TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rapat panitia kerja (panja) pembahasan RUU TNI di Hotel Fairmont, Jakarta Pusat, Sabtu (15/3/2025) diwarnai kejadian menarik.
Rapat tertutup antara Komisi I DPR dan pemerintah itu digeruduk dan diinterupsi oleh unsur masyarakat sipil yang mengatasnamakan Koalisi Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan.
Pantauan Tribunnews di lokasi, para perwakilan dari masyarakat sipil tersebut tiba di depan luar ruang rapat sekitar pukul 17.40 WIB.
Jumlah mereka sebanyak 3 orang.
Mereka mengenakan kemeja hitam, ada yang mengenakan jaket abu-abu, dan jaket hitam.
Setelah membentangkan spanduk penolakan RUU TNI, mereka langsung membuka pintu ruang rapat, meneriakkan seruan lantang soal penolakan RUU TNI. Rapat pun terhenti sejenak.
Pihak pengamanan pun bergerak cepat dan memaksa mereka keluar.
Bahkan, ada sedikit insiden fisik antara pihak pengamanan dan unsur sipil tersebut.
"Teman-teman, hari ini kami mendapatkan informasi bahwa proses revisi undang-undang TNI dilakukan secara tertutup di Hotel Fairmont, yang mana kita tahu hotel ini sangat mewah dan kami justru mendapatkannya dari teman-teman jurnalis. Proses ini tidak hanya kemudian diinformasikan kepada masyarakat, tetapi juga seolah-olah ditutupi yang kemudian kami mempertanyakan apa alasan proses pembahasan RUU TNI dilakukan secara tertutup," kata perwakilan sipil tersebut.
Mereka juga mengirimkan surat terbuka untuk memberikan masukan kepada Komisi I DPR untuk menunda proses pembahasan RUU TNI.
"Secara substansi, kami pandang dan kami nilai sangat kemudian mengaktivasi kembali dwifungsi militer. Oleh karena itu, kedatangan kami di sini menuntut agar proses ini dihentikan selain bertolak belakang dengan kebijakan negara mengenai efisiensi juga," kata dia.
"Terkait dengan pasal dan substansinya itu jauh dari upaya semangat menghapus dwi fungsi militer dan jauh dari semangat reformasi sektor keamanan di Indonesia," kata dia
Sementara itu Ketua Komisi I DPR RI Utut Adianto menyebut pengesahan revisi Undang-undang TNI yang tengah dibahas Komisi I DPR RI bersama pemerintah tak menutup kemungkinan segera disahkan pada pekan depan.
Apalagi, saat ini RUU TNI masuk tahap panitia kerja (Panja) membahas daftar inventarisasi masalah atau DIM.
“Kalau saya yang tidak pakai target, tetapi kalau memang hari ini selesai dan saya anggap dan kita semua sepakat sudah lebih dari cukup dan baik, ya kenapa tidak (disahkan pekan depan),” ujar Utut.
Politisi PDI Perjuangan (PDIP) itu pun berharap pembahasan DIM RUU TNI di tingkat Panja berjalan dengan lancar.
Sehingga, pembahasan bisa berlanjut di rapat kerja (Raker) perundingan tingkat 1 bersama para menteri.
Adapun, menteri yang ditugaskan di tingkat Raker yakni Menteri Hukum, Menteri Pertahanan, Menteri Keuangan dan Menteri Sekretaris Negara.
“Kalau ini bisa selesai tuntas, saya tidak ingin ada yang gantung. Kalau ini semua tuntas kita Raker. Raker itu perundingan tingkat 1. Perundingan tingkat 1 itu antara Menteri yang ditugaskan dengan DPR,” kata Utut.
“Menteri yang ditugaskan ada 4. Menteri Hukum, itu yang soal peraturan perundangan. Menteri Keuangan yang kaitan dengan budget. Terus Menteri Pertahanan selaku usernya sendiri. Dan satu lagi, Menteri Sekretariat Negara,” sambungnya.
Utut menyebut pengesahan RUU TNI ini pun tak menutup kemungkinan bakal dilakukan pada rapat paripurna pada masa sidang kali ini. Meski, pihaknya tak memasang target.
“Ya kalau memang Menterinya siap, ini kan Undang-Undang dua sisi. Pak Safri (Menhan) pernah bilang dan itu di-stated sama dia, kalau bisa masa sidang ini,” ungkap Utut.
“Kalau memang dia siap, ya kita ini siap, ya kita Raker. Bukannya berarti ngejar target, yang penting sudah dibahas dengan sebaik-baik,” tandasnya.