TRIBUNNEWS.COM - Masyarakat Bulan Sabit Merah Palestina (PRCS) melaporkan telah menemukan 15 jenazah tim penyelamat di Rafah pada hari Minggu (30/3/2025).
Adapun 15 jenazah ini merupakan korban serangan Israel pada ambulans yang terjadi seminggu yang lalu.
Delapan jenazah telah diidentifikasi sebagai anggota PRCS, enam sebagai anggota Pertahanan Sipil, dan satu sebagai karyawan badan PBB.
Namun satu petugas medis lainnya dilaporkan masih hilang.
Serangan terhadap tim medis ini terjadi pada 23 Maret, ketika mereka berupaya memberikan pertolongan pertama kepada warga yang terluka akibat penembakan oleh pasukan Israel di wilayah Hashashin, Rafah.
PRCS menegaskan bahwa penargetan terhadap petugas medis ini merupakan pelanggaran hukum internasional dan harus dianggap sebagai kejahatan perang.
"Penargetan petugas medis Bulan Sabit Merah oleh pendudukan... hanya dapat dianggap sebagai kejahatan perang yang dapat dihukum berdasarkan hukum humaniter internasional," ungkap PRCS dalam pernyataannya, dikutip dari Al Jazeera.
Presiden PRCS, Younis al-Khatib, mengutuk keras serangan tersebut dan menekankan bahwa para petugas medis yang menjadi korban adalah pekerja kemanusiaan yang menjalankan misi mereka untuk membantu mereka yang membutuhkan pertolongan.
"Jiwa-jiwa itu bukan sekadar angka. Jika insiden ini terjadi di tempat lain, seluruh dunia akan menggerakkan langit dan bumi untuk mengungkap kejahatan perang ini," kata al-Khatib dengan penuh emosi.
Menurut laporan, jenazah-jenazah tersebut sangat sulit ditemukan karena terkubur di dalam pasir.
IFRC Kecam Serangan Israel yang Terus Targetkan Tim Penyelamat
Federasi Internasional Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah (IFRC) segera mengeluarkan pernyataan yang mengecam serangan terhadap petugas medis tersebut.
Sekretaris Jenderal IFRC, Jagan Chapagain, dengan tegas mengungkapkan rasa kemarahannya.
"Saya patah hati. Para pekerja ambulans yang berdedikasi ini menanggapi orang-orang yang terluka. Mereka adalah pekerja kemanusiaan," tegas Chapagain, dikutip dari AL Mayadeen.
Menurut Chapagain, petugas penyelamat seharusnya mendapatkan perlindungan, bukan menjadi target sasaran.
"Mereka mengenakan lambang yang seharusnya melindungi mereka; ambulans mereka ditandai dengan jelas. Mereka seharusnya kembali ke keluarga mereka; tetapi mereka tidak melakukannya," kata Chapagain.
"Bahkan di zona konflik yang paling kompleks sekalipun, ada aturannya. Aturan Hukum Humaniter Internasional ini sangat jelas, warga sipil harus dilindungi; pekerja kemanusiaan harus dilindungi. Layanan kesehatan harus dilindungi," tegasnya.
Tragedi ini merupakan serangan tunggal paling mematikan terhadap personel Palang Merah dan Bulan Sabit Merah di seluruh dunia sejak 2017.
Chapagain menambahkan bahwa jumlah relawan dan staf Bulan Sabit Merah Palestina yang terbunuh sejak dimulainya konflik ini kini telah mencapai 30 orang.
"Kami mendukung Bulan Sabit Merah Palestina dan keluarga tercinta para korban yang gugur pada hari tergelap ini," ujarnya.
Serangan ini terjadi di tengah ketegangan yang meningkat di Gaza setelah militer Israel melanjutkan pemboman pada 23 Maret.
Ini tepat beberapa hari setelah gencatan senjata yang bertahan hampir dua bulan.
Militer Israel mengklaim bahwa mereka menembaki ambulans dan truk pemadam kebakaran karena kendaraan tersebut dianggap mencurigakan.
Namun insiden ini tidak hanya mengundang kecaman dari IFRC dan PRCS, tetapi juga memperlihatkan betapa rentannya posisi petugas medis di zona konflik.
(Farrah)