TRIBUNNEWS.COM - Seorang Dosen sekaligus Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Gadjah mada (UGM) berinisial EM dipecat karena diduga melakukan pelecehan seksual terhadap sejumlah mahasiswi.
EM kini dibebaskan dari tugas mengajar, kegiatan tri dharma perguruan tinggi, dan dicopot sebagai Kepala Lab Biokimia Pascasarjana serta Ketua Cancer Chemoprevention Research Center Fakultas Farmasi UGM.
Sekretaris UGM, Andi Sandi Antonius, mengungkapkan EM melakukan aksi bejatnya itu di luar kampus dengan modus mengajak korban berdiskusi maupun bimbingan.
Kasus pelecehan seksual oleh dosen UGM terhadap mahasiswi ini sudah bergulir sejak sekitar 2023 lalu.
Namun, Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) UGM baru mendapat laporan tentang kasus tersebut pada 2024.
"Kasus yang dilaporkan ke UGM itu di tahun 2024 dan proses pemeriksaannya dilakukan oleh Satgas PPKS," kata Sandi saat dikonfirmasi TribunJogja.com, Minggu (6/4/2025).
"Modusnya, ada diskusi, bimbingan, pertemuan di luar kampus, katanya untuk membahas kegiatan ataupun lomba yang sedang diikuti mahasiswa," sambungnya.
Sandi menyebutkan, dugaan kekerasan seksual yang dilakukan EM awalnya disampaikan oleh pimpinan fakultas ke Satgas PPKS UGM.
Selanjutnya, Satgas PPKS memeriksa 13 orang saksi dan korban kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh EM.
Kejadian kekerasan seksual itu terjadi dalam kurun waktu 2023-2024.
"Informasi di luaran, terjadi sebelum itu (2023-2024), tapi kejadian sebelum laporan tahun 2024 ini, kami tidak mengetahuinya. Di tingkat Satgas, tidak mengetahuinya," ujar Sandi.
Sanksi untuk EM yang direkomendasikan Satgas PPKS ke pimpinan kampus UGM mulai dari sedang hingga berat yaitu pemecatan.
"Sejak pertengahan 2024, pelaku sudah dibebaskan dari tugas-tugasnya. Itu sejak ada laporan ke Satgas PPKS. Sanksi sedang sampai berat itu ya dari skorsing sampai pemberhentian tetap," ungkap Sandi.
Sandi juga mengatakan, dalam waktu dekat, UGM akan menjatuhkan sanksi serta menyampaikan keputusan terkait status EM sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN).
Sementara itu, untuk urusan gelar guru besar, UGM menyerahkannya kepada kementerian terkait.
"Pengajuan status guru besar itu dilakukan ke pemerintah, dalam hal ini kementerian. Surat Keputusan (SK)-nya pun dikeluarkan oleh kementerian, bukan UGM. Jadi, bila menyangkut status guru besar, kewenangan sepenuhnya ada di kementerian," terang Sandi.
Sandi menambahkan pihak kampus telah menerima surat rekomendasi dari Satgas PPKS pada awal tahun ini.
Berdasarkan surat tersebut, UGM lalu mengirimkan rekomendasi ke kementerian, mengingat EM adalah seorang ASN.
"Rekomendasi itu kami terima di awal tahun, lalu kami teruskan ke kementerian untuk ditindaklanjuti dalam bentuk pemeriksaan indisipliner kepegawaian. Karena sanksinya tergolong sedang hingga berat, dan yang bersangkutan merupakan PNS sekaligus guru besar, maka kewenangan sepenuhnya berada pada tiga kementerian," jelasnya.
Tetapi, pada pertengahan Maret 2025, Menteri Diktisaintek mengeluarkan keputusan yang mendelegasikan kewenangan penanganan kasus tersebut kepada pimpinan perguruan tinggi negeri.
Menanggapi hal ini, keputusan dari pihak kampus akan diumumkan setelah libur Idul Fitri.
"Karena itu, kami akan menetapkan keputusan resmi usai libur Idul Fitri," sebutnya.
EM akhirnya resmi dipecat setelah dinilai terbukti melakukan kekerasan seksual terhadap sejumlah mahasiswi.
"Pimpinan Universitas Gadjah Mada sudah menjatuhkan sanksi kepada pelaku berupa pemberhentian tetap dari jabatan sebagai dosen. Penjatuhan sanksi ini dilaksanakan sesuai dengan peraturan kepegawaian yang berlaku," ujar Sandi dalam keterangan yang diberikan ke TribunJogja.com, Minggu.
Sandi menjelaskan, pemberian sanksi itu berdasarkan temuan, catatan dan bukti-bukti dalam proses pemeriksaan yang dilakukan oleh Satgas PPKS UGM.
Komite Pemeriksa menyimpulkan EM atau terlapor terbukti melakukan Tindakan Kekerasan Seksual dan melanggar Pasal 3 ayat (2) Huruf l Peraturan Rektor UGM Nomor 1 Tahun 2023 serta Pasal 3 ayat (2) huruf m Peraturan Rektor UGM Nomor 1 Tahun 2023.
Selain itu, EM juga terbukti telah melanggar kode etik dosen.
Hasil putusan penjatuhan sanksi ini didasarkan pada Keputusan Rektor Universitas Gadjah Mada nomor 95/UN1.P/KPT/HUKOR/2025 tentang Sanksi terhadap Dosen Fakultas Farmasi tertanggal 20 Januari 2025.
(Nina Yuniar) (TribunJogja.com/Ardhike Indah)