TRIBUNNEWS.COM - Iran akan terpaksa memperoleh senjata nuklir jika diserang oleh Amerika Serikat (AS) atau sekutunya.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Ali Larijani, penasihat Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, pada Senin, 31 Maret 2025, setelah Presiden AS Donald Trump melontarkan ancaman terhadap Iran.
Trump, dalam pernyataannya akhir pekan lalu, mengancam akan melakukan pengeboman jika Iran tidak menyetujui kesepakatan nuklir.
Larijani mengingatkan bahwa Iran tidak ingin mengembangkan senjata nuklir, tetapi jika AS melancarkan serangan, Iran tidak akan punya pilihan lain.
"Kami tidak bergerak menuju senjata nuklir, tetapi jika Anda melakukan sesuatu yang salah, Anda akan memaksa Iran untuk bergerak ke arah itu," ungkap Larijani dalam siaran TV pemerintah.
Ayatollah Khamenei juga menegaskan bahwa jika AS atau Israel menyerang, mereka akan menghadapi serangan balik yang kuat.
"Mereka mengancam akan melakukan kerusakan," kata Khamenei.
Presiden Iran, Masoud Pezeshkian, menyatakan bahwa Republik Islam menolak perundingan langsung dengan AS mengenai program nuklirnya yang berkembang pesat.
Pezeshkian menyebutkan bahwa Iran membuka kemungkinan untuk negosiasi tidak langsung melalui kesultanan Oman, namun tidak ada kemajuan sejak AS menarik diri dari kesepakatan nuklir pada 2018.
"Kami tidak menghindari perundingan, tetapi pelanggaran janji-janji itulah yang telah menimbulkan masalah bagi kami sejauh ini," kata Pezeshkian.
Pada 7 Maret 2025, Trump mengirim surat kepada Khamenei untuk menyerukan perundingan nuklir dan memperingatkan kemungkinan aksi militer jika Teheran menolak.
Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi, mengonfirmasi bahwa tanggapan Iran telah dikirim melalui Oman, namun menegaskan bahwa Iran tidak akan terlibat dalam perundingan langsung di bawah tekanan.
Kementerian Luar Negeri Iran memanggil kuasa usaha kedutaan besar Swiss, yang mewakili kepentingan AS, setelah ancaman dari Trump.
Jenderal Amirali Hajizadeh, seorang komandan senior di Korps Garda Revolusi Islam (IRGC), menyebutkan bahwa AS memiliki sedikitnya 10 pangkalan di kawasan sekitar Iran dengan 50.000 tentara.
Iran telah lama mempertahankan program nuklirnya untuk tujuan damai, meskipun ada tuduhan dari Barat mengenai pengembangan senjata nuklir.
Laporan terbaru dari Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) menunjukkan bahwa Iran telah mempercepat produksi uraniumnya mendekati tingkat senjata.
Dengan ketegangan yang semakin meningkat, Iran menghadapi dilema antara mempertahankan program nuklirnya dan menghadapi kemungkinan serangan militer dari AS.
Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).