TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Kehutanan, Dwi Januanto Nugroho menjelaskan ada kesalahpahaman terkait penemuan ladang ganja di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS). Pasalnya kasus tersebut merupakan perkara tahun lalu yang sudah ditangani oleh Kepolisian Resor Lumajang.
“Saya klarifikasi, bahwa itu sebetulnya kasus lama. Kasus lama yang ditangani oleh Polres. Bahkan kawan-kawan Taman Nasional yang sebetulnya sangat membantu untuk menemukan di lokasi. Itu data-data lama,” kata Dwi ditemui selepas konferensi pers di Kementerian Kehutanan, Jakarta, Kamis (20/3/2025).
Dia menduga ada pihak tertentu yang sengaja memunculkan kasus temuan ladang ganja itu, dan disisipi narasi larangan penerbangan drone hingga menuding pengelola taman nasional ikut bermain.
Dwi menduga pihak tersebut sengaja memviralkan kasus lama karena tidak puas dengan regulasi wajib pendamping bagi pendaki Gunung Semeru yang berlaku per 23 Desember 2024, dan larangan penerbangan drone di kawasan taman nasional.
Sehingga kebijakan wajib pendamping dan larangan penerbangan drone itu dituding jadi cara pihak Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru menutup-nutupi keberadaan ladang ganja dari para pendaki atau wisatawan.
“Kami menduga ada pihak-pihak tertentu yang memang dari sisi kebijakan tidak puas terkait dengan pendamping, ada kaitan dengan penggunaan drone,” jelas dia.
Menurutnya framing ini justru merugikan masyarakat sekitar taman nasional yang mencari penghasilan sebagai pemandu wisata.
“Itu sangat-sangat merugikan Kementerian Kehutanan juga masyarakat yang terdampak akibat dari framing ini,” ucap Dwi.
Sebelumnya Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kemenhut, Satyawan Pudyatmoko menjelaskan ladang ganja itu ditemukan pada bulan September 2024. Lokasi tersebut merupakan hasil pengembangan kasus narkotika yang ditangani Kepolisian Resor Lumajang.
Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru membantu mengungkap area lahan yang ditanami ganja dengan menerjunkan petugas, polisi hutan dan pengecekan lokasi yang diduga ada ladang ganja menggunakan drone.
Tanaman ganja itu ditemukan di lokasi yang tersembunyi, tertutup semak belukar lebat dan berada di lereng curam.
Selanjutnya Balai Besar TNBTS bersama kepolisian melakukan pencabutan tanaman ganja itu untuk diserahkan sebagai barang bukti ke pihak kepolisian dan proses hukum.
“Itu kan sebenarnya temuan pada bulan September 2024, waktu itu memang ada penyelidikan Polri yang menangkap tersangka yang punya ladang ganja tersebut, lalu kita dari Taman Nasional ini membantu mengungkapkan dimana ladang ganja itu,” kata Satyawan.
Para tersangka yang ditangkap adalah warga setempat dengan peran sebagai penanam. Mereka adalah Ngatoyo, Bambang, Tomo, Tono, Suari dan Jumaat. Mereka baru menjalani sidang pembacaan dakwaan pada Selasa (18/3/2025). (*)