TIMESINDONESIA, TERNATE – Maghrib Maluku Utara relatif lebih lambat dibandingkan wilayah Indonesia lainnya. Banyak masyarakat di sana memilih untuk berbuka puasa sekitar 15-30 menit sebelum azan maghrib berkumandang. Hal ini bukan berarti mereka mengabaikan ketentuan agama, melainkan lebih kepada adaptasi terhadap kondisi geografis dan budaya lokal.
"Kami berbuka lebih awal karena matahari di sini terbenam cukup lambat dan sudah satu hal yang biasa," ujar Riski Totou (26), warga Kayumerah.
"Setelah berbuka, kami masih punya waktu untuk berkumpul bersama keluarga dan mempersiapkan shalat Maghrib," tambahnya.
Praktik ini juga dikaitkan dengan kearifan lokal. Berbuka lebih awal memungkinkan masyarakat untuk lebih leluasa dalam mempersiapkan berbagai hal menjelang Lebaran, seperti membersihkan rumah, memasak hidangan Lebaran, dan mempersiapkan silaturahmi dengan keluarga dan kerabat. Waktu yang lebih panjang juga memberikan kesempatan untuk beristirahat dan mempersiapkan diri untuk shalat tarawih.
Meskipun terdapat perbedaan pendapat mengenai waktu berbuka yang tepat, kebiasaan ini tetap dihormati dan diterima di tengah masyarakat Maluku Utara. Hal ini menunjukkan toleransi dan kearifan lokal dalam menjalankan ibadah puasa.
Fenomena ini juga menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan yang ingin menyaksikan keunikan budaya Maluku Utara. Namun, penting untuk tetap berpedoman pada waktu maghrib yang telah ditentukan berdasarkan hisab atau rukyat setempat. (*)