Ketua Umum Persatuan Purnawirawan ABRI (Pepabri) Jenderal TNI (Purn) Agum Gumelar, menanggapi munculnya kecurigaan di masyarakat terkait rencana revisi UndangUndang (UU) TNI, yang dinilai dapat menghidupkan kembali dwi fungsi ABRI.
Dia menegaskan, Pepabri sangat konsen terhadap masalah ini dan meyakini bahwa dwi fungsi ABRI tidak akan pernah terjadi lagi.
Hal itu disampaikannya dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi I DPR RI pada Senin (10/3/2025).
"Pepabri sangat konsen masalah ini, dan Pepabri menyatakan tidak akan pernah terjadi kembali ke dwi fungsi ABRI," kata Agum Gumelar, di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta.
Lantas, Agum menjelaskan apa yang dimaksud dengan dwi fungsi ABRI dan bagaimana peran ABRI dalam proses kemerdekaan Indonesia.
Dia menjelaskan, bahwa saat bangsa ini merdeka, ABRI bersama seluruh elemen bangsa lainnya turut berperan dalam memerdekakan negara ini.
Setelah kemerdekaan tercapai, ABRI ikut serta dalam menentukan arah bangsa ke depan.
"Begini, ketika bangsa ini merdeka, ABRI bersama seluruh elemen bangsa lainnya merasa telah bersamasama memerdekakan bangsa ini. Ketika bangsa ini telah merdeka, maka bersepakat komponen yang berperan memerdekakan bangsa ini untuk menentukan apa yang akan dicapai setelah kita merdeka," ujar Agum.
Lebih lanjut, Agum menjelaskan bahwa hakikat dari dwi fungsi ABRI adalah peran ABRI dalam menentukan arah bangsa bersama dengan kekuatan sosial politik lainnya untuk membawa bangsa ini menuju tujuan nasional.
"Itu hakikat dwi fungsi ABRI," ujarnya.
Namun, Agum mengatakan dalam perjalanannya, konsep dwi fungsi ini disebutnya sebagai penugaskaryaan, yaitu penempatan personel TNI/ABRI di posisi sipil.
Menurut Agum, penugaskaryaan ini bukanlah dwi fungsi, dan ada ketentuan yang harus dipatuhi dalam penugaskaryaan.
"Penugaskaryaan ini ada ketentuannya yang kita patuhi, penugaskaryaan ini harus berdasarkan permintaan. Tanpa permintaan, tidak ada itu penugaskaryaan," ucap Agum.
Agum memberikan contoh terkait mekanisme penugaskaryaan.
Misalnya, jika ada aspirasi dari masyarakat di suatu kabupaten yang menginginkan bupati dari unsur ABRI, maka aspirasi ini akan disampaikan melalui jalur teritorial.
"Aspirasi masyarakat di situ menginginkan bupatinya dari unsur ABRI, maka disampaikan aspirasi ini melalui jalur teritorial, kemudian oleh Korem disampaikan ke Kodam, kemudian disampaikan ke Mabes," ujarnya.
Lebih lanjut, Agum menjelaskan bahwa penugaskaryaan ini berdasarkan permintaan masyarakat yang disampaikan melalui jalur yang tepat, dan kemudian dilakukan seleksi ketat untuk mencari personel ABRI yang paling tepat untuk memenuhi harapan masyarakat.
Namun, Agum menyoroti bahwa pada masa Orde Baru, terjadi penyimpangan dari prinsip penugaskaryaan yang berdasarkan permintaan.
"Di zaman Orde Baru terjadi penyimpangan, permintaan yang tadi menjadi dasar penugasan seorang perwira ABRI di instansi sipil itu direkayasa," katanya.
Agum menekankan bahwa pendekatan yang terjadi di masa Orde Baru lebih mengarah pada pendekatan kesejahteraan, yang kemudian berpotensi menciptakan masalah.
Dia pun berharap agar proses ini dipertimbangkan dengan matang untuk menghindari prasangka negatif yang dapat muncul di masyarakat.
"Pertimbangkan dengan matang, tentunya untuk dalam rangka menghilangkan prasangka," pungkasnya.