Serangan udara junta militer Myanmar di salah satu klinik medis desa yang dikuasai pejuang antikudeta menewaskan 11 orang. Satu di antaranya merupakan seorang dokter.
Dilansir kantor berita AFP, Senin (24/3/2025), penduduk setempat mengatakan serangan udara junta militer itu menyasar klinik darurat medis desa terpencil yang dibuka di sebuah rumah di Myanmar. Saksi mata dan seorang pria dari daerah setempat mengatakan seorang dokter dan istri dokter tersebut termasuk di antara 11 orang yang tewas itu.
"Militer semakin sering menyerang dengan serangan udara dalam beberapa bulan terakhir dan semua warga sipil sangat takut," kata penduduk setempat, yang juga berbicara dengan syarat anonim.
"Mereka selalu mendengarkan suara jet tempur militer dan bersiap untuk bersembunyi," imbuhnya.
Kudeta militer tahun 2021 telah menjerumuskan Myanmar ke dalam perang saudara yang pecah antara junta, gerilyawan antikudeta, dan kelompok etnis bersenjata yang terjebak dalam kebuntuan mematikan di negara Asia Tenggara tersebut.
Penduduk setempat mengatakan serangan udara Sabtu (22/3) pagi menghantam desa Hnan Khar di wilayah barat Magway, di zona yang saat ini dikuasai pasukan antikudeta. Seorang juru bicara militer Myanmar tidak bisa dihubungi untuk memberikan komentar.
"Pesawat itu terbang sangat rendah dan saya mendengar ledakan bom yang keras ketika kami bersembunyi," kata seorang penduduk desa pada hari Minggu (23/3), yang berbicara dengan syarat anonim karena takut akan pembalasan.
"Saat saya membersihkan area tersebut, saya hanya melihat potongan-potongan tubuh manusia. Rasanya mengerikan melihatnya dan pikiran saya masih belum jernih dari gambar tersebut," tambahnya.
Sementara, militer Myanmar telah menderita kerugian teritorial yang menyakitkan. Para analis mengatakan angkatan udaranya yang kuat, yang tetap berada di langit dengan dukungan teknis Rusia, telah menjadi kunci untuk menahan musuh-musuhnya.
Jumlah serangan udara militer terhadap warga sipil telah meningkat dari tahun ke tahun selama perang saudara, menurut organisasi nirlaba Armed Conflict Location and Event Data (ACLED), dengan hampir 800 pada tahun 2024.
Angka tersebut lebih dari tiga kali lipat dibanding tahun sebelumnya dan ACLED memperkirakan junta akan terus mengandalkan serangan udara karena mendapat tekanan militer yang meningkat di darat.