TRIBUNNEWS.COM - Jumran, seorang oknum TNI Angkatan Laut dari Balikpapan, Kalimantan Timur, telah menjalani rekonstruksi pembunuhan wartawati bernama Juwita.
Proses rekonstruksi ini dilaksanakan di Jalan Trans Gunung Kupang, Kiram, Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan, dan berlangsung selama satu jam.
Dalam rekonstruksi tersebut, Jumran yang mengenakan baju tahanan memperagakan 33 adegan yang terkait dengan pembunuhan tersebut.
Namun, kuasa hukum keluarga korban, M.Pazri, mengungkapkan adanya kejanggalan dalam proses tersebut.
M.Pazri, menyoroti ketidakhadiran adegan-adegan penting dalam rekonstruksi, terutama yang berkaitan dengan dugaan rudapaksa.
“Memang ada beberapa adegan, tapi ada beberapa peristiwa yang tertinggal. Tapi akan kami dalami lebih dalam lagi ke depan, kami juga akan berkomunikasi dengan penyidik untuk memberikan masukan,” ucapnya.
Hal ini menunjukkan bahwa ada aspek-aspek vital dari kejadian tersebut yang mungkin belum sepenuhnya terungkap dalam rekonstruksi.
Lebih lanjut, Pazri juga mempertanyakan kurangnya penjelasan detail waktu kejadian saat rekonstruksi.
"Ketika rekonstruksi, tidak disebutkan pukul berapa saja, hari, dan tahunnya,” ujarnya.
Pertanyaan ini mencerminkan keinginan untuk transparansi dalam proses hukum yang sedang berlangsung.
Menurutnya, penting untuk mengaitkan setiap adegan dengan alat bukti dan saksi-saksi yang relevan.
Rekonstruksi mengungkapkan bahwa Juwita meninggal setelah dicekik di dalam mobil, dan jasadnya kemudian dibuang ke semak-semak pada 22 Maret 2025.
Mobil Daihatsu Xenia berwarna hitam yang digunakan untuk pembunuhan juga ditampilkan dalam rekonstruksi.
Usai melakukan pembunuhan, Jumran mengambil sepeda motor korban dari sebuah toko di Cempaka, Banjarbaru, dan membersihkan sidik jarinya sebelum membuangnya di dekat jasad korban.
Ia juga memasangkan helm di kepala Juwita agar masyarakat mengira bahwa kematian korban merupakan akibat kecelakaan.
Kuasa hukum keluarga korban, Dedi Sugianto, menyatakan bahwa tindakan Jumran dapat dikategorikan sebagai pembunuhan berencana.
“Dari gelar rekonstruksi ini, kita sudah mendapatkan gambaran bagaimana tersangka merencanakan perbuatannya.”
Rekonstruksi ini menunjukkan bahwa segala sesuatunya telah disusun dengan hati-hati oleh Jumran, mulai dari penempatan jasad hingga pengaturan barang-barang milik korban.
Hingga kini, penyidik masih mendalami motif di balik pembunuhan ini, dan kasus ini tetap menjadi perhatian publik.
Dengan penyerahan seluruh barang bukti kepada Oditur Militer, diharapkan proses persidangan berjalan secara transparan dan akuntabel.
(Mohay) (TribunBanjarbaru.com/Frans Rumbon/Nurholis Huda)