Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) bersama Lembaga Pengawasan dan Pengawalan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI) dan Aliansi Rakyat untuk Keadilan dan Kesejahteraan Indonesia (ARUKKI) menggugat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Mereka telah mendaftarkan dua gugatan praperadilan melawan KPK atas mangkraknya dua perkara yaitu kasus Pertamina Energy Trading Limited (Petral) dan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).
"Gugatan praperadilan ini dimaksudkan memaksa KPK untuk terlibat melakukan pembenahan tata kelola BBM yang diduga telah terjadi penyimpangan puluhan tahun. KPK harus berani berlomba dengan Kejagung yang telah menangani kasus di Pertamina," kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman dalam keterangannya, Senin (17/3/2025).
Sidang praperadilan akan dilangsungkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Selasa, 18 Maret 2025 dan Kamis, 20 Maret 2025.
Untuk perkara SKK Migas, Boyamin menjelaskan, berdasarkan hasil persidangan, mantan Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini disebut menerima suap dari PT Kernel Oil Private Limited (KOPL) yang diwakili oleh Simon Gunawan Tanjaya.
Dalam kasus SKK Migas, Rudi telah divonis 7 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan pada Selasa, 29 April 2014.
"Yang termuat dalam surat dakwaan dinyatakan secara tegas bahwa terdakwa (Rudi) bersamasama Widodo Ratanachaitong dan korporasi KOPL memberikan uang sebesar 200 ribu dolar Singapura dan 900 ribu dolar AS kepada Rudi melalui perantara bernama Deviardi. Uang itu diberikan agar Rudi menggunakan jabatannya melakukan beberapa perbuatan untuk kepentingan perusahaan yang diwakili Widodo," kata Boyamin.
Boyamin menyebut Rudi menerima suap di rumahnya di Jakarta Selatan pada 13 Agustus 2013. Dari tangkapan itu, KPK mengamankan 900 ribu dolar AS dan 200 ribu dolar Singapura.
"Selidik punya selidik, uang itu sebagai pelicin dari Komisaris Utama Kernel Oil Singapura Widodo Ratanachaitong agar mendapatkan kompensasi dari Rudi sebagai kepala SKK Migas," katanya.
"Namun hingga saat ini Widodo Ratanachaitong belum pernah disentuh oleh KPK, belum pernah dijadikan tersangka oleh KPK sehingga kami menuntut KPK dengan mengajukan gugatan praperadilan untuk memaksa KPK melakukan penyidikan dan menetapkan tersangka atas Widodo Ratanachaitong atas perkara suap SKK Migas," lanjut Boyamin.
Sementara untuk kasus Petral, Boyamin menerangkan bahwa pada kisaran tahun 2014, terdapat kasus dugaan tindak pidana korupsi di lingkungan Petral, di mana kasus tersebut terbongkar setelah Satgas AntiMafia Migas yang dipimpin oleh Faisal Basri (almarhum) menemukan kecurangan dalam proses pengadaan minyak melalui perusahaan minyak pemerintah asing (NOC).
"Bahwa kecurangan mulai tercium saat Maldives NOC Ltd berhasil menang dalam tender pengadaan, padahal perusahaan ini jelasjelas tidak memiliki sumber minyak, sehingga diduga perusahaan ini hanya dijadikan sebagai kedok untuk memenuhi ketentuan pengadaan minyak oleh Petral," ujarnya.
KPK kemudian pada Juni 2014 menyatakan memulai penyidikan perkara Petral. Namun, kata Boyamin, penetapan tersangka terhadap mantan Dirut Petral Bambang Irianto baru dilakukan lima tahun setelahnya, tepatnya pada September 2019.
Sebagai informasi, sejak ditetapkan sebagai tersangka pada 2019, KPK hingga kini tak kunjung menahan Bambang Irianto.