IDF Keluarkan Perintah Evakuasi Segera Warga Rafah, Pengusiran Paksa Penduduk Palestina Dimulai
Hasiolan Eko P Gultom March 23, 2025 09:33 PM

IDF Keluarkan Perintah Evakuasi Segera Warga Rafah, Pengusiran Paksa Penduduk Palestina Dimulai
 

TRIBUNNEWS.COM - Laporan di media berbahasa Ibrani mengatakan kalau kabinet keamanan Israel pada Sabtu (22/3/2025) malam menyetujui pembentukan direktorat untuk mengawasi 'emigrasi sukarela' penduduk dari Jalur Gaza ke negara ketiga.

Israel mengklaim, langkah ini "sesuai dengan visi Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump." 

Pembentukan direktorat ini menandai dimulainya fase pengusiran paksa warga Palestina di Gaza oleh Israel dengan dalih, sesuai visi Trump, agar wilayah kantung Palestina itu bisa dibangun kembali.

Menteri Pertahanan Israel Katz mengusulkan langkah tersebut, dengan mengatakan, “Kami bekerja dengan segala cara untuk melaksanakan visi presiden Amerika Serikat, dan kami akan mengizinkan setiap penduduk Gaza yang ingin pindah secara sukarela ke negara ketiga untuk melakukannya.” 

Menurut usulan tersebut, sebuah direktorat akan dibentuk di dalam Kementerian Pertahanan Israel untuk mulai berkoordinasi dengan organisasi internasional.

Israel mengklaim, pelaksanaan pemindahan pendudukan ini berdasarkan hukum internasional dengan tujuan "Untuk memberikan kesempatan kepada penduduk Gaza yang ingin meninggalkan negara itu untuk pergi." 

Menanggapi tudingan pengusiran paksa oleh Israel, Katz justru menuduh Hamas terus menjebak penduduk Gaza di daerah kantong Palestina yang hancur itu. 

“Hamas menggunakan penduduk Gaza sebagai tameng manusia dan membangun infrastruktur di tengah-tengah penduduk, dan sekarang menyandera mereka, memeras uang dari mereka dengan menggunakan bantuan kemanusiaan, dan mencegah mereka meninggalkan Gaza,” kata Katz. 

Pasukan Israel (IDF) dari divisi infanteri melakukan agresi militer darat ke Jalur Gaza.
Pasukan Israel (IDF) dari divisi infanteri melakukan agresi militer darat ke Jalur Gaza. (khaberni/tangkap layar)

Hamas Tak Mempan Cara Militer Israel

Israel baru-baru ini memulai kembali operasi militer di Gaza dalam upaya menekan Hamas agar melunakkan posisinya dalam negosiasi perpanjangan tahap pertama perjanjian gencatan senjata penyanderaan. 

Israel enggan melanjutkan negosiasi ke Tahap II karena mengharuskan mereka menarik pasukan dari Gaza dan membuka blokade bantuan masuk.

Pada Sabtu malam, sumber pemerintah Israel mengatakan kepada The Jerusalem Post bahwa tekanan militer tidak berhasil. 

“Israel telah menyerang Gaza selama tujuh hari, tetapi Hamas tidak menunjukkan fleksibilitas, yang menghalangi negosiasi untuk dilanjutkan,” kata sumber itu. 

Seorang pejabat pemerintah mengatakan kalau militer Israel sengaja menjaga operasinya pada ambang batas yang lebih rendah, untuk menilai respons Hamas.

Sejauh ini, apa yang diklaim sebagai 'ambang batas rendah' serangan sudah membunuh lebih dari 500-an penduduk Gaza selama lima hari terakhir.

"Namun, mengingat kurangnya respons Hamas, Pasukan Pendudukan Israel (IDF) kemungkinan akan meningkatkan operasinya dalam beberapa hari mendatang," kata sumber tersebut.

"Kami menginginkan kesepakatan untuk pembebasan sandera, jadi untuk saat ini, kami menahan respons di bawah ambang batas tertentu. Namun Hamas memberi isyarat bahwa mereka tidak akan melunak, jadi tidak ada pilihan lain – respons akan meningkat," kata pejabat itu. 

Di sisi sebaliknya, Hamas menyatakan terbuka untuk melanjutkan negosiasi sesuai tahapan yang sudah disepakati pada Januari yang menyertakan 3 fase gencatan senjata.

Fase pertama (tahap pertama), berakhir pada Februari dengan pembebasan puluhan sandera Israel di Gaza dan pembebasan ribuan tahanan Palestina dari penjara Israel.

Saat memasuki negosiasi fase kedua (Tahap Kedua), Israel justru menginginkan perpanjangan fase pertama sembari menekan Hamas terus membebaskan sandera.

Warga Palestina membawa barang-barang mereka saat berjalan kembali ke kota Rafah di Jalur Gaza selatan setelah penarikan sebagian pasukan Israel dari kota tersebut.
Warga Palestina membawa barang-barang mereka saat berjalan kembali ke kota Rafah di Jalur Gaza selatan setelah penarikan sebagian pasukan Israel dari kota tersebut. (Quds News Network)

Perintah Evakuasi Segera di Rafah

Pada Minggu pagi, IDF mengeluarkan peringatan evakuasi “mendesak” untuk wilayah Tel Sultan di Rafah. 

Juru bicara IDF berbahasa Arab, Kolonel Avichay Adraee mengunggah pesan ke media sosial, disertai peta wilayah yang harus dievakuasi, yang mengatakan bahwa “wilayah tempat Anda berada dianggap sebagai zona pertempuran berbahaya” karena militer melakukan operasi di sana. 

“Evakuasi area tersebut segera,” bunyi pesan tersebut. 

 
Urgent warning to the residents of the Gaza Strip in the Tel Sultan area in Rafah  

"The IDF has launched an attack to strike at terrorist organizations. The area you are in is considered a dangerous combat zone.  

Gush Katif Street is considered a humanitarian route for your use in order to move to the Mawasi area.  

We warn you: Movement in vehicles is prohibited.    

Staying in shelters, tents, and houses, or traveling via other unspecified roads, puts your life and the lives of your families at risk.  

Evacuate the area immediately," begitu bunyi perintah IDF terhadap warga Rafah.

Petinggi Hamas Tewas

Sementara itu, Hamas mengonfirmasi pada hari Minggu, bahwa seorang pemimpin politik senior, Salah al-Bardawil dan istrinya, tewas dalam serangan udara di Khan Younis, Gaza Selatan, semalam. 

Al-Bardawil adalah tokoh politik tertinggi di Hamas yang terbunuh sejak kepala pemerintahan de facto, Essam Addalees dan kepala keamanan dalam negeri Mahmoud Abu Watfa terbunuh Selasa lalu. 

Organisasi media Palestina yang berafiliasi dengan Hamas, Quds News, melaporkan pada hari Minggu bahwa Muhammad Hassan al-Amour, seorang ajudan Yahya Sinwar, tewas semalam dalam gelombang serangan udara IDF di Jalur Gaza.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.