TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Aktivis antikorupsi mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera menindaklanjuti tiga laporan dugaan korupsi di Sumatera Selatan (Sumsel).
Tiga laporan tersebut sudah dilaporkan ke KPK pada Selasa, 25 Februari 2025, oleh Komunitas Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (K-MAKI) Sumsel.
Menurut para pegiat antikorupsi, kasus yang dilaporkan jauh lebih besar dan kompleks dibandingkan dengan operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK di Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumsel, belum lama ini.
“Hari ini kami pegiat antikorupsi Sumatera Selatan kembali mendatangi KPK untuk menanyakan perkembangan laporan kami yang sudah beberapa minggu lalu diajukan. Kasus ini, khususnya terkait dugaan gratifikasi pembangunan villa, yang mana kita telah melaporkan pejabat penting Sumsel,” ungkap Koordinator Aktivis Sumsel-Jakarta, Harda Belly, saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (17/3/2025).
Harda menegaskan bahwa pihaknya berharap KPK tidak tebang pilih dalam menangani kasus-kasus korupsi.
Proyek pembangunan villa yang diduga sarat dengan praktik korupsi ini, memiliki luas 16 hektare dan diduga melibatkan hingga tujuh kepala dinas.
Lebih lanjut, Harda mengungkapkan bahwa Arifia Hamdani, salah satu pihak yang mengetahui perihal proyek tersebut, siap memberikan bantuan dan menjadi saksi untuk mengungkap lebih dalam dugaan keterlibatan pejabat terkait.
"KPK harus memproses ini, tidak bisa dibiarkan. Jangan sampai ini menjadi catatan buruk bahwasanya KPK tidak jauh lebih tegas dari Kejaksaan Agung," kata Harda.
Senada dengan itu, Koordinator K-MAKI Sumsel, Feri Kurniawan, juga menuntut agar laporan yang telah diajukan segera ditindaklanjuti.
"Kita minta supaya proses pengaduan dari K-MAKI segera ditindaklanjuti. Sebab, kami sudah melampirkan data yang lengkap, melampirkan juga saksi yang di BAP, dan semua bukti-bukti lain. Kami berharap KPK segera untuk menindaklanjutinya," tutur Feri.
Laporan yang disampaikan K-MAKI Sumsel meliputi tiga dugaan korupsi, yakni terkait dokumen palsu Bank SB, PT SMS, dan pembangunan vila milik kepala daerah di Sumsel.
Dengan data yang lengkap, aktivis antikorupsi berharap KPK segera melakukan langkah konkret untuk mengusut tuntas kasus-kasus ini dan memastikan transparansi serta keadilan di Sumatera Selatan.