TIMESINDONESIA, JAKARTA – Elon Musk, CEO Tesla dan pemilik X (sebelumnya Twitter), mengalami kerugian finansial sebesar USD29 miliar dalam satu hari menyusul anjloknya saham Tesla.
Tampaknya, perusahan lain miliknya juga mengalami masalah: X kena serangan siber, peluncuran roket SpaceX dua kali gagal, dan tekanan politik akibat kepemimpinannya US Department of Government Efficiency (DOGE) yang dinilai kontroversial.
Menurut Bloomberg Billionaires Index, kekayaan bersih Musk merosot USD29 miliar: dari USD330 miliar pada Minggu (9/3/2025) menjadi USD301 miliar pada Senin (10/3/2025). Turun 6,7% atau USD29 miliar hanya dalam 24 jam saja.
Kerugian USD29 miliar tadi bila dikonversi ke Rupiah berdasarkan kurs Rp16.000 per USD1, besarnya Rp464 triliun. Setara dengan sekitar 14% anggaran belanja negara dalam APBN Indonesia 2024 yang besarnya Rp3.325,3 triliun.
Sejumlah analis menilai penyebab penurunan kekayaan Musk tersebut adalah jatuhnya saham Tesla sebesar 15,43% pada Senin lalu. Penurunan nilai saham ini adalah yang paling terendah sejak September 2020.
Disamping itu, penjualan global Tesla juga melorot tajam. Di Jerman tercatat jumlah pesanan turun 70%. Dan untuk pengiriman ke China turun 49%.
Sementara itu, dampak kebijakan Presiden Donald Trump dalam menaikkan tarif impor memicu kekhawatiran resesi di AS. Hal itu direspons nyata oleh pasar: Nasdaq 100 turun 4% dan S&P 500 turun 3%. Khusus untuk bisnis Tesla, tarif impor Trump justru memicu ketidakpastian pasar global. Ini sangat memperparah penjualan global produk Tesla.
Kemungkinan kerugian finansial Musk bisa bertambah terus bila ia gagal meyakinkan pasar bahwa Tesla dalam keadaan baik-baik saja.
Jabatan politik Musk sebagai Kepala Departemen Efisiensi Pemerintah AS (US Department of Government Efficiency/DOGE) di era Trump dikritik pasar sebagai biang keladi penurunan fokus Musk pada bisnis Tesla.
Namun Musk membantah ktitik itu.
Di Twitter/X, ia menulis: "It will be fine in the long term," untuk menenangkan investor. Namun dalam sebuah wawancara dengan Fox News, Musk justru mengakui bahwa ia sebenarya kesulitan menyeimbangkan peran politik dengan operasional bisnis besarnya: Tesla, SpaceX, dan X.
Selain turunnya saham Tesla, ternyata dua perusahaan Musk lainnya (X dan SpaceX) juga dilanda masalah.
Proyek besar Starship SpaceX yakni peluncuran Roket Starship gagal dua kali. Pertama ledakan pada Januari dan kegagalan pada Maret lalu. Puing ledakan roket sampai jatuh hingga Kepulauan Turks dan Caicos.
"Today was a minor setback," kata Musk terkait dua insiden itu. Ia menjanjikan peluncuran berikutnya dalam 4-6 minggu.
Kemudian baru saja Platform X kena serangan siber. Pada Senin, (11/3/2025), puluhan ribu pengguna melaporkan gangguan akses.
Musk menyebut serangan siber besar itu dilakukan oleh kelompok terkoordinasi atau negara tertentu.
Namun hasil investigasi sejumlah analis menunjukkan bahwa justru server X diduga tidak sepenuhnya terlindungi sehingga serangan siber bisa mudah masuk.
Meski dihantam badai krisis, Musk tetap optimistis. Musk yakin semua ini hanya gangguan yang sifatnya sementara.
Sejumlah analis finansial menilai, optimisme Musk itu memang berdasar.
Pertama, Musk sebenarnya sudah melakukan diversifikasi portofolionya sejak lama. Musk tidak hanya bergantung pada Tesla saja. Tetapi juga di SpaceX, X, dan Neuralink.
Yang kedua, Tesla pernah punya pengalaman jatuh parah pada 2020 lalu, sahamnya bahkan turun sampai 21%. Toh, Tesla mampu bangkit lagi dengan caranya sendiri.
Yang ketiga adalah fokus inovasi teknologi yang dilakukan Musk pada proyek Starship dan AI Tesla (Optimus). Teknologi tersebut dinilai berpotensi besar untuk jadi game-changer masa depan bisnisnya.
Seperti apa respons pasar dan politik pasca serangan siber X dan jatuhnya saham Tesla? Pantau terus perkembangannya.(*)