Situasi Myanmar Mencekam, Militer Junta Larang Wartawan Asing Liput Berita Gempa
Bobby Wiratama April 01, 2025 02:32 PM

TRIBUNNEWS.COM – Junta Myanmar larang jurnalis internasional melakukan liputan di daerah-daerah yang hancur akibat gempa berkekuatan 7,7 skala richter yang melanda Myanmar.

Larangan tersebut diungkap juru Bicara Militer Zaw Min Tun pada Senin (31/3/2025).

Dalam keterangan resminya, Zaw Min mengatakan larangan itu tidak lepas dari situasi Myanmar yang mencekam dan tak memungkinkan.

“Jurnalis asing tidak mungkin datang, tinggal, mencari tempat berteduh, atau bergerak di sini. Kami ingin semua orang memahami hal ini,” ujarnya seperti dikutip dari Myanmar Now, Senin (31/3/2025).

“Kami ingin semua orang memahami ini,” imbuh Zaw Min.

Meski Junta telah memberikan penjelasan, namun beberapa pihak menuduh junta menghalangi bantuan kemanusiaan mencapai daerah-daerah terdampak tertentu yang tidak berada di bawah kendali langsungnya.

Sejak kudeta tahun 2021, ketika militer menggulingkan pemerintahan terpilih peraih Nobel Perdamaian Aung San Suu Kyi, Junta sangat membatasi akses, informasi, bahkan bantuan kemanusiaan yang diperlukan untuk warga sipil.

Setelah kudeta, junta juga menangkap hingga membunuh siapa saja termasuk jurnalis yang dianggap melawan kekuasaan mereka.

Pemblokiran terhadap jurnalis asing untuk meliput di Myanmar diproyeksi akan membuat skala bencana tak tergambar dan dunia tak mengetahui apa yang terjadi di sana.

Korban Tewas Capai 2.000 Jiwa

Menurut laporan terbaru dari Dewan Administrasi Negara Myanmar saat ini jumlah korban tewas akibat gempa bumi berkekuatan 7,7 skala Richter yang melanda Myanmar pada Jumat (28/3/2025) terus bertambah.

Setidaknya 2.056 orang tewas dan lebih dari 3.900 orang terluka, dan hampir 300 orang lainnya masih hilang.

"Lebih dari 2.000 orang kini dipastikan tewas di Myanmar setelah gempa bumi terbesar melanda," bunyi keterangan pemerintah Myanmar.

Jumlah tersebut diperkirakan terus bertambah, Survei Geologi Amerika Serikat (USGS) memproyeksi jumlah korban tewas Myanmar dapat melampaui 10.000 orang, lantaran saat ini operasi pencarian dan penyelamatan korban berjalan tidak maksimal.

Pasca korban jiwa dilaporkan melonjak, Pemerintah Myanmar mengumumkan masa berkabung nasional selama tujuh hari.

Ditandai dengan pengibaran bendera nasional setengah tiang untuk menghormati para korban tewas.

Pengumuman itu disampaikan pemerintah Myanmar pada Senin (31/3/2025) waktu setempat.

Bantuan Internasional Mulai Dikirim

Untuk mempercepat proses evakuasi, Federasi Internasional Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah telah meluncurkan permohonan darurat, mengumpulkan lebih dari 100 juta dollar (setara Rp 1,6 triliun) guna membantu para korban.

Sementara itu sejumlah negara-negara seperti Rusia, India, China, Thailand, UEA, PBB, dan dilaporkan telah mengirim tim khusus untuk pencarian dan penyelamatan.

Serta memberikan bantuan kemanusiaan di tengah melonjaknya korban jiwa akibat gempa mematikan Myanmar.

menyusul yang lainnya Amerika Serikat (AS) mengatakan telah mengirim tim bantuan bencana ke Myanmar beberapa hari setelah gempa bumi besar.

Amerika Serikat mengumumkan dukungan sebesar 2 juta dolar AS  untuk organisasi bantuan di Myanmar menangani gempa yang menewaskan 2.000 orang lebih.

"Tim bantuan AS yang terdiri dari para ahli kemanusiaan yang berbasis di wilayah tersebut sedang melakukan perjalanan ke Burma (Myanmar) sekarang untuk mengidentifikasi kebutuhan paling mendesak dari orang-orang tersebut, termasuk tempat penampungan darurat, makanan, kebutuhan medis, dan akses ke air," kata juru bicara Departemen Luar Negeri Tammy Bruce kepada wartawan.

(Tribunnews/Namira)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.