Laporan wartawan Grid.ID, Devi Agustiana
Grid.ID - Duka kepergian aktor senior Ray Sahetapy bukan hanya dirasakan keluarga dan kerabat, melainkan juga bagi murid-muridnya di komunitas Teater Tujuh. Adapun komunitas tersebut merangkul teman-teman tuli yang ingin mendalami seni peran.
Kepada awak media, salah satu murid Teater Tujuh memberi kesaksian dedikasi dan totalitas Ray Sahetapy dalam merangkul dan membagi ilmu.
"Saya senang karena Om Ray bisa mendukung teman-teman tuli, sudah sayang sama teman-teman tuli seperti almarhum Gisca dan Surya, saperti anak-anak sendiri," kata Marta Hardy, salah satu murid Ray saat Grid.ID temui belum lama ini di rumah duka RSPAD Gatot Subroto, Jakarta Pusat.
Bukan hanya baik, Ray juga tegas dalam bersikap sebagai pengajar di Teater Tujuh.
"Beliau mendorong teman-teman tuli dan suka membagi ilmu teater yang dia pernah belajar dulu. Itu dia bagikan semua kepada kami, terutama teman-teman tuli dan anak-anak tuli," tutur Marta.
Sebagai informasi, aktor senior Ray Sahetapy meninggal dunia pada usia 68 tahun, Selasa (1/4/2025). Adapun Ray sempat mengidap diabetes pada 2017, kemudian terserang stroke pada 2023.
Ray Sahetapy merupakan aktor kelahiran Donggala, Sulawesi Tengah, 1 Januari 1957. Ia telah membintangi puluhan judul film dan sinteron.
Adapun Ray memulai kariernya pada 1980 dengan film perdananya berjudul Gadis. Dalam film tersebut, Ray pertama kali bertemu dengan Dewi Yull. Kemudian, Ray bermain dalam film Noesa Penida pada 1988 yang kian melejitkan namanya sekaligus dinominasikan sebagai aktor terbaik pada Festival Film Indonesia 1989.
Kecintaannya pada dunia seni peran juga membuatnya membangun sebuah sanggar teater.
Jenazah Ray Sahetapy telah dimakamkan di TPU Tanah Kusir, Jakarta Selatan, Jumat (4/4/2025).