Kisah di Balik Tanjakan Emen Subang, Dikenal Sebagai Jalur Tengkorak, Pemudik Wajib Waspada!
Nindya Galuh Aprillia April 04, 2025 08:34 PM

Grid.ID - Bagi pemudik yang sering melintasi jalur Selatan Jawa Barat pasti sudah tidak asing lagi dengan tanjakan Emen di Subang. Tanjakan dan Turnan Emen ini tepatnya berada di Kecamatan Ciater, Kabupaten Subang, Jawa Barat.

Tanjakan ini terkenal lantaran sering memakan korban jiwa yang tak sedikit. Jika masih ingat, pada tahun 2018, di tempat ini pernah terjadi kecelakaan hebat yang memakan 27 jiwa dan 16 lainnya luka-luka.

Menurut Tribun Jabar, sejak tahun 2014, tercatat paling tidak ada 54 korban tewas kecelakaan di tanjakan tersebut. Dari 54 korban tewas, separuhnya meninggal dalam kecelakaan yang terjadi pada Februari 2018.

Tanjakan Emen kerap disebut jalur tengkorak karena memiliki kontur yang menanjak dan menurun tajam serta tikungan yang menukik. Jika pengendara tidak hati-hati, maka kecelakaan bisa saja terjadi.

Namun, ada satu hal yang menarik darijalur mudiklintas selatan ini, yaitu kisah di balik namanya. Asal usul nama Tanjakan Emen Subang ternyata cukup miris dan memilukan.

Mengutip laman Intisari-Online.com, ada beberapa versi soal asal-usul nama Tanjakan Emen yang sering dibicarakan oleh warga sekitar. Konon nama Emen diambil dari salah satu korban kecelakaan tragis di lokasi tersebut.

Versi pertama menyebutkan bahwa nama Emen berasal dari seorang kernet bus yang mengalami kecelakaan di tempat tersebut sekitar tahun 1969. Saat itu, sebuah bus bernama Bus Bunga mogok di tanjakan.

Emen, sang kernet, berusaha mengganjal ban, namun nahas, rem bus blong. Akibatnya, Emen terseret dan meninggal dunia. Sejak saat itu, tanjakan tersebut dikenal dengan namanya.

Versi kedua menyebutkan bahwa Emen adalah korban tabrak lari yang tewas di lokasi tersebut. Tragisnya, mayatnya tidak langsung ditolong, melainkan disembunyikan di rimbunan pepohonan. Mitos yang berkembang mengatakan bahwa arwahnya menuntut balas, sehingga kerap terjadi kecelakaan di sana.

Versi ketiga, yang dianggap paling mendekati kebenaran, menyatakan bahwa Emen adalah seorang sopir oplet jurusan Subang – Bandung. Pada tahun 1964, ia mengalami kecelakaan tragis di tanjakan ini. Oplet yang dikendarainya diduga mengalami rem blong, menabrak tebing, kemudian terbalik dan terbakar. Banyak penumpang tewas dalam kejadian itu, dan hanya dua orang yang selamat.

Wahyu, pria yang mengaku sebagai anak Emen, membenarkan bahwa ayahnya memang mengalami kecelakaan, tetapi ia menepis anggapan bahwa arwah ayahnya menyebabkan kecelakaan di sana.

"Lagi pula waktu itu bapak saya tidak meninggal di sana, tapi di Rumah Sakit Ranca Badak," kata Wahyu.

"Waktu itu saya berusia kira-kira 8 tahun. Bapak saya memang sopir oplet Subang – Bandung, ketika itu kemungkinan remnya blong, kemudian opletnya nabrak tebing, terbalik kemudian terbakar. Seingat saya cuma 2 orang yang selamat waktu itu," lanjutnya.

Setelah wafat di Rumah Sakit kemudian jenazah Emen dimakamkan di pemakaman umum di daerah Jayagiri, Lembang.

Di balik mitos yang berkembang, fakta sebenarnya adalah kondisi jalan di Tanjakan Emen memang berbahaya. Jalan sepanjang 2-3 km ini memiliki kemiringan tajam hingga 40-50 derajat serta tikungan yang sulit dilalui.

Oleh karena itu, setiap pengendara yang melewati tanjakan ini disarankan untuk selalu berhati-hati, mengecek kondisi kendaraan, dan berdoa demi keselamatan di perjalanan.

Pemerintah Bangun Jalur Penyelamatan

Pada tahun 2019, pemerintah pun memutuskan untuk membangun jalur penyelamatan dan perbaikan alinyemen atau perbaikan geometri di sekitar tanjakan tersebut. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek itu, Aan Heryadi, mengatakan hal ini bertujuan untuk meminimalisir risiko kecelakaan.

"Di turunan tajam itu, kami bangun jalur penyelamatan. Yang sudah dibangun baru satu, lokasinya di sebelum tikungan Cicenang. Dua jalur penyelamatan lainya sedang dibangun di dua titik sebelumnya," kata Aan seperti dikutip dari Tribun Jabar.

Selain membangun jalur penyelamatan, pihaknya juga memperbaiki geometri jalan. Seperti pelebaran jalan di sepanjang kurang dari 2 km. Proyek ini disebut sebagai proyek penataan jalur penyelamatan dan perbaikan alinyemen. Tendernya pada Mei 2019 dengan pagu anggaran Rp 18 M.

Meski sudah ada perbaikan jalan dan jalur penyelamatan, pengendara tetap diwajibkan untuk waspada dan berdoa saat melewati jalur tengkorak ini.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.