Ketika Media Sosial Bertemu Ramadan: Dakwah atau Ajang Pamer?
GH News March 09, 2025 01:05 PM

TIMESINDONESIA, JAKARTA – "Gak usah pamer foto tarawih Mas" kata Samsul pada Ali yang berada di sebelahnya, sebelum Ali shalat tarawih. 

"Ia terima kasih Tadz, telah diingatkan, sebenarnya saya hanya mengajak teman-teman akrab saya untuk berada di sini (masjid). Saya biasa nongkrong di Cafe, agar teman-teman juga bisa nongkrong di masjid, maka saya buat status, mungkin bagian sari syiar saya" jawab Ali dengan tenang. 

Ramadan dan media sosial kembali dipenuhi dengan unggahan ibadah. Foto sahur dan buka puasa, video tadarus Al-Qur’an, potret tarawih di masjid, hingga live streaming sedekah berjamaah berseliweran di berbagai platform digital. Sebagian beranggapan ini adalah bentuk dakwah modern, mengajak lebih banyak orang untuk ikut dalam kebaikan. Namun, tak sedikit yang melihatnya sebagai ajang pamer ibadah. Lantas, bagaimana seharusnya kita menyikapi fenomena ini?  

Antara Syiar (dakwah) dan Riya’ (pamer)

Media sosial memang bisa menjadi alat syiar yang luar biasa. Dengan satu unggahan inspiratif, ribuan bahkan jutaan orang bisa termotivasi untuk beribadah. Rasulullah SAW bersabda: "Barang siapa menunjukkan kepada kebaikan, maka ia akan mendapatkan pahala seperti orang yang mengamalkannya." (HR. Muslim)  

Unggahan yang membangun semangat ibadah dapat menjadi ladang pahala jika niatnya benar. Namun, di sisi lain, media sosial juga dapat menggoda seseorang untuk pamer amal. Riya’ (menunjukkan amal dengan tujuan mendapat pujian) adalah penyakit hati yang berbahaya. Rasulullah SAW memperingatkan: "Sesungguhnya sesuatu yang paling aku takutkan menimpa kalian adalah syirik kecil." Para sahabat bertanya, 'Apakah itu wahai Rasulullah?' Beliau menjawab, 'Riya'.'" (HR. Ahmad)  

Imam Al-Ghazali dalam "Ihya’ Ulumuddin" menjelaskan bahwa riya’ dapat muncul dalam berbagai bentuk, termasuk dalam memperlihatkan ibadah dengan niat memperoleh sanjungan. Jika unggahan ibadah lebih bertujuan untuk mendapat pujian dan like, maka kita harus bertanya pada diri sendiri: apakah kita beribadah untuk Allah atau untuk followers?  

Bijak Menggunakan Media Sosial di Bulan Ramadan 
Islam tidak melarang seseorang berbagi kebaikan, tetapi niat dan caranya harus benar. Berikut beberapa sikap bijak dalam menggunakan media sosial selama Ramadan:  

Tanyakan Niat Sebelum Mengunggah

Sebelum membagikan ibadah di media sosial, tanyakan pada diri sendiri: Apakah ini untuk menginspirasi orang lain, atau hanya ingin dilihat sebagai sosok religius? Jika niatnya tidak murni karena Allah, lebih baik ditahan.  

Fokus pada Konten yang Mendidik

Daripada mengunggah foto diri sedang berdoa, lebih baik berbagi ilmu, tafsir ayat, atau hadis-hadis yang relevan dengan Ramadan. Seperti kata Imam Syafi’i:  "Ilmu itu yang bermanfaat, bukan yang hanya dihafal."  

Jangan Sampai Lupa Esensi Ramadan

Ramadan adalah bulan introspeksi diri, bukan bulan pencitraan. Sibuk membuat konten ibadah jangan sampai membuat kita lupa menjalankan ibadah itu sendiri dengan khusyuk.  

Hindari Berlebihan dalam Pamer Sedekah

Sedekah terbaik adalah yang tidak diketahui orang lain. Rasulullah SAW  bersabda: "Tujuh golongan yang akan mendapat naungan Allah di hari kiamat... salah satunya adalah seseorang yang bersedekah dengan tangan kanannya, sementara tangan kirinya tidak mengetahuinya." (HR. Bukhari & Muslim)  

Jika berbagi inspirasi tentang sedekah, lebih baik lakukan tanpa menampilkan wajah penerima atau menunjukkan jumlah donasi. Media sosial bisa menjadi sarana dakwah yang efektif jika digunakan dengan niat yang benar dan cara yang tepat. Namun, jika tidak hati-hati, justru bisa menjadi pintu riya’ yang menghilangkan pahala ibadah kita. Ramadan bukan tentang siapa yang paling terlihat beribadah, tetapi tentang siapa yang paling tulus dalam mendekatkan diri kepada Allah.  Mari jadikan Ramadan tahun ini sebagai momentum untuk memperbaiki niat, memurnikan ibadah, dan menggunakan media sosial dengan bijak—bukan untuk pamer, tetapi untuk menginspirasi dan berbagi manfaat.  

_Wallahul Musta'an Wailaihittuklan_

***

*) Penulis adalah Dr KH Halimi Zuhdy, Pengasuh Pondok Pesantren Darun Nun Malang, ketua RMI PCNU Kota Malang, dosen UIN Malang.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.