mengungkapkan, PT Sritex bisa saja berganti nama jika sudah memiliki pemilik atau investor yang baru.
"Enggak (bukan Sritex), sudah dengan investor yang baru tadi saya sampaikan, kita enggak tahu nih PT apa nanti yang akan kita putuskan dalam tahap negosiasi," kata Nurma.
"Untuk saat ini sih hanya sementara untuk investor ini (yang sewa alat berat Sritex) ya, karena kita kan enggak tahu nanti pemenang lelangnya siapa. Mungkin nanti bisa dilanjutkan," ucap Nurma.
Untuk diketahui, pabrik PT Sritex Tbk yang berada di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, resmi berhenti beroperasi pada Sabtu (1/3/2025).
Anak perusahaan Sritex Group pun juga terimbas kondisi pailit itu.
Akibatnya, karyawan PT Sritex terkena PHK per 26 Februari dan terakhir bekerja pada Jumat, 28 Februari 2025.
Total ada lebih dari 10.000 orang karyawan Sritex Group terkena PHK yang terjadi pada Januari dan Februari 2025.
Pendapatan yang payah selama beberapa tahun terakhir membuat PT Sritex kesulitan membayar hutang yang jumlahnya sangat besar.
Dikutip dari Kompas.com, perusahaan diketahui harus menanggung utang sebesar 1,597 miliar dollar AS atau dirupiahkan setara Rp25 triliun (kurs Rp 15.600).
Jumlah utang tersebut lebih besar dari aset yang dimiliki Sritex, yakni hanya 617,33 juta dollar AS atau sekitar Rp9,65 triliun.
Dengan kata lain, jumlah aset Sritex tak ada setengah dari jumlah utang perusahaan.
Kondisi itu pun semakin diperparah dengan kinerja penjualannya yang merosot.
Merujuk pada Laporan Keuangan Konsolidasi Interim 30 Juni 2024 yang dirilis di situs resmi perseroan, operasional Sritex pun boncos.
Pasalnya, beban lebih besar dibandingkan dengan total penjualannya.
Dalam laporan keuangan terbarunya, perusahaan hanya bisa mencatatkan penjualan sebesar 131,73 juta dollar AS pada semester I 2024.
Jumlah tersebut turun dibandingkan periode yang sama pada 2023 yakni 166,9 juta dollar AS.
Di sisi lain, beban penjualannya lebih besar yakni 150,24 juta dollar AS.
Sepanjang paruh pertama 2024, Sritex praktis mencatat rugi sebesar 25,73 juta dollar AS atau setara dengan Rp402,66 miliar.
Namun, kerugian yang diderita Sritex tersebut bukan terjadi pada tahun 2024 saja.
Pada tahun 2023, diketahui bahwa Sritex juga menderita kerugian sangat besar yaitu 174,84 juta dollar AS atau sekitar Rp2,73 triliun.
Kemudian, pada masa pandemi Covid-19, perusahaan juga mengalami kerugian sangat besar.
Menurut Laporan Tahunan Sritex pada 2023, sepanjang tahun 2022 perusahaan menanggung rugi sebesar 391,56 juta dollar AS atau Rp6,12 triliun.
Kerugian yang diderita Sritex pada 2022, bahkan jauh lebih besar yakni 1,07 miliar dollar AS atau nilainya setara dengan Rp16,81 triliun, apabila menggunakan nilai kurs dollar saat ini.
Berikutnya pada 2021, Sritex mencatat kerugian 1,06 miliar dollar AS.
Memang pada 2020, di mana Sritex sempat mencatatkan laba sebesar 85,33 juta dollar AS.
Masih dari laporan tahunan Sritex, aset perusahaan juga terus merosot dari tahun demi tahun.
Per Juni 2024, nilai aset perusahaan tercatat 617 juta dollar AS.
Nilai aset Sritex ini mengalami penurunan dibanding pada 2023 yakni 648 juta dollar AS.
Pada 2022, aset Sritex tercatat lebih besar yakni 764,55 juta dollar AS.
Sementara pada 2021, aset Sritex masih berada di atas 1 miliar dollar AS, tepatnya 1,23 miliar dollar AS.
Aset pada 2021 ini juga menurun dibanding aset Sritex pada 2020 yang tercatat 1,85 miliar dollar AS.
Setelah dinyatakan pailit, Sritex Group maupun beberapa anak usahanya harus menjual semua aset perusahaan yang tersisa, untuk melunasi seluruh kewajiban perusahaan kepada para kreditur.
Entitas yang dinyatakan pailit antara lain PT Sritex Sukoharjo, PT Primayudha Mandirijaya Boyolali, PT Sinar Pantja Djaja Semarang, dan PT Bitratex Industries Semarang.
Selanjutnya, berdasarkan Pasal 39 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, dalam perkara Sritex pailit pekerja yang bekerja pada debitor dapat memutuskan hubungan kerja dan sebaliknya kurator dapat memberhentikan dengan mengindahkan jangka waktu.
(Rifqah/Williem Jonata) (Kompas.com)