TRIBUNSOLO.COM - Tahukah kamu, sejarah Hari Jamu Nasional bermula dari pertemuan para penjual jamu gendong di Tawangmangu, Karanganyar pada 27 Mei 1929?
Pertemuan ini menjadi titik awal lahirnya Gabungan Jamu Indonesia (GJO), sebuah organisasi yang berperan besar dalam melindungi dan memajukan industri jamu di Indonesia.
GJO berdiri dengan tujuan untuk memperjuangkan hak-hak para pelaku industri jamu dan meningkatkan kualitas produk jamu yang dihasilkan.
Pada tahun 2008, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menetapkan 27 Mei sebagai Hari Jamu Nasional.
Penetapan ini menjadi tonggak penting dalam upaya melestarikan dan mengembangkan jamu sebagai warisan budaya bangsa.
Selain itu, keputusan ini juga bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan manfaat jamu bagi kesehatan, serta pentingnya melestarikan tradisi jamu yang telah turun-temurun berkembang di Indonesia.
Hari Jamu Nasional juga menjadi momen penting untuk mengingatkan masyarakat bahwa jamu memiliki potensi besar untuk mendunia.
Di tengah tren kesehatan yang semakin berkembang, jamu memiliki peluang besar untuk diperkenalkan kepada dunia internasional.
Dengan kualitas dan khasiatnya yang tak diragukan, jamu bisa menjadi salah satu komoditas andalan Indonesia di pasar global.
Sukoharjo: “Kota Jamu” yang Mendunia
Sukoharjo, yang sering disebut sebagai "Kota Jamu," memiliki peran sentral dalam industri jamu Indonesia.
Kabupaten ini terkenal dengan Pasar Jamu Nguter, yang merupakan pasar jamu terbesar di Asia Tenggara. Di Pasar Nguter, berbagai produk jamu dari seluruh penjuru Indonesia diperdagangkan, menjadikan pasar ini sebagai pusat distribusi jamu terbesar di wilayah Asia.
Inovasi juga hadir di Sukoharjo dengan berdirinya kafe jamu pertama di Indonesia di Pasar Nguter.
Kafe jamu ini menawarkan pengalaman baru bagi generasi muda untuk menikmati jamu dengan cara yang lebih modern dan menarik.
Kehadiran kafe jamu menunjukkan bahwa jamu tidak hanya diminati oleh kalangan tua, tetapi juga oleh kalangan muda yang kini semakin tertarik dengan gaya hidup sehat.
Tak hanya itu, Sukoharjo juga memiliki kampung jamu yang menjadi pusat pembuatan jamu tradisional.
Di kampung ini, sebagian besar penduduknya bekerja sebagai perajin jamu, menjaga kelestarian resep turun-temurun yang telah diwariskan dari generasi ke generasi.
Pemerintah Kabupaten Sukoharjo juga sangat mendukung pengembangan industri jamu dengan berbagai program dan kebijakan untuk meningkatkan kualitas serta daya saing produk jamu Sukoharjo di pasar domestik maupun internasional.
Jamu sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang Mendunia
Pada tahun 2021, UNESCO memberikan pengakuan internasional terhadap jamu dengan menetapkannya sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB). Penetapan ini menegaskan bahwa jamu bukan hanya milik Indonesia, tetapi juga merupakan warisan dunia yang patut dijaga dan dilestarikan.
Melalui pengakuan ini, jamu semakin dikenal di kancah internasional, menjadi bukti bahwa Indonesia memiliki kekayaan budaya yang sangat berharga dalam dunia pengobatan tradisional.
(*)