Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Dionisius Arya Bima Suci
TRIBUNJAKARTA.COM - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Partai Buruh Said Iqbal mewanti-wanti adanya gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dipicu kebijakan tarif baru impor yang ditetapkan Presiden Amerika Serikat Donald Trump.
Adapun dalam daftar yang diterbitkan pemerintah Amerika Serikat, produk ekspor Indonesia dikenakan tarif imbal balik sebesar 32 persen, ditambah tarif global sebesar 10 persen.
Said Iqbal bilang, kebijakan ini sangat mempengaruhi beberapa sektor industri, seperti tekstil, sepatu, hingga elektronik.
Bahkan, beberapa serikat pekerja disebutnya telah diajak berunding oleh pihak manajemen mengenai rencana PHK.
“Namun belum ada kejelasan soal jumlah buruh yang akan terkena dampak, waktu pelaksanaannya, maupun pemenuhan hak-hak mereka. Perundingan masih dalam tahap awal,” ucapnya dalam keterangan tertulis dikutip Minggu (6/4/2025).
Berdasarkan temuan KSPI, sebelum lebaran sejumlah perusahaan sudah berada dalam kondisi goyah dan sedang mencari format untuk menghindari PHK.
Kebijakan baru yang diterbitkan pemerintah Amerika Serikat ini pun diprediksi bakal semakin memperparah kondisi perusahaan-perusahaan tersebut.
Said Iqbal pun menyayangkan lambatnya langkah konkret dari pemerintah Indonesia untuk mengantisipasi dampak kebijakan tarif Amerika Serikat ini.
“Ironis, karena tidak ada kepastian atau strategi nasional yang disiapkan untuk mencegah pengurangan produksi, penutupan perusahaan, atau PHK massal,” ujarnya.
KSPI pun memprediksi, kebijakan baru yang diterbitkan Presiden Amerika Serikat ini bakal berdampak pada 50 ribu buruh di Indonesia.
Gelombang PHK ini pun diprediksi bakal terjadi tiga bulan setelah diberlakukannya tarif baru tersebut pada 9 April 2025 mendatang.
“Kenaikan tarif sebesar 32 persen membuat barang produksi Indonesia menjadi lebih mahal di pasar AS. Konsekuensinya, permintaan menurun, produksi dikurangi, dan perusahaan terpaksa melakukan efisiensi, termasuk PHK,” tuturnya.
“Bahkan, dalam beberapa kasus perusahaan memilih tutup operasionalnya,” sambungnya.
Kondisi ini juga diperparah dengan fakta bahwa perusahaan-perusahaan yang bergerak di sektor tekstil, garmen, sepatu, elektronik, dan makanan-minuman umumnya dimiliki investor asing.
Jika situasi ekonomi di Indonesia tidak menguntungkan, investor asing ini disebut Said Iqbal dapat dengan mudah memindahkan investasinya ke negara lain yang memiliki tarif lebih rendah di Amerika Serikat.
Ia pun mencontohkan, sektor tekstil yang kemungkinan akan pindah ke Bangladesh, India, atau bahkan Sri Lanka yang tidak terkena kebijakan tarif dari Amerika Serikat.
Di sisi lain, ada juga industri yang tidak bisa begitu saja pindah, seperti Freeport atau industri kelapa sawit.
“Namun bukan berarti mereka tidak akan melakukan PHK, justru PHK menjadi langkah paling mudah untuk menekan biaya operasional,” ucapnya.
Oleh karena itu, KSPI menuntut pemerintah untuk segera mengambil langkah-langkah strategis, salah satunya dengan membentuk Satuan Tugas (Satgas) PHK.
Menurutnya, Satgas PHK perlu dibentuk untuk mengantisipasi terjadinya PHK, memastikan hak-hak buruh dipenuhi, dan memberikan rekomendasi kebijakan kepada pemerintah, termasuk mendorong re-negosiasi dengan Amerika Serikat.
“Usulan pembentukan Satgas PHK ini telah disampaikan kepada Wakil Ketua DPR RI dan mendapat respon positif,” ujarnya.
Selanjutnya, pemerintah harus segera melakukan re-negosiasi perdagangan dengan AS.
Salah satu opsi yang bisa dilakukan adalah mengganti bahan baku dengan produk dari AS, seperti kapas, karena ini bisa membuka peluang pengurangan tarif.
Selama ini, Indonesia banyak menggunakan kapas dari China dan Brasil, padahal jika menggunakan bahan baku dari Amerika, tarif bisa lebih ringan.
Dalam kunjungan bersama Kapolri ke perusahaan sepatu di Brebes, terlihat bahwa investor dari Taiwan dan Hongkong dalam sektor sepatu mengalami tekanan akibat kebijakan tarif ini.
Sementara Vietnam, yang terkena tarif hingga 46 persen, mulai menurunkan kapasitas produksinya dan mengalihkan pesanan ke Indonesia.
Pemerintah harus melihat peluang ini dan memberi perlindungan kepada industri sepatu yang ada di dalam negeri dengan memberikan kemudahan regulasi agar kapasitas produksi bisa ditingkatkan.
KSPI dan Partai Buruh juga memperingatkan agar Indonesia tidak menjadi sasaran empuk perpindahan pasar dari negara-negara lain ke Indonesia.
Sebagai contoh, ketika China kehilangan pasar ekspornya ke Amerika, maka mereka bisa membanjiri Indonesia dengan produk murah. Jika hal ini dibiarkan, maka pasar domestik akan dikuasai barang impor murah, industri dalam negeri tertekan, dan PHK semakin tak terhindarkan.
Karena itu, Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 8 Tahun 2023 harus segera dicabut dalam waktu dekat.
Jika tidak, impor akan makin tak terkendali, produk dijual murah, dan pasar dalam negeri terancam. Pada akhirnya, hal ini hanya akan memperburuk gelombang PHK yang sudah ada.