Pengakuan Pria yang Bunuh Pacar di Bantul hingga Tersisa Kerangka, Alasannya Terungkap
Febri Prasetyo March 26, 2025 03:37 PM

TRIBUNNEWS.COM - Kasus pria membunuh pacarnya, Enggal Dika Puspita atau EDP (23), dengan cara dicekik dan jasadnya disimpan hingga menjadi kerangka akhirnya menemui titik terang.

Pelaku yang bernama Rafy Ramadhan (24) mengaku tindakannya dilakukan secara spontan.

Rafy dan EDP telah menjalin hubungan asmara selama lima tahun dan tinggal bersama tanpa ikatan pernikahan.

Rafy mengaku tidak tahan dengan sikap temperamental korban.

"Jadi, selama lima tahun menjalin hubungan/pacaran memang seperti hubungan biasa. Tetapi, semakin lama temperamen dan emosional korban semakin terlihat dan saya beberapa kali mendapatkan kekerasan fisik," ungkap Rafy saat dihadirkan dalam jumpa pers di lobi Polres Bantul, Selasa (25/3/2025).

Pelaku sempat mencoba kabur dari korban, tetapi pelaku tetap ditemukan oleh korban.

"Seberapa jauh saya kabur, pasti ditemukan. Itu (saat korban masih hidup, pelaku kabur dari korban) supaya ya tidak terjadi hal-hal seperti itu (pembunuhan). Tapi, karena sudah terlanjur pecah emosi saya, waktu itu ya memang sudah terjadi," ujar pelaku.

Pelaku menghabisi korban setelah terlibat cekcok perkara masakan bakso yang gosong.

Dalam pertengkaran itu, korban sempat memukul pelaku menggunakan sapu sebanyak lima kali, hingga akhirnya mendorong Rafy untuk mencekik korban.

Saat pelaku melakukan aksinya, korban sempat meminta maaf. Namun, Rafy terlanjur termakan emosi.

"(Waktu dicekik korban sempat minta maaf) tapi saya lanjutkan (mencekik) karena emosi saya masih meluap-luap di situ. Jadi, saya tidak bisa berpikir jernih yang ada cuma melampiaskan emosi saya tapi malah sampai begitu (meninggal dunia)," papar dia.

Ia pun menceritakan bagaimana korban akhirnya bisa menjadi kerangka. 

Setelah membunuh korban dengan cara mencekik pada Rabu (25/9/2025) pagi, pelaku meninggalkan jasadnya di dalam kamar kontrakan.

Beberapa waktu kemudian, korban ditemukan dalam kondisi tinggal kerangka.

"Jujur waktu awal saya membuka kembali kamar itu kan sudah jadi kerangka. Di situ saya sudah kepikiran untuk mengubur korban. Tetapi, saya tidak punya lahan untuk kubur (korban). Kalau perkarangan ayah saya di samping rumah itu belum dijual, mungkin saya kubur korban di situ," paparnya.

Karena kebingungan mencari solusi, pelaku memutuskan menyimpan jasad korban hingga menemukan tempat yang tepat untuk menguburnya.

"Setelah kejadian itu, mayat enggak saya apa-apakan. Setelah (dibunuh) di kamar (kontrakan) nomor empat, saya pindahkan di kamar nomor tiga. Langsung saya tutup selimut dan sudah saya kunci, saya tinggal, dan tidak saya beri apa-apa," beber dia.

Dua minggu setelah pembunuhan, pelaku meninggalkan kontrakan tersebut karena tidak tahan dengan bau menyengat dari jasad korban. 

Ia pun berpindah-pindah tempat untuk menginap.

Pelaku bahkan sempat membawa kerangka korban ke sebuah losmen di Kaliurang, Kabupaten Sleman. Di sana ia mencuci dan memisahkan tulang dari daging yang telah membusuk.

Ketika ditanya alasan di balik tindakannya, pelaku hanya menunduk dan menangis tanpa memberikan jawaban.

"Saya kenal korban itu kemungkinan sekitar tahun 2019. Itu teman korban saat masih SMK jadi teman saya saat kuliah. Jadi nomor kontak korban di-promote (dipromosikan) melalui WhatsApp. Saya lihat lalu berkenalan dari situ," ujarnya.

Pelaku juga belum sempat bertemu dengan orang tua korban setelah kejadian.

