Populer: Rupiah di Level Terburuk; Ojol Protes BHR Rp 50.000
kumparanBISNIS March 26, 2025 09:20 AM
Nilai tukar rupiah kembali tertekan terhadap dolar Amerika Serikat (AS), menyentuh level terendah sejak pandemi COVID-19, menjadi salah satu berita terpopuler di kanal kumparanBisnis pada Selasa (25/3).
Ada juga soal para mitra driver ojek online (ojol) yan tergabung dalam Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI), memprotes keberadaan Bantuan Hari Raya (BHR) yang hanya dibayarkan Rp 50.000.
Rupiah di Level Terburuk
Berdasarkan data Bloomberg pada pukul 14.50 WIB, rupiah melemah 51 poin atau 0,31 persen ke level Rp 16.618 per USD.
Pelemahan ini terjadi di tengah ketidakpastian global yang masih tinggi. Direktur Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas Bank Indonesia (BI), Fitra Jusdiman, menjelaskan beberapa faktor eksternal menjadi pemicu utama depresiasi rupiah.
"Kami melihat terutama memang karena faktor global yang masih penuh dengan ketidakpastian. Baik terkait kebijakan tarif Trump dan dampaknya ke negara lain, arah kebijakan the Fed yamg berpotensi lebih hawkish, dan gejolak geopolitik yang masih terus memanas. Hal ini membuat USD kembali menguat terhadap sebagian besar mata uang lain dan yield UST kembali meningkat," kata Fitra kepada kumparan, Selasa (25/3).
Selain faktor global, ada juga tekanan dari kebutuhan valas dalam negeri. Dia menyebut, sejumlah korporasi melakukan pembayaran repatriasi atau dividen.
Ojol Protes BHR Rp 50.000
Ketua SPAI Lily Pujiati mendapat laporan tentang adanya pekerja ojol Gojek yang BHR-nya hanya dibayarkan senilai Rp 50.000 padahal pendapatannya selama 12 bulan sebesar Rp 93 juta.
“Hitungan ini sangat tidak ini adil karena platform menentukan kategori yang diskriminatif seperti hari kerja 25 hari, jam kerja online 250 jam, tingkat penerimaan order 90 persen, total orderan minimal 250 orderan dan rata-rata rating 4,9 setiap bulannya,” kata Lily dalam keterangan tertulis Selasa (25/3).
Menurutnya angka tersebut berbeda jauh dengan informasi yang diterima Presiden mengenai BHR ojol yang mencapai Rp 1 juta dari platform aplikasi. Terkait produktivitas dalam bekerja, Lily melihat syarat tersebut tidak adil karena ada beberapa skema prioritas, skema slot, skema aceng (argo goceng), dan skema level atau tingkat prioritas.
Untuk itu SPSI meminta Kemnaker agar dapat mewajibkan platform aplikasi untuk dapat mengirimkan pendapatan bulanan dan tahunan kepada para pekerjanya.