Bom Waktu Kesehatan Publik
Irfani Rahman April 07, 2025 08:31 AM

BANJARMASINPOST.CO.ID - Temuan mengejutkan disampaikan Ketua Asosiasi Bank Sampah Indonesia (ASOSBSI), Wilda Yanti saat kunjungan bersama Wakil Wali Kota Banjarmasin Ananda ke Tempat Pengolahan Sampah Reduce-Reuse-Recycle (TPS3R) di Kayu Bulan Kelurahan Sungai Andai, Kecamatan Banjarmasin Utara.

Di tengah tumpukan sampah yang dipilah oleh petugas kebersihan terdapat limbah medis. Hal ini menurutnya cukup mengkhawatirkan karena limbah medis berbahaya dan harus ditangani secara khusus. Sebelumnya sampah medis ditemukan di TPS Jalan Veteran, Kecamatan Banjarmasin Timur.

Tentu saja penemuan limbah medis di tempat sampah umum menjadi alarm keras atas lemahnya sistem pengelolaan limbah berbahaya di Indonesia, khususnya di sektor layanan kesehatan. Limbah berupa jarum suntik, perban bekas, hingga botol infus yang masuk Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) harusnya tidak dibuang sembarangan layaknya sampah domestik.

Risiko penularan penyakit seperti Hepatitis B, HIV/AIDS, serta kontaminasi bahan kimia berbahaya bisa terjadi kapan saja, terutama bagi petugas kebersihan dan masyarakat sekitar yang tanpa sadar bersentuhan langsung dengan limbah tersebut.

Siapa yang salah? Tentu bukan hanya pelaku pembuang sampah. Institusi kesehatan, pengelola limbah, hingga pemerintah daerah sama-sama harus bertanggung jawab. Ini mencerminkan kelalaian sistemik, mulai dari lemahnya regulasi, kurangnya pengawasan, hingga nihilnya sanksi yang tegas bagi pelanggar.

Padahal aturan soal limbah medis sudah sangat jelas. UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, serta PP No. 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah B3, secara tegas mengatur bahwa limbah medis harus ditangani oleh pihak berizin, dan pelanggaran dapat dikenai pidana hingga denda miliaran rupiah.

Pemerintah Kota Banjarmasin dan Dinas Kesehatan harus segera bertindak. Audit fasilitas kesehatan dan pengelola limbah perlu dilakukan. Edukasi dan sosialisasi juga wajib digencarkan, baik ke institusi medis maupun masyarakat luas.

Banjarmasin tidak boleh menjadi contoh buruk dalam pengelolaan limbah medis.

Kejadian ini harus jadi momentum untuk berbenah total sebelum lebih banyak korban berjatuhan akibat kelalaian yang bisa dicegah.

Solusinya? Pemerintah daerah harus menyatakan status darurat sampah medis dan membentuk satuan tugas khusus. Semua fasilitas kesehatan harus diaudit. Pengelolaan limbah B3 harus menjadi syarat mutlak izin operasional. Pengawasan dan edukasi masyarakat harus ditingkatkan. Dan tentu saja, pelanggar harus dihukum, bukan dimaafkan. Masalah ini bukan hanya soal sampah. Ini soal nyawa manusia dan masa depan lingkungan.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.