Kementerian Hak Asasi Manusia (Kementerian HAM) mengusulkan kepada Kepolisian Republik Indonesia (Polri) agar Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) dihapus.
Alasannya karena dinilai berpotensi melanggar HAM bagi para mantan narapidana saat mencari pekerjaan pasca usai menjalani hukuman.
Anggota Komisi XIII DPR RI dari Fraksi PAN, Arisal Aziz menyatakan tidak menyetujui usulan Menteri HAM, Natalius Pigai SKCK dihapus hanya karena para mantan Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) mengalami kesulitan dalam mencari pekerjaan.
Saya sangat tidak setuju SKCK dihilangkan karena itu menunjukkan seseorang baik atau mantan orang bermasalah,” Tegas Arisal Aziz di Jakarta, Sabtu (23/3/2025).
Arisal yang juga pebisnis ini mengatakan surat dari kepolisian tersebut merupakan yang paling terpenting bagi perusahaan atau pengusaha untuk mengetahui seseorang pernah bermasalah dengan hukum atau mantan narapidana.
Hal itu dikarenakan untuk menjaga aktivitas perusahaan berjalan lancar dan agar tidak mengalami masalah dengan hukum kedepannya.
Anggota DPR RI dari daerah pemilihan Sumatera Barat 2 ini mengungkapkan, saat ini saja SKCK yang dulunya dikenal Surat Keterangan Kelakuan Baik (SKKB) sudah diterapkan perusahaan sebagai persyaratan melamar pekerjaan masih ada beberapa oknum karyawan melakukan tindak pidana kejahatan atau kriminalitas.
“Sekarang saja sudah diterapkan masih ada yang berbuat jahat. Apalagi kalau dihapus bisa terbayangkan seperti apa nanti,” ujarnya.
Sebelumnya, Menteri HAM Natalius Pigai mengirim surat kepada Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo yang berisi mengusulkan pencabutan SKCK karena berpotensi menghalangi hak asasi warga negara, pada Jumat (21/3/2025).
Natalius Pigai menjelaskan para mantan narapidana kembali dibui karena kesulitan mencari pekerjaan setelah keluar dari lapas sehingga terpaksa mengulangi perbuatan melanggar hukum.
Mereka terbebani dengan adanya SKCK yang menjadi syarat pada lowongan kerja.
Di dalam SKCK terdapat keterangan yang menyatakan mereka pernah dipidana.
Oleh sebab itu sukar perusahaan atau tempat pekerjaan lain mau menerima mantan narapidana.
Mantan Aktivis HAM ini mengungkapkan, apabila surat usulan penghapusan SKCK ini tidak mendapat respons dari Polri, maka Kementerian HAM berencana akan membuat draf peraturan menteri (Permen) dengan berkonsultasi ke DPR dahulu.
SKCK di Indonesia telah diatur sejak tahun 2002 melalui Undang Undang Kepolisian Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 dan peraturannya lebih lanjut diatur dalam Peraturan Polri No. 6 Tahun 2023.
SKCK merupakan surat keterangan resmi dari Kepolisian yang berisi catatan kriminalitas atau kejahatan seseorang.
Surat ini dipergunakan untuk berbagai keperluan administrasi, seperti melamar pekerjaan, mendaftar sekolah (dalam dan luar negeri), pencalonan diri sebagai pejabat, dan rekrutmen CPNS.
Selain itu surat ini juga dipakai untuk mengurus paspor atau visa, dan lainlain.