TRIBUNNEWS.COM - Sebanyak tiga petani menjalani sidang kasus ladang ganja sebagai terdakwa di Pengadilan Negeri Lumajang, Jawa Timur, Selasa (18/3/2025).
Penemuan ladang ganja di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) di Desa Argosari, Kecamatan Senduro, Lumajang, terjadi pada September 2024.
Ketiga petani bernama Tomo, Tono, dan Bambang kompak menyebut nama Edy sebagai pemilik lahan dan inisiator penanaman ganja.
Edy telah enam bulan masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) Polres Lumajang.
Terdakwa Bambang menjelaskan Edy mengajarinya menanam ganja dan menjanjikan upah Rp150 ribu per hari.
Aktivitas penanaman ganja berlangsung lama sehingga tanaman tersebut sudah setinggi 2 meter.
Bambang mengaku tak pernah bertemu polisi hutan selama menanam ganja bersama para terdakwa lain.
Lokasi ladang ganja berada di hutan konservasi dan tak ada pintu masuk menuju kesana.
"Tidak pernah (bertemu polisi hutan) Yang Mulia, tidak ada (pintu masuk)," ucapnya, Selasa (18/3/2025).
Ia menerangkan lokasi ladang ganja berjarak 2 kilometer dari pemukiman warga.
Untuk menuju ke sana, Bambang harus melewati pertanian milik warga kemudian masuk hutan.
"Tidak ada rambu larangan," imbuhnya.
Selama menanam ganja tak ada sosialisasi dari pihak TNBTS terkait larangan masuk kawasan konservasi.
"Cara menanam memupuk semua diberitahu (Edy). Setiap ke lokasi itu bawa pupuk," lanjutnya.
Sementara itu, terdakwa Tomo mengatakan dirinya terlibat penanaman ganja karena kendala ekonomi.
Selama ini, penghasilan sebagai petani tak cukup memenuhi kebutuhan hidupnya dan Edy datang dengan iming-iming uang Rp4 juta setiap panen.
"Kalau saat panen upah yang dijanjikan mencapai Rp4 juta," terangnya.
Namun, kata terdakwa Tono, Edy tak menepati janji untuk membayar para petani.
"Sampai sekarang saya tak pernah menerima upah. Seperti semuanya diperdaya saja oleh Edy," katanya.
Tono juga tak mengetahui lahan yang digunakan untuk menanam ganja merupakan kawasan konservasi TNBTS.
"Selama ini bebas masuk keluar hutan tak ada penjagaan," tandasnya.
Kapolres Lumajang, AKBP Alex Sandy Siregar, mengatakan pelaku utama bernama Edy masih buron hingga sekarang.
Namun, penyidik tidak menyebarkan foto Edy dan hanya mengungkap ciri-ciri fisiknya.
"Untuk foto DPO adalah alat bukti yang memang tidak akan kita sebar dan hanya kita sajikan pada saat proses peradilan," bebernya, Kamis (20/3/2025).
Edy adalah otak penanaman ganja secara ilegal di kawasan TNBTS.
Ia berperan menyediakan lahan, bibit, pupuk, hingga mengumpulkan hasil panen ganja.
Tiga petani yang telah ditangkap bekerja atas permintaan Edy.
Sebelumnya, dalam sidang lanjutan yang digelar pada Senin (17/3/3035), Redite Ika Septiana selaku hakim ketua meminta Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyebarkan foto DPO Edy.
Pihak JPU tak dapat memenuhi permintaan hakim ketua lantaran penetapan DPO dilakukan kepolisian.
Selama Edy enam bulan buron, Polres Lumajang belum mendapatkan petunjuk keberadaan Edy.
(Mohay) (Surya.co.id/Erwin Wicaksana) (Kompas.com/Miftahul Huda)