AS Berubah Sikap Soal Pengusiran Warga Gaza, Hamas: Tekan Juga Israel Buat Patuhi Gencatan Senjata
TRIBUNNEWS.COM - Juru bicara Hamas Hazem Qassem, Kamis (13/2/2025) menyambut baik apa yang terlihat sebagai perubahan sikap Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump terkait pemindahan paksa penduduk Gaza.
Qassem mendesak Trump untuk "menghindari keselarasan dengan visi gerakan Zionis sayap kanan."
"Jika pernyataan Presiden Trump mencerminkan pembalikan total gagasan pemindahan penduduk Gaza, maka itu disambut baik," kata Qassem dilansir RNTV, Kamis.
Hamas juga menyerukan AS untuk menekan Israel agar mematuhi kesepakatan gencata senjata tiga tahap yang terhenti pasca-berakhirnya tahap pertama pada 28 Februari kemarin.
"Kami menyerukan agar posisi ini diperkuat dengan memaksa Israel untuk melaksanakan semua tahapan perjanjian gencatan senjata."
Pernyataan tersebut disampaikan setelah Trump menyatakan, kalau "Tidak seorang pun akan mengusir siapa pun dari Gaza," sebagai tanggapan atas pertanyaan dalam pertemuannya dengan Perdana Menteri Irlandia, Micheál Martin di Gedung Putih, Rabu.
Trump juga menekankan kalau Washington bekerja "rajin" dalam koordinasi dengan 'Israel' untuk menyelesaikan situasi di Jalur Gaza.
Sejak 25 Januari, Trump telah mempromosikan rencana untuk merelokasi warga Palestina dari Gaza ke negara-negara tetangga, seperti Mesir dan Yordania—sebuah usulan yang ditolak kedua negara, bersama dengan negara-negara Arab lainnya dan organisasi internasional.
Pada awal Februari, ia menyampaikan rencananya yang mengusulkan pemindahan permanen warga Palestina, kontrol AS atas jalur tersebut, dan inisiatif untuk membangunnya kembali menjadi apa yang disebut "Riviera Timur Tengah".
Dalam perkembangan terkait, Mesir menyampaikan apresiasinya atas sikap Trump terhadap Gaza, menekankan pentingnya membina perdamaian di kawasan tersebut dan mendukung resolusi damai yang melindungi hak-hak Palestina dan memastikan stabilitas.
Seperti dilaporkan, Donald Trump menyatakan kalau "tidak ada yang akan mengusir siapa pun dari Gaza," dalam pernyataan terbarunya mengenai usulannya sebelumnya untuk merelokasi sekitar dua juta warga Palestina dari daerah kantong yang hancur itu.
Rencana ini merupakan bagian dari visinya untuk membangun kembali dan membangun apa yang disebutnya “Riviera Timur Tengah.”
Dalam konferensi pers bersama dengan Perdana Menteri Irlandia Micheál Martin, Trump menekankan, "Tidak seorang pun akan diusir dari Gaza,".
Banyak pihak menilai, pernyataan ini sekali lagi menandakan ketidakkonsistenan' Trump dalam hal apapun dalam pernyataannya.
Pernyataan terbaru Trump ini secara jelas berbeda dari usulannya sebelumnya, yang telah menghadapi kecaman luas dari Arab dan global tetapi disambut baik oleh pejabat Israel soal relokasi massal penduduk Gaza selama wilayah kantong Palestina itu dibangun.
Setelah pertemuan di Gedung Putih, Martin menyatakan keinginannya untuk membebaskan tawanan Israel dan mewujudkan perdamaian di Gaza.
Ia juga menekankan pentingnya gencatan senjata di tengah upaya mediasi internasional yang sedang berlangsung untuk tahap berikutnya dari perjanjian Gaza.
Meskipun Trump sudah mengubah pendiriannya soal ide relokasi penduduk Gaza ke negara-negara tetangga, tampaknya Israel masih mengejar beberapa elemen rencana tersebut.
Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich, seorang tokoh sayap kanan, mengungkapkan pada hari Minggu di Knesset tentang pembentukan kelompok lobi di Israel dan AS yang bertujuan untuk memajukan inisiatif Trump untuk merebut Gaza dan menggusur penduduknya, bersamaan dengan perluasan pemukiman yang signifikan di Tepi Barat.
Menanggapi krisis yang sedang berlangsung, sebuah rencana alternatif diusulkan selama pertemuan puncak Arab luar biasa yang diadakan di Kairo minggu lalu, yang menganjurkan pembangunan kembali Gaza sambil mengizinkan penduduknya untuk tetap tinggal di sana.
Mesir memperkenalkan rencana komprehensif yang diperkirakan menelan biaya USD 53 miliar dengan fokus pada bantuan darurat, upaya pembangunan kembali, dan pembangunan ekonomi jangka panjang selama lima tahun ke depan.
Pernyataan Trump ini juga disambut baik Mesir.
Dalam pernyataan yang dikeluarkan oleh Kementerian Luar Negeri Mesir, Kairo mengakui komentar Trump selama pertemuannya pada 12 Maret 2025, dengan Perdana Menteri Irlandia Micheál Martin, memandangnya sebagai pengakuan atas perlunya mencegah kemerosotan lebih lanjut dari situasi kemanusiaan di Gaza dan untuk mencari solusi yang adil dan abadi untuk masalah Palestina.
Mesir menekankan pentingnya membangun posisi ini untuk memajukan upaya yang lebih luas menuju perdamaian Timur Tengah.
Pernyataan tersebut menyoroti perlunya mengadopsi pendekatan komprehensif yang menjamin stabilitas dan keamanan bagi semua pihak yang terlibat.
Lebih jauh, Mesir menegaskan kembali dukungannya terhadap inisiatif Presiden Trump untuk menyelesaikan konflik internasional, termasuk di Timur Tengah, dan menekankan bahwa setiap upaya perdamaian harus sejalan dengan aspirasi sah rakyat Palestina. Ini termasuk hak mereka untuk mendirikan negara merdeka di sepanjang perbatasan sebelum tahun 1967, dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.
Kairo menegaskan kembali komitmennya untuk mendukung semua inisiatif serius yang bertujuan untuk mencapai perdamaian yang adil dan menyeluruh di kawasan tersebut. Ia juga meminta para pemangku kepentingan internasional dan regional untuk mengintensifkan upaya menuju penyelesaian damai yang menjamin keamanan, stabilitas, dan kesejahteraan bagi semua.
(oln/rntv/*)