Para musisi, dari Armand Maulana, Bernadya, hingga Raisa Andriana, menggugat Undang-Undang (UU) Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta ke Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka meminta MK mengubah aturan terkait pembayaran royalti konser.
Dilihat dari situs MK, Selasa (11/3/2025), permohonan tersebut didaftarkan oleh 29 orang. Pemohonan itu tercatat dengan nomor akta pengajuan permohonan elektronik (AP3) nomor 33/PUU/PAN.MK/AP3/03/2025.
Berikut ini daftar artis yang mengajukan gugatan tersebut:
1. Tubagus Arman Maulana (Armand Maulana)
2. Nazril Irham (Ariel NOAH)
3. Vina DSP Harrijanto Joedo (Vina Panduwinata)
4. Dwi Jayati (Titi DJ)
5. Judika Nalom Abadi Sihotang
6. Bunga Citra Lestari (BCL)
7. Sri Rosa Roslaina H (Rossa)
8. Raisa Andriana
9. Nadin Amizah
10. Bernadya Ribka Jayakusuma
11. Anindyo Baskoro (Nino)
12. Oxavia Aldiano (Vidi Aldiano)
13. Afgansyah Reza (Afgan)
14. Ruth Waworuntu Sahanaya
15. Wahyu Setyaning Budi Trenggono (Yuni Shara)
16. Andi Fadly Arifuddin (Fadly Padi)
17. Ahmad Z Ikang Fawzi (Ikang Fawzi)
18. Andini Aisyah Hariadi (Andien)
19. Dewi Yuliarti Ningsih (Dewi Gita)
20. Hedi Suleiman (Hedi Yunus)
21. Mario Ginanjar
22. Teddy Adhytia Hamzah
23. David Bayu Danang Joyo
24. Tantri Syalindri Ichlasari (Tantri Kotak)
25. Hatna Danarda (Arda)
26. Ghea Indrawari
27. Rendy Pandugo
28. Gamaliel Krisatya
29. Mentari Gantina Putri (Mentari Novel).
Para musisi ini menggugat sejumlah pasal UU Hak Cipta. Salah satunya pasal mengenai pembayaran royalti konser.
Berikut ini isi pasal yang mereka gugat dalam UU Hak Cipta:
Pasal 9 ayat 3:
Setiap Orang yang tanpa izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta dilarang melakukan Penggandaan dan/atau Penggunaan Secara Komersial Ciptaan.
Pasal 23 ayat 5:
Setiap Orang dapat melakukan Penggunaan Secara Komersial Ciptaan dalam suatu pertunjukan tanpa meminta izin terlebih dahulu kepada Pencipta dengan membayar imbalan kepada Pencipta melalui Lembaga Manajemen Kolektif.
Pasal 81:
Kecuali diperjanjikan lain, Pemegang Hak Cipta atau pemilik Hak Terkait dapat melaksanakan sendiri atau memberikan Lisensi kepada pihak ketiga untuk melaksanakan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), Pasal 23 ayat (2), Pasal 24 ayat (2), dan Pasal 25 ayat (2).
Pasal 87 ayat 1:
Untuk mendapatkan hak ekonomi setiap Pencipta, Pemegang Hak Cipta, pemilik Hak Terkait menjadi anggota Lembaga Manajemen Kolektif agar dapat menarik imbalan yang wajar dari pengguna yang memanfaatkan Hak Cipta dan Hak Terkait dalam bentuk layanan publik yang bersifat komersial
Pasal 113 ayat 2:
Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 500 juta.
Dalam alasan permohonannya, para pemohon mengaku hanya akan membahas soal hak ekonomi pertunjukan atau performing rights. Para pemohon menyebutkan sudah menjadi kebiasaan umum bahwa penyelenggara acara pertunjukan atau event organizer yang membayar royalti atas pertunjukan di tempat hiburan, konser, radio, televisi, dan lainnya.
"Hal ini dikarenakan pada praktiknya penyelenggara acara pertunjukan dikategorikan ke dalam definisi pengguna dan orang dalam Pasal 1 angka 27 UU Hak Cipta merupakan pihak yang mengetahui variabel dan komponen untuk dapat menentukan pembayaran royalti kepada LMKN (Lembaga Manajemen Kolektif Nasional) untuk kemudian diberikan kepada LMK dan pencipta," ujar pemohon.
Pemohon mengatakan selama ini pencipta karya bisa mendapat royalti yang wajar dengan menjadi anggota Lembaga Manajemen Kolektif (LMK). Adapun LMK berperan untuk menghimpun dan mendistribusikan royalti, sementara LMKN berperan menarik royalti.
"Pada realitasnya, apa yang diamanatkan dalam UU Hak Cipta belum dapat terwujud di mana masih banyak timbul polemik," ujar mereka.
Pemohon juga mempersoalkan Pasal 9 ayat (3) UU Hak Cipta, yang berisi larangan penggunaan secara komersial tanpa izin pencipta, telah menghambat hak para pemohon sebagai pelaku pertunjukan atau performer. Mereka mengungkit kasus Sammy Simorangkir dengan Badai.
|
"Frasa 'setiap orang' pada Pasal 23 ayat (5) UU Hak Cipta sering kali dimaknai secara keliru dengan merujuk hanya pada orang perorangan saja dan oleh karenanya disimpulkan secara salah sebagai pelaku pertunjukan. Contoh konkret masalah kekeliruan pemahaman yang disebabkan oleh frasa 'setiap orang' dapat ditemukan pada permasalahan antara Agnez Mo dengan Ari Bias, di mana muncul masalah mengenai apakah pihak yang 'menggunakan ciptaan secara komersial' ditujukan kepada individu/badan hukum yang membuat acara pertunjukan (dalam hal ini event organizer dan/atau promotor) atau ditujukan kepada individu yang melaksanakan pertunjukan atas dasar perjanjian dengan pihak yang membuat acara," ujar mereka.
Atas dasar tersebut, para pemohon meminta MK mengubah pasal-pasal berikut:
1. Menyatakan Pasal 9 ayat (3) UU Hak Cipta konstitusional sepanjang dimaknai bahwa penggunaan secara komersial ciptaan dalam suatu pertunjukan tidak memerlukan izin dari pencipta atau pemegang hak cipta dengan kewajiban untuk tetap membayar royalti atas penggunaan secara komersial ciptaan tersebut
2. Menyatakan Pasal 23 ayat (5) UU Hak Cipta konstitusional sepanjang frasa 'setiap orang' dimaknai sebagai 'Orang atau badan hukum sebagai penyelenggara acara pertunjukan' kecuali apabila diperjanjikan berbeda oleh pihak terkait mengenai ketentuan pembayaran royalti dan sepanjang dimaknai bahwa pembayaran royalti dapat dilakukan sebelum dan sesudah dilakukannya penggunaan komersial suatu ciptaan dalam suatu pertunjukan
3. Menyatakan Pasal 81 UU Hak Cipta konstitusional sepanjang dimaknai untuk penggunaan secara komersial dalam suatu pertunjukan tidak diperlukan lisensi dari pencipta dengan kewajiban untuk membayar royalti untuk pencipta melalui LMK
4. Menyatakan Pasal 87 UU Hak Cipta konstitusional sepanjang tidak dimaknai bahwa pencipta, pemegang hak cipta ataupun pemilik hak terkait juga dapat melakukan mekanisme lain untuk memungut royalti secara nonkolektif dan/atau memungut secara diskriminatif
5. Menyatakan bahwa ketentuan huruf f dalam Pasal 113 ayat (2) UU Hak Cipta inkonstitusional dan tidak berkekuatan hukum.