TIMESINDONESIA, MALANG – Perayaan Hari Raya Nyepi di Desa Glanggang, Karang Tengah, Kabupaten Malang, berlangsung khidmat dan semarak dengan diadakannya pawai Ogoh-Ogoh pada malam Tawur Agung Kesanga, Jumat (28/3/2025).
Tradisi ini menjadi bagian penting dalam rangkaian Nyepi yang bertujuan untuk menyucikan alam dari pengaruh buruk serta mempersiapkan diri menuju Tahun Baru Saka.
Ketua Barisada Hindudharma Indonesia Desa Glanggang, Andi Prasetyo, menjelaskan bahwa pawai Ogoh-Ogoh merupakan simbolisasi sifat buruk manusia yang harus dibersihkan.
"Ogoh-Ogoh disimbolkan sebagai Buta Kala, yang merepresentasikan sifat-sifat jahat dalam diri manusia. Pembakarannya melambangkan usaha untuk menghilangkan sifat-sifat buruk tersebut," ungkapnya.
Peserta Meningkat, Kreativitas Kian Beragam
Tahun ini, pawai Ogoh-Ogoh diikuti oleh 25 kelompok peserta, meningkat dibanding tahun sebelumnya. Dari jumlah tersebut, 20 kelompok berasal dari Desa Glanggang, sementara lima lainnya dari desa-desa sekitar.
Salah satu peserta, Mas Alan, mengungkapkan bahwa proses pembuatan Ogoh-Ogoh memakan waktu hingga dua bulan, terutama karena keterbatasan jumlah anggota.
"Kami hanya berjumlah enam orang, jadi pengerjaannya dimulai sejak awal bulan kemarin. Kurang lebih butuh waktu dua bulan," jelasnya.
Dalam hal desain, tahun ini mereka mengangkat tema kemurkaan manusia, hasil kreativitas murni tanpa meniru desain Ogoh-Ogoh lain.
Sinergi Umat Beragama Jaga Kelancaran Acara
Meski perayaan berlangsung meriah, tantangan tetap ada, terutama dalam hal keamanan. Namun, sinergi antara Banser NU, pihak kepolisian, dan masyarakat sekitar memastikan pawai berjalan dengan lancar.
"Keamanan selalu menjadi tantangan setiap tahun, tapi berkat harmonisasi antarumat beragama dan dukungan dari pemerintah, semuanya bisa dikendalikan," tambah Andi Prasetyo.
Perayaan Nyepi kali ini juga diwarnai hujan saat prosesi berlangsung. Meski demikian, umat Hindu tetap khusyuk dalam sembahyang, dan pawai tetap berjalan hingga selesai.
Memasuki Catur Brata Penyepian
Dengan berakhirnya pawai Ogoh-Ogoh, umat Hindu di Desa Glanggang kini memasuki Catur Brata Penyepian, yaitu: Amati karya (tidak bekerja), Amati geni (tidak menyalakan api), Amati lelungan (tidak bepergian), dan Amati lelanguan (tidak bersenang-senang)
Prosesi ini menjadi momen refleksi dan penyucian diri sebelum menyambut Tahun Baru Saka. Dengan semangat persatuan dan keberagaman, perayaan Nyepi di Desa Glanggang kembali menjadi bukti kearifan lokal yang tetap terjaga di tengah modernisasi.(*)
Pewarta: Ahmad Dhani Prasetyo Rojab