2 Polisi di Sumatera Utara Peras 12 Kepala Sekolah Rp 4,7 Miliar, DPR: Pecat dan Pidanakan
GH News March 19, 2025 11:05 PM

Wakil Ketua Komisi III DPR Fraksi Partai NasDem Ahmad Sahroni, meminta institusi Polri, segera memecat dan menjatuhkan hukuman pidana terhadap 2 oknum polisi pelaku pemerasan terhadap 12 kepala sekolah di Sumatera Utara. 

Ada pun total pungutan 2 oknum polisi tersebut mencapai Rp 4,7 miliar. 

“Oknum pemeras ini sudah terlalu sering kita dengar aksiaksinya dan merekalah yang bikin citra kepolisian buruk. Karenanya saya minta selain dipecat, pelaku juga dijatuhi hukuman pidana," kata dia dalam keterangannya Rabu (19/3/2025).

Selain itu, Sahroni meminta polisi turut melacak aliran uang hasil pemerasan tersebut.

"Terus, lacak juga itu uangnya mengalir ke mana, karena tidak mungkin mereka hanya beraksi berdua. Tentu ada setoran ke atasnya lagi,” ucapnya.

Sebab Sahroni menduga, uang miliaran rupiah tersebut tidak hanya dinikmati kedua oknum polisi tersebut saja. 

“Jadi tolong Kortastipidkor usut lebih jauh kasus ini. Kalau ada potensi tersangka baru, sikat sekalian saja dan pecat semua. Orangorang bermental pungli ini tidak punya tempat di kepolisian. Ini adalah momentumnya untuk bersihbersih,” katanya. 

Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortastipidkor) Polri telah menetapkan dua anggota Polda Sumatera Utara sebagai tersangka pemerasan dana alokasi khusus (DAK) terhadap 12 Kepala Sekolah (Kepsek) SMKN di wilayah Sumatera Utara (Sumut).

Kedua anggota polisi tersebut merupakan anggota yang berdinas di Polda Sumut.

Tersangka pertama atas nama Kompol Ramli yang menjabat sebagai PS Kasubdit Tipidkor Ditreskrimsus Polda Sumut.

Tersangka kedua, Brigadir Bayu yang merupakan penyidik pembantu pada Subdit Tipidkor Ditreskrimsus Polda Sumut.

Peristiwa pemerasan dari pegawai negeri yang secara bersamasama memaksa kepala sekolah menengah kejuruan negeri (SMKN) di Provinsi Sumut untuk memberikan sesuatu dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain pada 2024.

Hasil penyelidikan dan penyidikan, Brigadir Bayu (BSP) dan tim meminta proyek pekerjaan DAK Fisik ke Disdik dan Kepsek SMKN penerima DAK Fisik. 

Kemudian, Kadisdik dan perangkatnya mengumpulkan kepala sekolah dengan tujuan agar Brigadir Bayu dan kawankawan bisa berbicara dan meminta sendiri kepada kepala sekolah.

"Saudara BSP membuat Dumas (fiktif) terkait dugaan tindak pidana korupsi dana BOSP (Bantuan Operasional Satuan Pendidikan) yang seolaholah dari masyarakat (LSM APP)," ujar Cahyono.

Kemudian, Brigadir Bayu memerintahkan seseorang berinisial NVL membuat administrasi Dumas termasuk surat undangan kepada Kepsek.

Setelah Kepsek datang, ternyata mereka tidak diperiksa terkait Dana BOSP sesuai Dumas, melainkan diminta untuk mengalihkan pekerjaan DAK fisik 2024 kepada rekan Brigadir Bayu, Kompol Ramli (RS).

Apabila para Kepsek tidak mau mengalihkan pekerjaan, mereka diminta menyerahkan fee atau persentase sebesar 20 persen dari anggaran.

"Adapun fee yang sudah diserahkan oleh 12 Kepsek kepada saudara BSP dan tim kurang lebih sebesar Rp4,75 miliar," kata Kepala Kepala Kortastipidkor Polri Irjen Pol Cahyono Wibowo kepada wartawan di Mabes Polri, Rabu (19/3/2025).

Cahyono menyebut dari jumlah uang yang diminta, Brigadir Bayu telah menerima secara langsung setidaktidaknya dari empat kepala Sekolah SMKN sebesar Rp 437.176.000.

Kemudian, Brigadir Bayu menyerahkan uang total yang diterima sebanyak Rp 4.320.583.000 kepada Kompol Ramli (RS)

"Total uang yang diserahkan kepada saudara B dan R sebanyak Rp4.757.759.000 dari 12 orang Kepsek SMKN yang bersumber dari anggaran DAK Fisik 2024," ucap Cahyono.

Dalam kasus tersebut penyidik menyita uang Rp 400 juta dalam koper di mobil Kompol Ramli.

Penyitaan dilakukan di sebuah bengkel saat upaya penangkapan tersangka.

Kini, kedua tersangka telah dipecat tidak dengan hormat (PTDH) sebagai anggota Polri.

Kedua tersangka dijerat Pasal 12E Undangundang Tipikor dengan ancaman pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.