Pengusaha Waspada RI Kena Perang Tarif dari AS hingga India
kumparanBISNIS March 23, 2025 06:40 PM
Pengusaha buka suara soal potensi Indonesia dikenakan tarif bea masuk tinggi oleh Amerika Serikat (AS), karena merupakan negara dengan surplus perdagangan tinggi.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bidang Ketenagakerjaan, Bob Azam, mengatakan Indonesia tidak hanya mewaspadai AS, akan tetapi juga negara lain yang banyak menerima produk Indonesia, sementara negara tersebut hanya sedikit mengirimkan barang ke Tanah Air.
“Dari kita juga harus mulai berpikir, ya bukan hanya US ya, dengan India juga kita surplus loh. Kita juga harus pikir bagaimana mem-balance, tapi yang tidak memberatkan ekonomi kita,” kata Bob kepada kumparan, Rabu (19/3).
Hal ini dikarenakan India merupakan salah satu negara yang banyak menerima produk dari Indonesia.
“Misalnya salah satunya kan dengan etanol. Dulunya kan kita impor minyak dari market bebas itu kan nggak ada dampaknya apa. Kalau kita bisa shifting ke etanol kan kita bisa impor dari India misalnya. Sehingga terjadi balas,” jelasnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), India merupakan negara kedua dengan surplus perdagangan tertinggi di Indonesia, mencapai USD 1,26 miliar pada Februari 2025. Hal ini didukung oleh ekspor HS 27 bahan bakar mineral, HS 15 lemak dan minyak hewani/nabati dan HS 72 besi dan baja.
Sementara, nomor satu diduduki oleh AS dengan surplus USD 1,57 miliar didorong oleh ekspor HS 85 mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya, HS 61 pakaian dan aksesoris rajutan HS 64 alas kaki.
“Jadi memang berubah dari multilateralisme menjadi bilateral. Ini yang perubahan ini yang kita harus persiapkan,” terangnya.
Sebelumnya Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati justru melihat adanya potensi Indonesia terkena dampak perang dagang ini. Sebab, Presiden Donald Trump mengincar negara-negara yang memiliki perdagangan surplus dengan negara tersebut.
Dalam paparannya ada 20 negara yang mencatatkan surplus terhadap Amerika artinya Amerika defisit terhadap negara ini dan Indonesia ada di nomor 15.
“Donald Trump dalam hal ini memang mengincar negara-negara yang memiliki surplus terhadap Amerika atau Amerika defisit terhadap negara tersebut,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa di kantornya, Kamis (13/3).
Menurut dia, latar belakang penerapan tarif kepada China dan Meksiko juga lantaran negara-negara tersebut juga memiliki perdagangan yang surplus dengan AS.
Dia kemudian mewanti-wanti, dengan posisi surplus 15 terbesar, Indonesia bisa menjadi sasaran negara berikutnya yang dikenakan tarif tersebut.
“Ini adalah yang harus kita sekarang teliti dan waspadai. Kalau diberlakukan kebijakan tarif kepada semua negara surplus Indonesia ada di dalam ranking lima,” terangnya.
© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.