Pesawat Pengebom H-6K China Bawa Rudal Balistik Ancam Kapal dan Pangkalan Militer AS di Indo-Pasifik
TRIBUNNEWS.COM – Untuk pertama kalinya, pesawat pengebom jarak jauh H-6K Angkatan Udara Tentara Pembebasan Rakyat Tiongkok (PLAAF) terlihat membawa Rudal Balistik Peluncuran Udara (ALBM) KD-21 dalam latihan militer baru-baru ini.
Sejumlah ulasan analis militer di sejumlah situs menjelaskan kalau kemampuan baru militer China ini menimbulkan ancaman ganda terhadap kapal perang dan pangkalan militer Amerika Serikat (AS) dan sekutunya di Indo-Pasifik.
"Foto terbaru menunjukkan pesawat pengebom PLAAF H-6K yang beroperasi dengan Divisi Pengebom ke-10 Resimen Udara terlihat membawa dua rudal balistik yang diluncurkan dari udara KD-21 di bawah sayapnya, meskipun pesawat pengebom tersebut memiliki kapasitas untuk membawa empat rudal KD-21 ALBM," tulis laporan situs DSA, Minggu (6/4/2025).
Hal ini menandai dimulainya penggunaan operasional rudal balistik yang diluncurkan dari udara, KD-21 oleh China di garis depan, sejak rudal tersebut pertama kali ditampilkan kepada publik di Pameran Udara Zhuhai pada tahun 2022.
Perkembangan ini juga menyoroti kemajuan signifikan dalam kemampuan serangan udara China.
Rudal KD-21 ALBM diperkirakan memiliki panjang sekitar 7 meter, diameter sekitar 0,76 meter, dan berat sekitar 2 ton.
Hulu ledak rudal KD-21 ini kemungkinan dirancang khusus untuk menembus target bawah tanah yang dibentengi.
Rudal ini dilengkapi dengan mesin roket berbahan bakar padat dan mampu mencapai jarak lebih dari 1.000 kilometer.
Sistem pemandunya diyakini menggunakan pencari radar aktif yang dilengkapi dengan kemampuan pencitraan apertur sintetis.
Sejak diperkenalkan di Pameran Udara Zhuhai 2022, belum pernah ada laporan tentang pesawat pengebom H-6K yang dilengkapi rudal KD-21 yang dikerahkan ke medan depan mana pun, baik untuk tugas aktif maupun pelatihan militer.
Pesawat pengebom H-6K, yang sekarang disertifikasi sebagai platform peluncuran rudal KD-21, merupakan versi modern dari pesawat pengebom H-6 asli, yang dikembangkan berdasarkan desain Tupolev Tu-16 Soviet.
Bagi pengamat militer regional, pengoperasian rudal balistik yang diluncurkan dari udara KD-21, yang juga dikenal sebagai "Pembunuh Kapal Induk", pada pesawat pengebom H-6K memberikan dimensi ancaman baru bagi kapal perang Amerika Serikat, Jepang, dan sekutunya yang beroperasi di Indo-Pasifik, terutama di Laut Cina Selatan dan perairan sekitarnya.
"Dengan julukan "pembunuh kapal induk", setiap kapal induk milik Amerika Serikat, Jepang, dan kapal perang milik sekutu harus waspada saat berlayar di perairan Laut Cina Selatan, Laut Cina Timur, atau perairan mana pun di Indo-Pasifik," tulis ulasan DSA.
Rudal balistik antikapal KD-21 tidak hanya mampu menyerang sasaran di laut, tetapi juga memiliki kemampuan yang sama untuk secara efektif menghancurkan sasaran di darat, yang akan mengancam pangkalan militer yang beroperasi di Indo-Pasifik, termasuk Guam dan lainnya.
KD-21 juga merupakan salah satu dari beberapa jenis rudal balistik antikapal (ALBM) yang dimiliki oleh Angkatan Bersenjata China, karena pengamat regional mengatakan Beijing memiliki berbagai rudal balistik yang diluncurkan dari udara lainnya.
China dilaporkan sedang mengembangkan serangkaian rudal balistik yang diluncurkan dari udara (ALBM) yang dioptimalkan untuk peran antikapal juga, sejalan dengan strategi antiakses dan penolakan area (A2/AD) China yang berkembang pesat.
Apakah rudal balistik yang diluncurkan dari udara KD-21 secara khusus dirancang untuk menyerang target di darat, di laut, atau keduanya?
Apa pun itu, fakta kalau rudal tersebut kini dilaporkan mulai digunakan dalam operasi baik secara aktif di lapangan maupun dalam pelatihan merupakan hal yang sangat penting.
Apa pun jenis target yang dituju, rudal balistik yang diluncurkan dari udara (air launched ballistic missile/ALBM) pada dasarnya sulit untuk dicegat atau dipertahankan.
Seperti kebanyakan rudal balistik, rudal balistik yang diluncurkan dari udara menyerang target pada kecepatan terminal hipersonik atau mendekati hipersonik dan sudut serang yang curam.
Situasi ini sudah cukup sulit untuk dicegat, tetapi tantangannya bertambah ketika rudal juga bermanuver secara dinamis selama fase serangan akhir.
Bagi China, rudal balistik yang diluncurkan dari udara tidak hanya dapat diluncurkan dalam jumlah besar, tetapi juga cenderung dikombinasikan dengan serangan rudal lainnya — baik balistik maupun jelajah — serta serangan pesawat tanpa awak bunuh diri yang dilakukan secara bersamaan.
China sudah memiliki sejumlah besar rudal balistik yang diluncurkan dari darat, tetapi kemampuan meluncurkan ALBM dari pembom H-6 memberikan keuntungan dalam hal jangkauan yang lebih jauh dan kemampuan untuk meluncurkan serangan yang lebih dinamis dan tidak dapat diprediksi.
Divisi Pengebom ke-10 adalah salah satu unit tertua dan paling bergengsi di Angkatan Udara Tentara Pembebasan Rakyat (PLAAF), yang didirikan pada 17 Januari 1951.
Awalnya, pasukan ini dibentuk dengan menggabungkan Resimen Pengebom ke-28, ke-29, dan ke-30, dan sejak saat itu telah menerima sejumlah gelar kehormatan seperti “Kelompok Pengebom Teladan” dan “Divisi Spanduk Merah” atas jasa-jasanya yang luar biasa.
Saat ini, divisi ini beroperasi di bawah Komando Teater Timur, dengan fokus pada misi di sekitar Laut Cina Timur dan wilayah dekat Taiwan.
Markas besarnya terletak di Pangkalan Udara Anqing di Provinsi Anhui, sementara operasi tambahan juga dilakukan dari Pangkalan Udara Luhe di Provinsi Jiangsu.
(oln/dsa/*)