Kini pelaku menyesali perbuatannya dan meminta maaf kepada keluarga korban. Bahkan, ia masih menyimpan rasa sayang kepada korban.

"Kepada Pak Didik dan bu Eka, Gones, Enggal, maaf. Saya begini saya masih sayang sama Enggal. Saya enggak sengaja. Saya mohon maaf," tuturnya sambil menangis.

Awal kasus terungkap

Kasat Reskrim Polres Bantul, Iptu Iqbal Satya Bimantara, mengungkapkan pelaku menghabisi nyawa korban yang merupakan warga Kapanewon Mlati, Kabupaten Sleman di suatu tempat kontrakan yang berada di Kalurahan Sabdodadi, Kapanewon Bantul, Kabupaten Bantul pada September 2024.

"Kasus ini terungkap dari adanya informasi rekan korban bahwa adanya kejanggalan. Bahkan, pelaku sempat membawa motor korban, tetapi yang dibonceng bukan korban melainkan ada wanita lain," ungkapnya.

Dari situ, polisi melakukan klarifikasi kepada keluarga korban dan hasilnya korban ternyata tidak pernah pulang. 

Lalu, saat disuruh mengambil buah mangga hasil panen keluarganya, tetapi yang datang pelaku.

"Dikarenakan rekan dan keluarga korban sudah tidak lagi bertemu dengan korban sejak akhir tahun 2024, dari situ kemudian kami dalami dan mendatangi tersangka di rumahnya di Kretek dan pelaku mengaku bahwa telah membuhuh korban," katanya.

Pelaku juga mengambil barang-barang milik korban setelah menghabisi nyawanya.

"Setelah membunuh korban, pelaku mengambil barang-barang milik korban berupa satu sepeda motor, satu handphone iPhone 11, satu laptop, satu dompet berisi beberapa kartu, uang cash Rp50 ribu, uang di SeaBank senilai Rp3,4 juta, dan pakaian korban," urainya.

Selanjutnya, pelaku membawa jenazah korban yang sudah menjadi kerangka ke rumah ayahnya di Kapanewon Kretek.

Namun, karena khawatir aksinya diketahui oleh orang tuanya, pelaku kemudian memindahkan kerangka yang dibungkus dalam trashbag ke kamar kos temannya di Kabupaten Sleman.

"Trashbag itu karena ditaruh di luar, jadi pernah hilang karena sempat dibawa sama tukang sampah. Kemudian oleh pelaku, trash bag itu dicari dan berhasil ditemukan dan trashbag itu dibawa ke wisma daerah Kaliurang. Di mana, tulang tersebut dibersihkan di wisma tersebut," katanya.

Lebih lanjut, tulang itu dikeluarkan dari trashbag dan dibasuh dengan air mengalir. 

Pelaku kemudian membasuh kerangka jasad korban dengan sabun pencuci pakaian. Selain itu, ia juga melepas daging-daging yang masih melekat di tulang korban.

"Setelah tidak ada lagi daging korban, tulang itu disimpan di dalam trashbag dan dibawa pulang ke dalam rumah pelaku di Kretek. Untuk daging korban ditaruh di dalam trashbag lain, dibawa ke rumah pelaku di Kretek dan dibakar," bebernya.

Pelaku mengaku menyimpan tulang korban karena masih memiliki perasaan sayang dan cinta.

Terlebih, pelaku dan korban telah menjalin hubungan asmara dan hidup bersama tanpa menikah selama lima tahun.

"Memang, ibu dan adik pelaku sempat tinggal bareng dengan pelaku dan korban, dikarenakan ibu dan ayah pelaku cerai. Tapi beberapa waktu kemudian, ibu dan adik pelaku tinggal di tempat lain. Saat kejadian pembunuhan ibu dan adik pelaku tidak ada di lokasi kejadian," ujarnya.

Sebelum meninggal, korban tengah bersiap untuk bekerja di Jepang. Hal yang sama juga dilakukan oleh pelaku, yang sedang mempersiapkan keberangkatannya ke negara tersebut.

"Atas kejadian itu, pelaku dikenakan Pasal 339 KUHP Subsider pasal 338 KUHP berupa ancaman pidana maksimal 20 tahun penjara," katanya.

(Falza) (TribunJogja.com/Neti Istimewa Rukmana)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.