TRIBUNNEWS.COM - Permohonan praperadilan kasus dugaan suap Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto diputuskan digugurkan oleh Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pada hari ini, Senin (10/3/2025).
Putusan menggugurkan permohonan praperadilan Hasto dikeluarkan oleh hakim tunggal PN Jaksel, Afrizal Hady.
Menurut hakim, gugatan praperadilan Hasto ini gugur karena Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melimpahkan berkas perkara Hasto ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada PN Jakarta Pusat.
"Menyatakan permohonan pemohon gugur," ucap hakim Afrizal di ruang sidang Oemar Seno Adji PN Jakarta Selatan, Senin (10/3/2025).
Menanggapi hal tersebut, Kuasa Hukum Hasto, Maqdir Ismail mengungkapkan kekecewaannya.
Maqdir menjelaskan permohonan praperadilan ini digelar untuk menentukan sah tidaknya penetapan seseorang menjadi tersangka.
Namun ketika permohonan praperadilan ini digugurkan karena alasan formal yakni tindakan KPK yang melimpahkan berkas perkara ke pengadilan, maka sama saja majelis hakim mengesahkan tindakan buruk yang dilakukan KPK ini.
"Permohonan praperadilan ini adalah untuk mencari bukti permulaan, apakah memang sah atau tidak penetapan seseorang menjadi tersangka."
"Nah ketika permohonan ini digugurkan karena alasan formal bahwa ada tindakan dari KPK yang melimpahkan berkas perkara, sebenarnya yang dilakukan adalah mengesahkan tindakan-tindakan buruk dari KPK ini," kata Maqdir usai menghadiri sidang praperadilan Hasto di PN Jakarta Selatan, Senin (10/3/2025), dilansir Kompas TV.
Maqdir menilai tindakan KPK ini buruk karena lembaga antirasuah mencoba menunda sidang praperadilan Hasto ketika.
KPK juga dinilai mengabaikan hak asasi Hasto dalam menghadirkan saksi yang bisa meringankannya.
Selanjutnya, KPK dinilai sengaja melimpahkan berkas perkara Hasto ke penuntut umum.
"Ya saya katakan buruk kenapa? Karena mereka mencoba melakukan penundaan persidangan ketika dipanggil. Kemudian yang kedua mereka juga melakukan tindakan-tindakan yang mengabaikan hak asasi dari Pak Hasto."
"Misalnya haknya beliau untuk menghadirkan saksi yang menguntungkan yang diabaikan oleh KPK. Kemudian yang ketiga mereka secara sengaja ya melimpahkan berkas perkara satu hari sesudah berkas perkara dan orang diserahkan oleh penyidik kepada penuntut umum."
"Ini artinya apa? Ini memang terstruktur dan sistematis dilakukan oleh KPK untuk menggugurkan perkara praeradilan ini," jelas Maqdir.
Terakhir Maqdir pun mendoakan agar itikad buruk yang diterima Hasto tak dirasakan oleh Pimpinan KPK.
“Selamat kepada KPK yang sudah dengan itikad buruknya dimenangkan pengadilan, semoga ini tidak kena dengan pimpinan KPK nanti,” tegas Maqdir.
Dalam pertimbangannya, hakim Afrizal Hady menyinggung perihal batasan waktu praperadilan berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 102/PUU-XIII/2015.
Dalam putusan itu, MK memberi penafsiran batas waktu yang dimaksud oleh Pasal 82 Ayat (1) huruf d KUHAP, yaitu permohonan praperadilan dinyatakan gugur ketika telah dimulainya sidang pertama terhadap pokok perkara yang dimohonkan praperadilan, terlepas dari apapun agenda dalam sidang pertama tersebut.
Namun, hakim mengatakan, berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) nomor 5 tahun 2021 ditegaskan bahwa perkara tindak pidana otomatis gugur sejak berkas perkara dilimpahkan ke pengadilan.
Sementara itu, diketahui bahwa perkara Hasto telah dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
Dengan demikian, perkara Sekjen PDI-P itu sudah bukan kewenangan penyidik atau penuntut umum KPK. Oleh karenanya, gugatan praperadilan melawan KPK tidak lagi relevan.
“Karena setelah dilimpahkan perkara pokok ke Pengadilan, status tersangka beralih menjadi terdakwa dan status penahanannya beralih menjadi wewenang hakim,” ujar hakim membacakan pertimbangannya.
“Sehingga tidak lagi jadi kewenangan penyidik dan atau penuntut umum, yang terhadapnya dapat dimintakan permohonan praperadilan,” katanya lagi, dikutip dari Kompas.com.
Menurut Hakim Afrizal, putusan praperadilan berpotensi bertentangan dengan perkara pokok yang akan diperiksa di Pengadilan Tipikor.
Sementara itu, pelimpahan berkas perkara menjadi awal pemeriksaan kasus tersebut.
“Oleh karena perkara a quo telah dilimpahkan oleh termohon (KPK) ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, permohonan pemohon (Hasto) harus dinyatakan gugur,” ujarnya.
(Faryyanida Putwiliani)(Kompas.com/Irfan Kamil)