TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) merespons soal ajudan Kapolri yang melakukan tindakan represif terhadap pewarta di Semarang, Jawa Tengah.
Hal itu disampaikan Komisioner Kompolnas Mohammad Choirul Anam kepada wartawan di Jakarta, Senin (7/4/2025).
"Kami menyesalkan kenapa peristiwa itu kok terjadi padahal jelas-jelas misalnya dalam konteks yang lebih luas termasuk juga Pak Kapolri itu meletakkan teman-teman jurnalis bagian penting dalam bangunan menuju polisi yang lebih presisi dan lebih humanis," ucapnya.
Anam memandang permohonan maaf yang diutarakan oleh Ipda Endry Purwa Sefa selaku Tim Pengamanan Protokoler Kepala Kepolisian RI itu bahwa pihaknya menerima kesalahan.
Dalam konteks yang lain, Kompolnas menilai yang bersangkutan sudah siap menerima risikonya.
Anam mendorong Polda Jawa Tengah yang akan melakukan proses anggota tersebut bisa proporsional dan bisa maksimal.
"Dan kami berharap tidak terjadi lagi oleh siapapun dan kepada siapapun. Jurnalis dan media bagian penting dalam negara hukum dan negara demokrasi," pungkasnya.
Karo Penmas Divhumas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko menyatakan sangat menyesalkan dugaan tindakan represif yang dilakukan ajudan Kapolri terhadap jurnalis.
"Memang situasi di lapangan cukup ramai, namun seharusnya ada SOP yang mestinya bisa dijalankan tanpa tindakan secara fisik maupun verbal," katanya dalam keterangan Senin (7/4/2025).
Dia menuturkan bahwa Polri akan menyelidiki insiden tersebut.
Apabila ditemukan adanya pelanggaran, tentu Polri tidak akan segan untuk menjatuhkan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.
"Saat ini kami sedang menanyakan kepada tim yang saat itu ada di lokasi," imbuhnya.
Trunoyudo menyebut, pers merupakan mitra Polri yang harus saling bekerja sama.
"Kami berharap insiden ini tidak terulang dan kemitraan kami dengan pers akan terus kami jaga dan diperbaiki agar bisa lebih baik lagi dalam melayani masyarakat," ucapnya.
Kejadian tersebut berlangsung saat Kapolri meninjau arus balik Lebaran 2025 di Stasiun Tawang, Kota Semarang, pada Sabtu (5/4/2025) sore.
Peristiwa bermula ketika Kapolri mendatangi salah satu penumpang yang duduk di kursi roda di dalam area stasiun.
Sejumlah jurnalis dari berbagai media, termasuk pewarta foto dan tim humas dari sejumlah lembaga, tengah meliput dan mengambil gambar dari jarak yang wajar.
Namun, situasi mendadak berubah tegang ketika salah satu ajudan Kapolri meminta para jurnalis untuk mundur.
Bukan dengan permintaan halus, ajudan tersebut justru mendorong para jurnalis dan humas secara kasar.
Merasa situasi tidak kondusif, seorang pewarta foto dari Kantor Berita Antara Foto, Makna Zaezar, memilih menjauh dan berpindah ke sekitar peron.
Namun, ajudan yang sama justru mengejar Makna dan melakukan tindak kekerasan.
Ia memukul kepala Makna dengan tangan.
Tak hanya berhenti di situ, ajudan tersebut bahkan mengancam jurnalis lain yang berada di lokasi.
Dengan nada tinggi dan sikap agresif, ia berkata, “Kalian pers, saya tempeleng satu-satu.”